Mohon tunggu...
Agfian Muntaha
Agfian Muntaha Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Anak muda yang sedang berjuang untuk menjadi pria yang sesungguhnya...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Aku Benci Kamu, Ibu

22 Desember 2013   21:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:36 6561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1387721157723299177

No Peserta: 67

Agfian Muntaha

Ibu. Aku tak mengerti, mengapa setiap kali orang menyebut kata Ibu, yang mereka ungkapkan adalah tentang bagaimana baiknya Ibu mereka. Sesaat setelah menyebut kata Ibu, mereka akan menyambungnya dengan kisah-kisah yang picisan, indah, penuh kenangan yang membuat tersenyum, dan seolah-olah, Ibu adalah semua hal yang bersifat indah. Padahal, sadarkah mereka kalau Ibu itu hanya manusia biasa? Maksudku, ada berapa Ibu di dunia ini? Ratusan? Ribuan? Mungkin ratusan juta! Jadi, apa yang spesial dari seorang Ibu? Kita semua memilikinya, tanpa perlu usaha yang berarti. Jadi, mengapa seolah-olah membicarakan Ibu adalah sesuatu yang spesial, indah, dan harus membuat kita tersenyum? Ayolah, Ibu tidak se-spesial itu.

Sebagai bukti, biarlah aku menceritakan kekurangan-kekurangan ibuku. Dengan begini, akan ada bukti nyata dariku, bahwa ibuku bukanlah ‘hal terindah’ yang ada di dunia ini.

Pertama, ibuku adalah seorang wanita yang benar-benar egois. Dia tidak selalu ada untukku ketika aku masih kecil. Dia memilih untuk bekerja di kantor, bergaul bersama teman-temannya, sementara aku selalu kesepian saat pulang dari TK. Hal itu jahat bukan? Maksudku, apakah dia sama sekali tidak tahu, bahwa anak kecil selalu rindu akan Ibunya?

Tidak cukup sampai di situ. Saat dia pulang dari kantor di sore hari, dia akan memasang tampang lelah, dan tak mengacuhkan cerita-cerita hebatku di hari itu. Dia hanya akan sesekali mengangguk, lalu berlalu. Beberapa menit setelahnya, aku akan melihatnya sibuk dengan hal lain, seperti mencuci piring misalnya. Apakah anaknya ini tidak lebih penting dari piring kotor?

Bagaimana? Masih ragu bahwa ibu bukanlah ‘hal terindah’ yang ada di dunia ini? Tenang, aku masih punya banyak alasan lain dari kisahku.

Aku selalu iri melihat teman-temanku yang memiliki mainan bagus yang bisa dibanggakan. Aku ingin memilikinya. Dan bukankah setiap anak laki-laki akan selalu seperti itu? Lalu apa yang diberikan Ibuku untukku? Tak ada.

Tidak hanya soal mainan, dalam hal lain pun, aku tidak pernah mendapatkan apa yang kuinginkan. Aku ingin membeli bakpao dan Ice Cream Walls yang lewat di depan rumahku. Dan ya, seperti yang kalian kira, Ibuku tidak pernah membelikanku. Apakah seperti itu yang dinamakan cinta?

Oke, mungkin ada yang berkata bahwa, “Mungkin saja Ibumu sedang tidak punya uang.” Atau “Keluargamu memiliki kebutuhan lain yang lebih penting.” Maka responku hanya satu, “Lalu buat apa dia bekerja setiap hari? Jika pada akhirnya dia tidak bisa membuat aku menjadi orang kaya?”

Ayolah, waktu kecil (bahkan sampai sekarang) kita pasti pernah memikirkan hal ini: Mengapa aku tidak terlahir dari keluarga yang kaya?

Apa tebakanku benar? Aku rasa benar. Dan Ibuku, telah gagal dalam hal ini. Dia tidak melaksanakan tugasnya untuk melahirkanku dalam keadaan yang kaya dan berkecukupan. Dia sungguh tak bertanggung jawab. Padahal, di luar sana, ada ribuan Ibu lain yang bisa melahirkanku dalam keadaan yang kaya dan berkecukupan, lalu mengapa harus dia yang menjadi ibuku? Mengapa?

Ibuku tidak memberikanku standar kehidupan yang layak. Itulah alasan kedua mengapa Ibu bukanlah ‘hal terindah’ di dunia ini.

