"Sudah kamu diam saja." Wanita itu yang belum diketahui namanya bahkan, mengambil alih laptopku. Ia mengeluarkan USB dari tasnya untuk kemudian memasukkannya ke laptopku. Hanya perlu lima menit setelahnya ia selesai mengerjakannya. Ternyata tugas kami sama poin C sehingga ia hanya menyalin-tempelkan dan mengganti namanya. Di sana aku juga baru tahu bahwa nama wanita ini ialah Safira Adelia.
"Siapa namamu?" Tanyanya.
"Bintang Ade purnama, usia 22, alamat--" belum selesai ia memberhentikan tapi kali ini dengan simpul senyum di bibirnya.
Sebelum ia pergi, kami cukup berbincang sebentar dan aku traktir bakso karena kebaikannya untuk menolongku. Ternyata ia cukup aktif juga mengobrol tetapi lebih banyak membicarakan dosen, tugas, lingkungan kampus.
Hari-hari berlanjut dengan cepat dan banyak juga keajaiban yang terjadi di sini. Entah kenapa aku dan Safira menjadi lebih dekat karena banyak kebetulan yang membuat kami berdua ada di situasi aneh. Mau itu berdebat atau secara kebetulan menginginkan buku yang sama kembali dan bahkan pernah merebutkan lauk ayam bakar terakhir di kantin kampus. Dan itulah awal mula serentetan takdir yang saling menyambungkan sehelai demi sehelai benang merah hingga aku dan Safira akhirnya menjadi sepasang kekasih yang hanya sebentar pacaran lalu menikah. Tiga puluh tahun yang lalu itu ternyata cepat sekali waktu berjalan walaupun cintaku terhadapnya selalu sama tak berubah sedikit pun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H