Mohon tunggu...
Afrizal Ramadhan
Afrizal Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Bekerjalah pada keabadian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Tak Lekang oleh Waktu

26 November 2024   14:57 Diperbarui: 26 November 2024   15:02 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Halo, nona muda. Kamu terlihat sangat menawan, apa aku boleh meminjam senyumanmu?"

"Hey, Aku sudah bukan nona muda lagi."

"Tapi kau masih terlihat sama di mataku, masih terlihat cantik dengan ekperesi arogan sama seperti dahulu."

Itulah percakapan kami sekarang dan juga rasa romantis yang dulu pernah aku ucapkan terhadapnya. Ternyata perasaan seperti ini tetap bertahan meski sudah berpuluh-puluh tahun lamanya.

Yapp, tiga puluh tahun yang lalu.

Setidaknya waktu itu jatuh cinta menurutku tidak akan semenarik ini. Seperti hal nya kau menyukainya sementara dan perasaannya bisa tiba-tiba menghilang begitu saja. Entah kapan tibanya, tetapi kehidupan ternyata kadang tak pernah dapat diterka oleh akal manusia.

***

Aku Ben, tahun ini menjadi mahasiswa akhir yang sebentar lagi akan menghadapi skripsi, sidang, dan kelak wisuda. Aku hobi menulis--yang bahkan sering meniru kelakuan para penyair dari sisi keromantisannya atau ke-nyelenehannya. Sebab entah kenapa semakin lama menulis itu dunia kadang menjadi lebih kecil dan waktu di dunia ini juga semakin singkat.

Hari ini selesai dari perpustakaan aku pergi ke taman kampus yang biasanya menjadi tempat bersantai para mahasiswa. Sembari menenteng tas yang bergelembung dan memegang buku puisi karya Amir Hamzah--penyair kesukaanku untuk kubaca nanti. Di taman kadang ramai tapi kadang sepi juga, lebih banyak yang berkumpul di sini biasanya adalah mahasiswa semester baru. Tapi hari ini ternyata cukup sepi karena banyak bangku dan tempat yang terlihat kosong.

Aku berjalan menuju sepertiga taman ini tempat biasanya aku duduk. Namun di sana ternyata ada seorang wanita yang sudah menempatinya. Meskipun aku tetap menuju ke arah sana karena mungkin itu tempat favoritku.

"Halo, nona muda. Boleh aku duduk di sini?" Tanyaku tepat di depan wanita tersebut.

"Kenapa harus di sini? Kan banyak tempat kosong di sana," ketusnya melirikku sebentar dan berpaling ke selembaran kertas di tangannya.

"Tapi ini bangku milikku. Apa kamu sudah nyaman duduk pada kepunyaanku?" Tanyaku mencoba menarik perhatiannya. Tapi memang benar bangku ini berbeda dari bangku lain yang ada di taman. Tidak terlalu panjang hanya muat untuk dua orang yang mana aku benar-benar membawa bangku ini sendiri dan menaruhnya.

"Guyon sekali. Bagaimana mungkin ini milikmu dan bukan milik kampus. Aku juga sudah nyaman di sini. Silakan cari tempat yang lain saja dan jangan menggangguku lagi." Ia lagi-lagi dengan nada ketusnya.

"Baiklah, aku akan duduk di bangku yang lain."

Beberapa saat kemudian aku datang lagi ke tempat di mana wanita tersebut berada. Namun kali ini datang dengan membawa bangku sendiri yang kupinjam dari tukang mie ayam yang mangkal di dekat sini.

"Halo, nona aku duduk di sini." Sambil melambai ke arahnya dengan senyuman meledek. Jarak kami hanya satu meter saja. Sementara ia memalingkan wajahnya, entah kepalanya sedikit bergetar dan aku rasa ia sedang terkekeh.

Setelah itu kami hanya sibuk masing-masing. Seperti saling ada tetapi juga saling mengabaikan.

Keesokan harinya setelah kelasku selesai, aku langsung menuju perpustakaan untuk meminjam beberapa buku yang harus digunakan sebagai referensi sebuah tugas. Perpustakaan di sini cukup baik, secara luas dan cukup banyak koleksinya juga. Meskipun seperti biasa tetap sepi atau memang sumber pengetahuan itu selalu dikutuk oleh kesepian dan hanya pejalan-pejalan sunyi saja yang dapat memasukinya? Entahlah. Tapi sebelum mengambil buku tujuanku, aku tak sengaja meraih tangan seseorang--yang sepertinya kami sama-sama membutuhkan buku ini.

"Maaf, saya membutuhkan buku ini," kataku spontan agar tak terjadi situasi yang lebih canggung.

"Aku juga butuh untuk tugas."

Sebelum melirik, suara itu sepertinya tidak terlalu asing. Dan ternyata itu wanita yang kemarin kugoda di taman. Ternyata ia juga sepertinya mendapat tugas dari dosen yang sama. Sangat kebetulan.