Dan alasan ketiga, atau yang terakhir -setidaknya untuk saat ini- adalah Ibuku benar-benar orang yang cerewet. Sejak kecil, di malam hari dia selalu banyak menghabiskan waktunya untuk menceramahiku dengan hal-hal yang tidak perlu. Saat aku beranjak dewasa, dia terlalu sering mengkhawatirkan aku, mengingatkan aku pada hal-hal kecil, seperti buku pelajaran misalnya. Padahal, aku yang beranjak dewasa adalah orang yang sedang mencari jati diri. Dan bagaimana mungkin aku bisa mendapatkan kepercayaan diri itu, jika Ibuku, orang yang (katanya) paling sayang terhadapku, justru tidak sepenuhnya percaya padaku?!

Dia terlalu banyak bicara, bahkan hingga kini. Dan kau tahu? Itu sangat mengangguku.

Maaf Ibu, tapi aku benci kamu.

Oke, mungkin itu saja beberapa alasan yang dapat kukatakan padamu tentang keburukan Ibuku. Lain kali, akan kusambung lagi. Keburukan Ibuku terlalu banyak untuk dikatakan dalam beberapa kata. Maksudku, aku bisa saja memberikan banyak alasan lagi, hanya saja saat ini aku sedang malas.

Benarkah kau sedang malas? Atau mungkin, kamu kesulitan untuk mencari alasan lain?

Siapa itu? Suara dari mana itu?

Tak masalah suara ini berasal dari mana. Masalahnya adalah, benarkah kau sedang malas? Atau sebenarnya kamu hanya kesulitan mencari alasan lain?

Omong kosong, tentu saja aku sedang malas. Aku bisa menyebutkan ratusan alasan lain kalau kau mau!

Bagus, aku mau.

Apa?

Aku mau mendengar ratusan alasan lainnya dari mulutmu.

Baiklah suara yang tak jelas asalnya, akan kukabulkan permintaanmu. Dan setelah aku menyebutkan ratusan alasan itu, kau harus berhenti menggangguku. Sepakat?

Tak masalah.

Baiklah, jadi ini alasannya...

...

Mengapa, kau kesulitan mencarinya sobat kecilku?

Diam, kau membuat aku sulit untuk berpikir! Aku hanya perlu waktu sebentar untuk menemukan alasan-alasan yang sudah bertebaran itu!

Oh ya? Tapi aku melihat sebaliknya. Semakin kau mengingat-ingat tentang ibumu, maka semakin banyak kenangan indah yang terngiang padamu, bukan begitu sobat?

Ahh, berhenti memanggilku dengan sebutan sobat!

Baiklah baik, bagaimana kalau untuk lebih mudahnya, kita mulai dari hal-hal kecil yang menyebalkan dari ibumu. Kau bisa sebutkan?

Tentu aku bisa. Baiklah, seperti aku bilang di awal tadi, ibuku adalah orang yang sangat cerewet. Dia selalu saja mengkhawatirkan tentang aku, padahal aku adalah seorang anak lelaki yang sudah mandiri. Dia tidak begitu percaya padaku.

Lalu apa yang membuat hal itu menjadi buruk?

Tentu saja buruk, karena dengan begitu, aku... aku... selalu tahu, saat aku kesulitan, aku harus menuju kepada siapa.

Siapa?

Ibuku. Tentu saja, setiap aku kesulitan, aku selalu mengadu kepada Ibuku. Dan dia selalu... ada?

Ya, sebuah permulaan yang bagus. Jadi, sekarang kamu tahu betapa baiknya kebiasaan cerewet dan kekhawatiran ibumu itu kan? Itu membuatmu merasa aman. Karena kamu tahu, dia akan selalu ada untukmu.

Tidak, itu bukan hal bagus. Itu menjengkelkan.

Ahh, kamu masih saja keras kepala. Sepertinya terlalu sulit untuk mengakuinya untuk orang sepertimu bukan?

Apa maksudmu, aku tak paham.

Oke, sekarang bagaimana dengan bagian dia yang tidak memiliki waktu untukku, karena selalu sibuk bekerja, dan pada akhirnya, dia tetap tidak memberikan standar hidup yang tinggi untukku?

Kamu tahu alasannya.

Maksudmu?

Ya, kamu tahu alasannya, kamu hanya terus menolak alasan itu, meskipun hatimu sudah lama menerimanya.

Maksudmu, aku akan menerima alasan bahwa Ibuku bekerja untuk menghidupi aku dan ketiga kakakku dengan standar yang layak, meskipun pada akhirnya kita tidak bisa benar-benar menjadi kaya? Konyol! Itu alasan yang konyol. Itu...

Kamu tahu bahwa dalam berbagai kasus yang lain, ada banyak orang tua yang bekerja lebih lama, lebih sibuk, dan lebih keras dari Ibumu bukan? Juga, dalam kasus yang lain, ada banyak anak yang dilahirkan dalam keadaan yang jauh lebih miskin darimu. Kamu tahu, bahwa kamu termasuk orang yang beruntung. Bukan begitu?

