"Gelang sama outer batik. Kayaknya sih lucu kalau kau yang pakai, semoga suka ya!" jelasnya lembut sembari mengelus kepalaku. Tidak berubah, caranya mengelus kepalaku masih sama seperti dulu.
"Wah, makasih. Bunganya wangi banget, hehe. Oh iya, kau mau minum apa, Bang?" kataku.
"Nggak usah, aku habis makan tadi. Kau kek mana kabarnya?" tanyanya yang kini duduk di sebelahku persis.
"Baik kok, kau gimana? Sampai di Jawa kapan? Kok nggak berkabar kalau mau ke sini?" jawabku.
"Sengaja, biar kejutan, hehe. Dari dua hari lalu aku udah di Semarang dan kemarin juga sempat lihat kau boncengan sama cowok kok, malam-malam."
"Kapan?" tanyaku yang agak heran.
"Malam minggu, sekitar jam 8 gitu. Pakai baju putih kaunya pas itu," rincinya.
"Oh iya, mau bungkus makan. Jangan-jangan, kau yang di burjo belakang kos ini, ya?"
"Iya, kita sempat saling lihat, kan? Tapi kau langsung palingkan muka, haha."
"Haha, iya soalnya aku takut salah orang aja."
Tempo hari, aku memang melihat seseorang yang sepintas mirip dengannya. Bahkan, kami sempat saling melihat untuk beberapa detik. Hati kecilku memang berkata, itu adalah dia. Namun, nalarku seolah meyakinkan diri bahwa dia sedang tidak ada di sini.