Mohon tunggu...
Afriza Hanifa
Afriza Hanifa Mohon Tunggu... Penulis, Ibu Rumah Tangga -

Stay-at-home mom, freelance writer, ex-journalist. Interested in writing, and love reading.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sistem Relawan untuk Menunjang PKH

2 Maret 2019   09:25 Diperbarui: 2 Maret 2019   09:49 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan saja, satu orang Pendamping PKH membina 200-250 Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Angka ini memang menurun sejak tahun 2018, karena di tahun sebelumnya, seorang pendamping mengurus 300-350 KPM! Meski demikian, adakah yang menjamin keefektifan 1 orang versus 200 ibu-ibu?

Pemikiran di atas bukanlah sekedar opini kosong belaka. Sebuah penelitian membuktikan bahwasanya Pendamping PKH kewalahan menangani banyaknya KPM yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam Journal of Nonformal Education and Community Empowerment, tim peneliti dari Universitas Negeri Semarang menyimpulkan bahwasanya peran Pendamping PKH sudah sangat baik, hanya saja jumlahnya perlu ditambah. Berikut kutipannya,

"Peran seorang pendamping sudah cukup baik. Setidaknya jumlah pendamping ditambah. Penempatan pendamping sebaiknya dekat dengan domisili pendamping agar pendampingan lebih efektif tidak terkendala oleh jauhnya tempat pendampingan."

Mendampingi ratusan KPM otomatis menghadapi pula cakupan wilayah yang luas. Hal ini, dalam penelitian tersebut, menjadi kendala berat yang disampaikan para Pendamping PKH. Dampaknya, tujuan PKH akan berakhir di jangka pendek saja akibat pembinaan yang kurang maksimal. Sungguh sangat disayangkan jika kemudian rantai kemiskinan itu tak goyah meski sejengkal.

Pantaslah jika kemudian banyak sekali keluhan tentang KPM yang menghabiskan dana sosial di luar peruntukannya. Bukan sebagai harapan sejahtera, namun justru untuk memenuhi gaya hidup yang tak perlu. Sebut saja untuk jalan-jalan, membeli pulsa, handphone, sbahkan untuk membeli makanan mahal.

Pola konsumtif tentu saja dialami setiap orang, termasuk di kalangan keluarga miskin. Jika mereka tak didampingi, pola konsumtif ini akan menjadi penyakit yang mematikan harapan keluarga untuk hidup sejahtera. Karena itulah mereka sangat perlu diedukasi, didampingi, dibina, dan diarahkan.

Perbanyak Pendamping PKH

Sub judul di atas cukup berbahaya meski berpotensi untuk menjadi solusi. Muasalnya,  memperbanyak Pendamping PKH artinya akan menambah beban negara. Mereka para PKH memang lah pekerja di bidang sosial. Namun mereka bukanlah relawan melainkan pekerja yang digaji negara.

Menurut portal viva.com, Kementerian Sosial (Kemensos) bahkan menganggarkan sebesar 1,4 triliun untuk SDM PKH tahun 2019. Belum lagi adanya rencana Presiden RI, Joko Widodo untuk memproses para SDM PKH menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

Dengan jumlah yang sekarang, yakni sekitar 39 ribu pekerja PKH, negara harus mengeluarkan lebih dari satu triliun rupiah. Bayangkan jika pendamping PKH harus ditambah dengan jumlah yang besar. Pastilah butuh anggaran yang sangat besar pula. Padahal jika ada anggaran besar yang available, bukankah lebih baik memperbanyak jumlah dana ataupun memperbanyak KPM?!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun