"Jelas datang dengan Mercy." Anwar menebak, dari klimis rambut temannya itu, tidak mungkin ia kemari dengan sepeda motor atau kendaraan bak terbuka.
Mendengar tebakan itu, Ignatius tersenyum, mengangkat gelasnya dan menawarkan sulang yang mendentingkan dua kaca penuh minuman warna. "BMW," katanya mengelak. "Kau tahu sendiri aku sudah enam bulan ganti mobil, bosan dengan logo tiga penjuru itu."
"Ha ha ha...." Anwar tertawa. "Kamu ini. Apa semua editor harus sombong seperti dirimu? Bikin banyak orang jengah ya pasti?"
Mereka tertawa lagi. Setelah berbincang basa-basi sekitar lima belas menit, Ignatius langsung menembak maksud. Ia memperbaiki posisi pantatnya yang sedari tadi nyaris terlepas dari tepian kursi rotan itu.
"Anwar, aku merasa sudah saatnya aku membantumu. Sebagai teman, tentunya."
"Maksudnya?" Anwar melepas bibirnya dari tepian gelas setelah sejumput minuman lesap ke kerongkongan.
"Penerbitku memerlukan tuRisan, dan aku rasa naskah-naskahmu sudah saatnya diterbitkan."
"Naskah? Maksudmu..."
"Iya, yang tiga tahun terakhir ini. Tunggu apa lagi? Mau sampai kapan kamu simpan mereka di dalam koper dan bawah ranjang? Sudah saatnya orang lain tahu."
Anwar menggeleng. "Aku sudah bilang itu bukan untuk dipublikasikan. Aduh, naskah-naskah itu cuma karangan cerita masa kecilku, Lim. Kamu kan tahu sendiri, aku belum punya keberanian untuk dikenal orang. Cerita-cerita ini, aku bikin untuk Risa, bukan siapapun. Aku ketik pakai mesin manual kecil dan penampilannya tidak terlalu menarik. Menurutku sudah jadi pencapaian tertinggi kalau istriku itu senang dan berbagi kebahagiaannya dengan anak-anak kami. Tidak perlu berlebihan di semua prosesnya. Belum siap."
"Akan kami urus perbaikannya nanti. Dengar," Ignatius mendekatkan kursinya. "... Cerita tentang anak layangan, yang tumbuh di panti asuhan, kemudian menjadi direksi sebuah perusahaan ekspor impor, ini tidak perlu ditunggu terlalu lama untuk membuat orang banyak tergugah. Ini inspirasi. Bangsa kita kehilangan banyak tokoh yang mau menceritakan kisah-kisah indah di tengah keterpurukan ekonomi ini. Kita punya banyak orang pintar tapi masyarakat kita masih kurang bacaan bermutu. Kamu satu dari sedikit pengusaha dagang yang diperkirakan akan selamat menghadapi krisis akhir tahun, dan perasaanku baik soal kamu dan proyek ini, Anwar. Dan kurasa, kamu juga tidak suka kalau toko-toko buku kita diserbu bacaan dari Jepang dan Amerika!?"