Dari belakang Makmun, Pak Ilman datang membawa motor mungilnya.
"Wah... wah... wah.... Pada capek ya," komentarnya singkat. Ia lalu mengambil kembalian sewa mobil yang diserahkan makmun.
Orang tua itu duduk bergabung di atas lantai. Makmun ikut merapatkan badannya di tiang penyangga atap teras itu.
"Andri, saya tahu kamu yang paling tua di antara mereka," Pak Ilman membuka pembicaraan. Kembali ia letakkan kopiah di atas lantai.
Andri menegakkan duduknya, diikuti Irwan yang menyimak di samping teman-temannya yang tidur.
"Kalian anak baik. Saya ingin kalian sering-sering di sini, membantu-bantu tambak lele dan peternakan bareng Mas Makmun. Kalian bisa?"
Andri berpikir sejenak. Ia memandang Irwan yang sama bingungnya. Di pikiran mereka, adalah keputusan besar jika harus meninggalkan kesibukan harian mereka mengamen di persimpangan Gejayan.
"Akan kita coba, Pak Ilman," jawab Andri pada akhirnya.
"Begini, nak." Pak Ilman mendekat. "Kalau kalian mau, kalian bisa tinggal di sini. Di rumah ini. Kalian bisa belajar agama, sama seperti anak-anak lain di kampung ini."
"Benar, Pak?" sontak Irwan bertanya dengan gembira. Alisnya di angkat, tangannya dikepalkan.
Pak Ilman mengangguk. "Itu kalau kalian tidak keberatan."