"Maaf, nona. Saya sudah janjian untuk berkencan dengan buku ini," Aku menolehnya dengan tatapan penuh keyakinan.

"Ah ternyata manusia yang kemarin. Tapi sorry ya. Ladies first." Wanita itu langsung dengan cekat mengambil buku itu dan langsung pergi. Sebelum yang arogan itu aku mengurungkan niatku untuk berdiskusi dengannya dan diam-diam mengikuti.

Beberapa saat menuju kantin, wanita itu berbalik ke arahku dan berkata, "Kenapa kamu ikutin aku?"

"Tidak ada. Hanya ingin mengawasi kalau kekasihku baik-baik saja," balasku senyum.

"Ih, kita kenal saja tidak. Ngaku-ngaku kekasih!" Ketusnya melirik ke kanan dan ke kiri.

"Loh? Maksud aku buku yang kau ambil itu."

Wanita itu pun membeku, wajahnya memerah dan langkah kakinya dipercepat sehingga aku pun mengikuti iramanya sambil sedikit tak tahu malu.

Aku memesan minuman dan semangkok mie yang ada di kantin. Sedangkan wanita yang kuikuti sejak tadi itu berada tak jauh dariku dengan sesekali was-was terhadapku. Meskipun aku juga sesekali melambai ke arahnya saat mata kami bertemu.

Namun, beberapa jam menunggu wanita itu akhirnya selesai dengan kerjaannya. Aku dihampiri olehnya dan diberikan buku itu walau masih tetap dengan ekperesi arogannya. Tapi menurutku hari ini cukup seru juga.

Kemudian beberapa hari ini aku berada di taman dengan fokus mengerjakan tugas karena aku cukup sulit memahaminya bahkan setelah tiga gelas dan semangkok bakso habis aku belum juga paham. Sampai seseorang menegurku berkali-kali karena aku terlalu fokus dengan laptopku.

"Hei. Aku mau balikin buku itu."

"Iya, nanti."

"Itu atas namaku. Sekarang aku mau ke perpustakaan."

"Iya, baiklah nanti."

"Hei!" Teriakannya membuatku mulai sadar.

"Oh nona. Ada apa?" Tanyaku cengengesan.

"Aku mau balikin buku itu. Kan peminjamnya atas namaku dan ini sudah hari terakhir pengembaliannya. Jadi, sini." Ia dengan nada tegas ingin meminta buku yang sedang kugunakan ini.

"Tapi aku belum selesai, sebentar lagi ya," ucapku lalu dengan sengaja kembali menatapi laptop.

"Emang kamu sudah sampai man--loh? Kok baru pendahuluan sih. Kan sudah hampir seminggu. Aku saja setengah hari selesai," omelnya melirik ke dalam laptopku yang memang baru ingin selesai di pendahuluan.

"Hmm. Sepertinya buku dengan wanita sama-sama sulit dipahami ya. Aku hampir menyerah sejak kemarin."

"Aduh, yaudah deh aku bantuin. Ini tugas dari dosen pak Bima, kan?" Tanyanya langsung duduk di sebelahku.

"Iya, betul. Emang sama? Aku kebagian poin C sih."

"Sudah kamu diam saja." Wanita itu yang belum diketahui namanya bahkan, mengambil alih laptopku. Ia mengeluarkan USB dari tasnya untuk kemudian memasukkannya ke laptopku. Hanya perlu lima menit setelahnya ia selesai mengerjakannya. Ternyata tugas kami sama poin C sehingga ia hanya menyalin-tempelkan dan mengganti namanya. Di sana aku juga baru tahu bahwa nama wanita ini ialah Safira Adelia.

"Siapa namamu?" Tanyanya.

"Bintang Ade purnama, usia 22, alamat--" belum selesai ia memberhentikan tapi kali ini dengan simpul senyum di bibirnya.

Sebelum ia pergi, kami cukup berbincang sebentar dan aku traktir bakso karena kebaikannya untuk menolongku. Ternyata ia cukup aktif juga mengobrol tetapi lebih banyak membicarakan dosen, tugas, lingkungan kampus.

Hari-hari berlanjut dengan cepat dan banyak juga keajaiban yang terjadi di sini. Entah kenapa aku dan Safira menjadi lebih dekat karena banyak kebetulan yang membuat kami berdua ada di situasi aneh. Mau itu berdebat atau secara kebetulan menginginkan buku yang sama kembali dan bahkan pernah merebutkan lauk ayam bakar terakhir di kantin kampus. Dan itulah awal mula serentetan takdir yang saling menyambungkan sehelai demi sehelai benang merah hingga aku dan Safira akhirnya menjadi sepasang kekasih yang hanya sebentar pacaran lalu menikah. Tiga puluh tahun yang lalu itu ternyata cepat sekali waktu berjalan walaupun cintaku terhadapnya selalu sama tak berubah sedikit pun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun