Ignatius Lim sudah berjanji untuk menyimpan keterangan tentang pribadi Anwar Hazidi sampai kapanpun diperlukan. Kebanyakan publisis meluncurkan spekulasi bahwa penulis aslinya adalah seorang wanita asal Belanda yang mungkin menyimpan banyak catatan sejarah, kemudian bermaksud mengedarkan propaganda sipil lewat cerita-cerita yang menggugah. Kalangan media tidak percaya begitu saja. Keahlian mereka berhasil meyakinkan para pembacanya bahwa penulis sejatinya adalah seorang laki-laki yang identitasnya sengaja disembunyikan demi nilai jual buku. Mereka bahkan memprediksi bahwa jika penulisnya muncul di hadapan publik sejak awal, mungkin buku-buku ini tidak laris seperti sekarang.
Bulan November 2008, sebelas tahun setelah peluncuran pertama Pengaruh, Anwar Hazidi meninggal dunia.
Ignatius langsung meluncur dengan kereta ke Malang menemui keluarga besar Anwar, terutama Risa, sang istri yang sangat terpukul. Rumah yang terakhir kali ia datangi saat perayaan ulang tahun itu, kehilangan karismanya dalam sekejap. Hingar-bingar meluap di setiap sudut, bahkan beberapa tanaman seperti layu dengan sendirinya karena duka yang mendalam. Dari Risa sendirilah Ignatius mendapati kalau Anwar meninggal dalam tidurnya, menyusul gagal ginjal yang temannya sendiri tak ketahui. Seberapa pahampun Ignatius tentang ketertutupan kehidupan keluarga seorang Anwar Hazidi, ia tetap saja menyesal mengapa sangat terlambat mengetahui banyak hal tentang temannya itu sebelum semuanya terlambat seperti sekarang. Perdagangan sering kali membingungkan karena banyak pelakunya meraih kesuksesan lewat mitra-mitra tapi tetap riuh rendah jauh dari kesohoran publik. Di pemakaman, Ignatius menyatakan kehilangan sembari melepas topinya.
Meski demikian, kalangan pembaca tak tahu apa-apa tentang kematian seseorang. Buku Pengaruh dan Epos semakin laris bahkan diulas banyak koran. Semuanya terjadi begitu saja, jam demi jam di hari kematian itu, tak ada yang tahu.
Sampai sebuah obituari muncul di laman depan koran sore di Surabaya.
OBITUARI - CHARLES BADWIN
Anehnya, obituari itu tidak terlalu panjang, dan tak seorang analis pun bisa menebak siapa yang menyusun tuRisan tanpa nama penulis itu. Koran HALUAN tempat obituari itu ditayangkan pun bungkam hingga ke jajaran editor.
Obituari itu kemudian mulai diperbincangkan. Penggal-demi-penggal bagian dari susunan tulisan pengantar kematian itu membuka mata banyak orang.
Mengenal seorang Charles Badwin membuka mata tentang apa yang perlu dihadapi dalam hidup. Menurutnya, karena takdir telah ditentukan oleh Tuhan, tidak ada tujuan lebih penting dari kehidupan manusia daripada menemukan diri sendiri, seutuhnya.
Tiga tahun berlalu tanpa kejelasan. Hingga akhirnya buku-buku lanjutan Pengaruh dan Epos tidak selaris buku sebelumnya, dan sebuah nama pesohor kini tenggelam tak lagi dicari, Ignatius membuka semuanya. Ia mengaku mimpi-mimpi dan kegelisahan membuatnya mengambil keputusan untuk menjawab rasa penasaran publik tentang dua hal: 1. Siapa sebenarnya Charles Badwin?, dan yang paling penting 2. Siapa yang menulis Obituarinya?. Kedua pertanyaan itu terjawab atas permisi Nyonya Risa Hazidi.
Pertanyaan pertama terjawab dengan mudah, sesuai tebakan banyak orang media sebelumnya. Tentang pertanyaan kedua, publik gempar. Itu karena penulis Obituari Charles Badwin, adalah sang pemilik nama pena itu sendiri.