Mohon tunggu...
Asri Wijayanti
Asri Wijayanti Mohon Tunggu... Konsultan - Penyintas Autoimun, Konsultan Komunikasi

Perempuan asal Semarang, penyintas autoimun, pernah bekerja lembaga internasional di Indonesia dan Myanmar, di bidang pengurangan risiko bencana. Saat ini bekerja sebagai konsultan komunikasi di sebuah lembaga internasional yang bergerak di bidang kependudukan dan kesehatan reproduksi. Alumni State University of New York di Albany, AS, Departemen Komunikasi. Suka belajar tentang budaya dan sejarah, menjelajah, dan mencicipi makanan tradisional. Berbagi cerita juga di www.asriwijayanti.com.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Masa dan Asa

3 Oktober 2015   08:08 Diperbarui: 3 Oktober 2015   09:01 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tak merasakan apa-apa saat mengangkat gagang telepon di apartemenku, lalu mengucapkan selamat tinggal pada Asa. “Aku tak akan menghubungimu lagi, Asa. Selain sangat sulit waktunya, menurutku hidup kita sudah terlalu jauh berbeda. Kamu baik-baiklah di sana.”

Ribuan mil jauhnya dari Masa, Asa terdiam. Ia ingin menyampaikan keberatan. Tapi atas dasar apa? Mereka memang pernah mendirikan sebuah lembaga pemberdayaan masyarakat bersama-sama. Di luar itu, perpaduan Asa dan Masa tak pernah punya nama.

Hati Asa berantakan. Ditaruhnya gagang telepon pelan-pelan. Lututnya tertekuk menyentuh lantai keramik yang dingin. Rangka tubuhnya terasa lungrah. Kehilangan sesuatu yang tak sempat punya nama terasa sangat janggal. Rasanya seperti ada yang tak terselesaikan.

Tokyo, November 2003

Perempuan itu merapatkan mantelnya. Petang itu, ekor topan yang sedang melintas di Tokyo menghajar sekuat-kuatnya, meluruhkan sisa-sisa daun musim gugur yang masih mencoba bertahan di ranting-ranting pohon ginko di Kita-Aoyama.

Gelisah, ia menatap jam tangannya. Sudah banyak orang yang berjalan keluar dari gedung bertingkat itu, tapi ia tak kunjung melihat wajah yang dirindukannya. Ia mulai putus asa. Semua pria yang berjalan di sana tampak hampir sama. Berjalan bergegas seperti robot, dengan mata yang menatap ke depan, dan setelan jas serupa. Ia mulai ragu, jangan-jangan ia telah gagal mengenali rupa Masa, dan melewatkannya saat ia berlalu.

Jamuan makan malam resmi akan dimulai satu jam lagi. Asa masih punya tugas untuk memberikan sambutan, mewakili delegasi Indonesia. Ia membalikkan badan, beranjak pergi. Esok ia akan kembali lagi ke sana, menanti Masa. Tak perlu berkata-kata, tak perlu memeluknya. Asa hanya ingin melihat wajahnya. Mengobati rindunya.

*****

Laki-laki itu menatap ke bawah, ke jalan raya. Ia melihat perempuan bertubuh mungil itu berdiri di sana. Dua jam lamanya, di tengah udara yang 5 derajat celcius dinginnya. Hatinya miris. Ingin ia memeluk tubuh mungil itu, mengajaknya ke kafetaria dan membelikannya kopi panas, namun ia tak bisa. Seorang perempuan lain akan datang tak lama lagi, menemuinya.

Meski ia masih melihat Asa dalam mimpi-mimpinya, ia telah memutuskan untuk berlalu. Membangun karirnya, menjalin hubungan dengan perempuan yang direstui Oto-san dan Oka-san**-nya. Asli Jepang adalah syarat mutlak dari keluarganya. Untuk menunjang karirnya, ia perlu perempuan yang kuat latar belakang pendidikan dan strata keluarganya - supaya bisa dipamerkan. Perempuan ini juga harus rela ditinggal hampir seharian penuh di hari kerja, plus di akhir pekan - karena untuk membangun hubungan baik dengan atasannya, Masa harus rajin minum-minum dan main golf bersama. 

Tapi perempuan di tepi jalan itu sungguh keras kepala. Ia menolak dilupakan, padahal ia tak paham apa yang Masa butuhkan saat ini. Tiap bulan ia tetap mengirimkan rangkuman kabar tentang dirinya, dan tentang perkembangan organisasi yang mereka dirikan bersama lima tahun silam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun