Aku masih bingung dan Firman kembali menatapku dengan sinyal yang satu frekuensi.
"Sudah dari awal semester lalu Abang berada di titikmu itu. Penat, malas, bingung dan ujungnya apa? Semua Abang abaikan karena gairah untuk menyelesaikan tugas pun nggak ada. Kalau pun ada, pasti nggak akan maksimal. Jadi, ya udah, nggak Abang paksa otak Abang satu-satunya. Hahaha" jelas lelakiku sembari beranjak mencari rokoknya di laci.
"Buka pintunya, Yang!" perintahnya padaku yang kemudian aku turuti. "Yang", potongan dari kata sayang yang dia gunakan untuk memanggilku.
Firman terdiam. Aku mengambil laporan praktikumnya yang bercecer di lantai dan meletakannya di meja. Lelakiku duduk di lantai dekat pintu sembari menikmati kepulan demi kepulan asap rokok yang dihisapnya.
"Kalian kenapa bisa demot sampai segininya, sih?" celetukku yang kembali duduk menyebelahi lelakiku.
"Apa demot?"Â tanya lelakiku.
"Demotivation, semacam kehilangan motivasi belajar, Bang!" jelasku.
Tak ada respons dari kedua lelaki yang sedang berada dalam satu ruangan denganku. Keduanya sibuk beradu tarikan napas sambil menampakkan wajah berpikir.
"Kau, Dik! Kenapa bisa kek gitunya?" tembakku ke Firman.
"Capek, Kak. Bosan aku dengan laporan praktikum yang tidak ada hentinya. Belum lagi tugas lain yang benar-benar menekan pikiranku, Kak!" jawabnya.
Mataku berpindah pandang ke arah lelakiku yang sepertinya paham bahwa aku tengah menunggu jawabannya.