Oke. Oke, baiklah. Aku anggap hal itu benar! Kau puas?

Bukan aku yang puas, tapi kamu...

Apa maksudmu??

...

Hei? Jawab aku! Kenapa kau tiba-tiba hilang?

Lucu sekali. Tiba-tiba kau datang, mengacaukan semua yang kupercaya dengan logikaku. Dan sekarang, kau pergi menghilang begitu saja? Benar-benar lucu. Kau pikir kau sudah berhasil merubahku? Kau salah! Ibu bagiku tetaplah bukan ‘hal terindah’ yang ada di dunia. Aku, masih membenci Ibu!

***

Ya Ibu, aku masih membencimu. Kamu dengar itu?

Aku tahu, kamu cukup baik padaku saat melahirkanku. Kamu bisa saja mati saat melahirkanku, namun kamu dengan usaha kerasmu, pada akhirnya membuatku ada di dunia ini. Tapi, apanya yang spesial? Jutaan orang lain juga melakukan hal itu bukan? Meskipun, yah, nyaris mati bukanlah hal yang kecil.

Aku tahu kamu juga cukup baik saat menjual perhiasanmu yang paling berharga, cincin emas pemberian almarhum Ayah, demi mencarikan dana kuliah untukku. Tapi, semua orangtua akan melakukan hal itu juga bukan? Itu bukan sesuatu yang spesial. Meskipun, yah, perhiasan itu adalah benda yang benar-benar berharga.

Ah, mengingat-ingat ‘sedikit’ kebaikanmu membuatku memikirkan hal itu. Kamu ingat saat aku putus dengan pacar pertamaku? Iya, waktu itu aku dicampakkan dan merasa bagaikan orang paling hina di dunia. Aku kesulitan tidur selama satu minggu, dan kamu melihatku. Kamu merasakan kesakitanku waktu itu. Lalu kamu menuliskan status di Facebook (sesuatu yang tidak pernah kamu lakukan, meskipun kamu sudah memiliki account facebook sejak bertahun-tahun yang lalu) tentang kesedihanmu yang melihat aku sedih. Dan kamu tahu? Tindakanmu itu telah membuat aku untuk pertama kalinya setelah putus, menangis. Ya, aku menangis gara-gara kamu. Aku tidak meneteskan sedikitpun air mata ketika aku putus, tapi ketika melihat kamu sedih gara-gara melihatku sedih, aku menangis. Aku menyesal karena telah membuatmu sedih. Anak macam apa aku ini?

Hei, tunggu dulu. Kenapa aku jadi melantur begini? Aku sedang membicarakan keburukanmu dan menunjukan pada semua orang bahwa Ibu itu bukanlah ‘hal terindah’ di dunia ini. Lalu mengapa tiba-tiba aku mengingat hal indah tentang kamu?

Ataukah jangan-jangan, Ibu memang merupakan ‘hal terindah’ dalam hidup ini?

***

Baiklah, aku menyerah. Aku mencoba untuk membencimu ibu. Tapi semakin aku mencoba, rasanya justru semakin mustahil bagiku untuk membencimu. Mungkin kau memang tidak sempurna, tidak selalu ada untukku di waktu aku kecil, atau tidak memberiku kehidupan yang bergelimang harta, atau juga tidak bisa sepenuhnya melihatku sebagai orang yang mandiri. Tapi, dari sedikit ketidaksempurnaanmu itu, tetap saja terselip keindahan yang tidak dapat dilogikakan.

Bahkan, saat otakku berusaha mati-matian untuk membencimu, hatiku terus saja mengingatkan tentang kata ‘C’ itu. Kata keramat yang rasanya tidak pantas diucapkan oleh seorang bajingan seperti aku ini.

Aku yakin, jika kamu tahu betapa aku membencimu sekarang, kamu tetap akan tersenyum hangat untukku bukan? Seperti yang selalu kamu lakukan selama ini.

Ibu, mungkin aku akan selalu jadi jagoan kecilmu, yang selalu memerlukan bantuanmu untuk membuat teh dengan rasa paling enak di dunia. Tak peduli seberapa besarnya aku, seberapa kayanya aku, sebarapa berkuasanya aku. Aku akan selalu menjadi jagoan kecilmu.

Oh Ibu, aku benar-benar membencimu. Aku membencimu untuk semua cinta yang kau berikan. Cinta yang tak akan pernah bisa kubalas. Ya, aku benci itu.

Ibu, sudahkah kamu dengar, bahwa kamu adalah ‘hal terindah’ yang ada di duniaku?

Yogyakarta, 22 Desember 2013

NB : Untukmembaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community: http://www.facebook.com/groups/175201439229892/

Ilustrasi: FB The Muslim Show

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun