Aku tahu, dia memendam curiga yang teramat banyak. Bahkan aku sadar, dia sering menahan diri untuk tidak bertanya hanya karena dia takut mood-ku terganggu. Dia takut aku marah, dia berpasrah.Â
"Kok ngelamun terus?" tanyaku heran.Â
"Hah? Nggak ngelamun kok. Masih panas ini sotonya, Bang!" jawabnya bohong.
"Mana ada panas, udah dinginnya itu! Cepatlah makanmu itu!" kataku yang kemudian mematikan sebatang rokok yang telah habis aku hisap.
"Kok galak kali kau, Bang!" tanggapannya lirih.
Aku tidak marah, tapi memang begitulah gaya bicaraku. Maklumlah, darah Batak mengalir deras dalam tubuhku. Beda dengan dia yang berdarah Jawa. Wajar jika banyak yang mengira bahwa kami bertengkar saat mengobrol.
"Bang....." panggilnya yang masih juga belum menghabiskan sotonya.
Aku mengangguk tanpa suara yang menandakan respons dari panggilannya.
Ang..eng..ang..eng, kelagepan. Tampak bingung dan ragu, dia pun mengurungkan niatnya untuk bicara.
"Nggak jadi, lanjutin aja main gimnya Bang!" celetuknya.