Mohon tunggu...
Afif Fajriansyah
Afif Fajriansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

fotography

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sosial Media Sebagai Media Kampanye Partai Politik

3 Januari 2024   00:33 Diperbarui: 3 Januari 2024   01:07 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abstrak

Teknologi informasi  saat ini mengalami kemajuan yang sangat  pesat. Penggunaan media sosial sebagai alat kampanye politik yang efektif  telah banyak dilaporkan dalam beberapa penelitian. Kekuatan media sosial telah mendorong transparansi dan mendukung demokrasi elektronik di seluruh dunia. 

Masyarakat mempunyai kebebasan  memilih kandidat terbaik untuk mewakili mereka di Kongres. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran media sosial  sebagai media kampanye partai politik. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemenangan dalam suatu pemilu, dan hal tersebut juga dapat dipengaruhi oleh keberadaan akun media sosial yang digunakan setiap kandidat atau partai untuk mengumpulkan pendukungnya. 

Di Indonesia, media  sosial digunakan oleh  hampir semua partai politik, sehingga partai dengan kehadiran yang lebih rendah dibandingkan partai elit akan berusaha lebih keras untuk menunjukkan kinerjanya. Keuntungan lain dari penggunaan media sosial  oleh partai politik adalah dapat menarik lebih banyak simpatisan dari generasi muda seperti Gen Z dan Milenial sehingga  meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik semua kalangan dan diharapkan jumlah generasinya akan meningkat secara signifikan.

Pendahuluan

Perkembangan Internet di Indonesia banyak digunakan untuk berbagai aktivitas termasuk media sosial dan komunikasi melalui media sosial. Pengguna media sosial  kini banyak digunakan oleh masyarakat umum, termasuk para politisi. Perkembangan komunikasi  media sosial, khususnya metode online, menjadikan platform ini sebagai media periklanan, termasuk untuk tujuan politik. Aplikasi jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram,  dan YouTube memainkan peran yang sangat penting bagi para politisi untuk mengomunikasikan kehadiran dan keintiman mereka secara virtual melalui unggahan foto dan video. 

Partai politik (partai politik) berlomba-lomba mengabadikan dan merekam aktivitas politik yang dianggap dapat menggaet simpati masyarakat. Tak jarang banyak anggota partai yang menggunakan gimmick dan trik untuk mendapatkan perhatian. Gimmick diterapkan dengan menggunakan kreativitas karakter dibelakangnya, seperti  mengikuti tren  yang sedang terjadi atau menanggapi komentar tentang isu-isu sosial yang sedang terjadi. 

Dengan begitu, masyarakat bisa dengan mudah mengetahui karakter, visi dan  misi para politisi tersebut. Salah satu aplikasi Internet yang paling populer saat ini adalah situs media sosial. Aplikasi media sosial ini telah berkembang secara signifikan dan mendapat banyak perhatian dari pengguna online. Saat ini, media sosial  digunakan untuk komunikasi pribadi, pendidikan (Abdillah, 2013), periklanan (Rahadi & Abdillah, 2013), dan berbagi pengetahuan dan informasi (Abdillah, 2014).

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah studi deskriptif menggunakan penelitian kepustakaan sebagai sumber data dan informasinya, yang berasal dari buku, naskah akademik, artikel jurnal ilmiah, atau sumber literatur lainnya. Penelitian deskriptif yaitu mengumpulkan data berdasarkan faktor-faktor yang menjadi pendukung terhadap objek penelitian, kemudian menganalisa faktor- faktor tersebut untuk dicari peranannya (Arikunto, 2013). Data yang telah terkumpul akan diolah dan pengolahan data dilakukan dengan triangulasi, reduksi, penyajian data, penarikan kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan

Partai politik terus beradaptasi dengan teknologi komunikasi baru dan perubahan lingkungan pemilu  untuk meningkatkan peluang mereka dalam pemilu nasional dan lokal. Internet dan  jejaring sosial  menjadi sarana komunikasi standar bagi aktivis politik dan  di luar kampanye  (McNair, 2017). Kruikemeyer dkk. (2013) berpendapat bahwa komunikasi politik online dapat meningkatkan keterlibatan politik warga negara, terutama dengan mendekatkan politik kepada warga negara melalui interaktivitas dan personalisasi. 

Oleh karena itu, penggunaan  media sosial secara strategis dalam kampanye pemilu dapat bermanfaat bagi partai politik. Komunikasi politik, baik yang disampaikan melalui media sosial, redaksional, maupun secara tatap muka, umumnya mempunyai fungsi strategis atau terarah. Oleh karena itu, komunikasi politik dapat diartikan sebagai komunikasi yang dilakukan oleh politisi dan aktor politik lainnya dengan tujuan untuk  mencapai tujuan tertentu (McNair, 2017). Hingga saat ini, sebagian besar penelitian berfokus pada analisis media tradisional dan apakah penggunaan media sosial oleh aktor politik mengarah pada visibilitas  media tradisional (Kruikemeier et al., 2018; Wells et al., 2016). 

Chadwick dkk. (2015) menemukan bahwa sebagian besar konten kampanye yang dibahas secara online bersifat campuran, pertama kali muncul di televisi atau surat kabar sebelum sampai ke media sosial. Pemanfaatan media sosial (Medsos) sebagai alat kampanye merupakan salah satu bentuk revolusi komunikasi di bidang politik Indonesia. 

Selama ini peran media sosial  berhasil meningkatkan elektabilitas banyak partai politik (parpol) bahkan calon presiden (capres). Banyak partai politik yang sudah lama menyadari pentingnya media sosial dalam mempromosikan pemilu partai politik, dan terutama di masa-masa yang penuh gejolak saat ini, mereka menghabiskan banyak uang untuk partisipasi masyarakat yang masif. efektif. Manfaat kampanye terbuka. Ini bukan lagi  indikator kemenangan. Banyak partai politik yang menggunakan platform media sosial untuk mendongkrak popularitasnya jelang pemilu 2024. Berikut daftar jumlah pengikut akun parpol per 21 Juli 2022

Merujuk dari jumlah followers atau pengikut di media sosial pada Juli 2022, Partai Gerakan Indonesia Raya atau Partai Gerindra menjadi parpol terpopuler dengan jumlah pengikut akun Instagram, Twitter, dan Facebook mencapai 4,57 juta akun. Partai yang didirikan oleh Prabowo Subianto ini berhasil masuk peringkat pertama dari parpol pesaing lainnya.

Dinamika politik yang terjadi dalam momentum pemilu khususnya pada masa kampanye adalah penggunaan komunikasi politik untuk menarik simpati pemilih dengan memanfaatkan ruang media massa khususnya media sosial. Media sosial khususnya facebook telah menjadi alat yang sangat diperlukan untuk menerapkan strategi kampanye. Kampanye kandidat dalam bentuk iklan semakin meningkat menjelang hari pemungutan suara (Calvo et al., 2021). 

Media sosial menjadi sebuah media massa penting dalam memperoleh khalayak yang lebih luas. Pada Pemilu 2019, media sosial menjadi sarana komunikasi politik yang sangat masif. Salah satu sosial media yang paling banyak digunakan untuk media komunikasi politik siber adalah twitter. Penelitian dari Yuliahsari (2016) menyatakan bahwa media sosial Twitter merupakan salah satu contoh media massa yang populer di kalangan generasi muda dan telah menjadi sarana sosialisasi politik tentang pemilu saat ini.

Kampanye kandidat dalam bentuk jumlah iklan akan meningkat menjelang hari pemungutan suara (Calvo et al., 2021). Hal ini juga terlihat ketika pemaparan kampanye Obama yang dilakukan pada minggu-minggu terakhir pemilu menghasilkan peningkatan yang cukup besar pada intensi memilih masyarakat (Bartels, 2014). 

Momentum krusial di saat-saat menjelang penyelenggaraan pemilu menyebabkan meningkatnya gelombang kampanye yang semakin besar. Kampanye penyerangan dalam iklim pemilu di Indonesia kerap diakomodasi oleh massa. Kandidat melakukan strategi kampanye untuk menyerang baik kampanye negatif maupun kampanye hitam dengan memanfaatkan ruang media massa khususnya media sosial karena sifat informasi yang tersebar lebih luas. Dalam kondisi demikian, peran buzzer sebagai informasi sangat terasa. Sejak Pemilu 2014 di Indonesia, layanan informasi buzzer mulai banyak digunakan oleh kandidat politik sebagai strategi komunikasi politik (Juditha, 2021).

Sumber: GoodStats, 23 Juli 2022
Sumber: GoodStats, 23 Juli 2022

Berdasarkan Gambar 1, selain Gerindra, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang memiliki 3,35 juta pengikut di Instagram, Twitter, dan Facebook menempati dua peringkat teratas. Disusul Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dengan 2,04 juta akun, Partai Sejahtera dan Keadilan  (PKS) dengan  1,76 juta akun, dan Partai Demokrat dengan 1,04 juta akun. Angka tersebut membuktikan  banyak  pengguna media sosial di Indonesia yang  aktif mengikuti partai politik pilihannya menjelang pemilihan umum (Pemir) 2024. Selanjutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyikapi fenomena tersebut dengan serius dan menyatakan bahwa akun media sosial partai politik, pasangan calon (Paslon), dan perseorangan harus didaftarkan ke KPU sesuai jenjangnya.

Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai situs kampanye (Naseer & Mahmood, 2016) dan penggunaan media sosial oleh partai politik dan politisi di Indonesia (Alami, 2013; Beers, 2014; Johansson, 2016a, 2016b), partai politik di Indonesia, mengeksploitasi potensi penuhnya dengan memanfaatkan media digital untuk menyebarkan pesan-pesan politik dan propaganda. Partai politik yang sudah lama berdiri di Indonesia terus berinteraksi dengan pemilih tanpa terlalu bergantung pada media sosial. Penelitian ini mendukung pernyataan Lim (2013) bahwa aktivitas media sosial tidak ada kaitannya dengan aktivitas politik online di Indonesia. Misalnya, fakta bahwa hanya sebagian kecil dari jutaan pengguna aktif yang mengikuti akun Twitter dan Instagram partai berarti mayoritas masyarakat Indonesia menyalurkan ambisi politik mereka secara online. Ini menunjukkan bahwa Anda tidak berkomunikasi.

Menjelang Pilpres 2024, berbagai lembaga survei di Indonesia telah merilis data survei elektabilitas  calon presiden populer atau yang dikenal dengan survei calon presiden. Tiga pemain konsisten menempati posisi teratas: Prabowo Subianto, Gunjal Pranowo, dan Anies Baswedan. 

Menurut KBBI, kelayakan diartikan sebagai kemampuan atau kompetensi  seseorang yang dipilih untuk menduduki jabatan tertentu di pemerintahan. Analisis yang dilakukan menemukan bahwa peningkatan penyebaran citra politik  positif yang dilakukan partai politik baik melalui media cetak maupun elektronik  tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan peluang partai politik untuk menang.

Menjelang pemilu 2024, spektrum publik akan semakin banyak digunakan untuk kegiatan branding dan peningkatan suara partai politik. Menurut survei Voxpopuli Research Center, dibandingkan survei-survei sebelumnya, tingkat pemilu Golkar stabil di kisaran 8% sejak Desember 2021, namun kini turun menjadi 7,3%, dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). tingkat kemenangan terus menjadi tren. Angka ini meningkat dan saat ini mencapai 5,5%. 

Dari 15 parpol tersebut, lima parpol menempati posisi teratas, dengan PDIP menduduki peringkat teratas dengan perolehan suara 18,4%, disusul Gerindra dengan 13,5%, dan PKB di peringkat keempat (empat). Tingkat pemilu: 8%, Golkar 7,3%, Partai Demokrat 5,7%. 

Saat ini PBB berada di posisi terbawah  dengan selektabilitas 0,3%. PDIP dan Jelinda adalah dua kandidat politik teratas, dan kedua partai diperkirakan akan mempertahankan posisi teratas mereka hingga tahun 2022, dan keduanya mendukung pemerintahan koalisi periode kedua Jokowi. PDIP merupakan satu-satunya partai politik yang dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden tanpa harus berkoalisi. Ini adalah elemen penting dalam  koalisi, dan jika PDIP berdiri sendiri, kemungkinan  ada empat  calon. (Prasetia, 2023).

Berdasarkan hasil survei parameter Indonesia, PDIP memiliki tingkat pemilu tertinggi yaitu sebesar 22,1, disusul oleh Gerindra sebesar 11,9%, Golkar pada peringkat ke-3 sebesar 10,8%, Partai Demokrat sebesar 8,4%, dan PKB pada peringkat ke-5 sebesar 8,2%. . Peningkatan tingkat kemenangan partai diperkirakan dipengaruhi oleh faktor kepribadian, citra, dan emosional yang menentukan arah pemilu partai.

Berdasarkan penelusuran data indonesia.id, pada simulasi semi publik tersebut, PDIP berhasil meraih delapan suara teratas dengan tingkat kemenangan tertinggi sebesar 25,7%, disusul Golkar 10,5%, Gerindra 9,5%, Partai Demokrat 9%, dan Partai Demokrat 9,5%. PKB 7,4%, Nasdem 5%, 1%, PKS 4,4%,  Perindo 2,8% (Sadia, 2023). 

Berdasarkan temuan Center for Strategic and International Studies (CSIS), peluang terpilih adalah PDIP  21,6%, Gerindra 18%, Golkar 11,3%, Partai Demokrat 11,5%, PKB 6,9%, dan PKS 5,8%, Nasdem 5,1%, dan PPP 1,8. % menempati posisi teratas. , PAN 1,8%, PSI 0,8%, Garuda 0,7%, Hanura 0,5%, PBB 0,3%, Belkariya 0,1%,  PKPI 0,1% (Rahayu, 2022). 

Sementara itu, temuan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan PDIP cenderung menguat, Partai Demokrat relatif stagnan, dan  partai lain cenderung melemah. PDIP memimpin dengan tingkat persetujuan 25,6%. Golkar berada di urutan kedua dengan  9,7%, disusul Gerindra dengan 9% dan Partai Demokrat dengan 8,6%. PKB mendapat dukungan 5,6%, Nasdem 4,8%, PKS 4,1%, PAN 3,2%, dan partai lain kurang dari 3% (Rizkia, 2022).

Hasil kajian yang dilakukan oleh Voxpopuri Research Center, Parameter Indonesia, Data Indonesia.id, Center for Strategic and International Studies (CSIS), dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan bahwa  pencitraan politik sering kali menunjukkan bahwa pihak-pihak yang muncul, kecil kemungkinannya untuk terpilih. 

Media seperti Partai Hanura, PAN, PSI, Garuda, PBB, PKPI, Belkariya, dll belum mampu bersaing dengan elektabilitas partai politik besar seperti PDIP, Gerindra, Partai Demokrat, PKB, dan belum mampu untuk mencapai puncak. Ini menempati peringkat ke-5 dalam semua penelitian yang dipublikasikan. 

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia semakin paham dengan apa yang ingin mereka lihat di media massa. Masyarakat Indonesia  memilih partai politik yang mereka yakini memiliki visi untuk melindungi masyarakat, bukan berdasarkan  jumlah iklan atau gambar politik yang mereka lihat. Lebih lanjut, keberadaan kepribadian politik masing-masing partai  juga berperan cukup besar terhadap elektabilitas partai itu sendiri (Widyanto & Putri, 2014).

Penelitian Lim (2015) menemukan bahwa jutaan masyarakat Indonesia, terutama generasi muda, mengakses internet dan menggunakan media sosial secara kolektif, menjadikan negara ini  besar dengan adanya Facebook dan Twitter. Studi Tapsell & Jurriens (2017) menunjukkan bahwa tidak jarang masyarakat Indonesia membuat banyak akun Facebook. Satu untuk publik tanpa filter dan satu lagi untuk orang yang Anda kenal baik dan teman dekat. 

Pengguna di Indonesia sering kali memiliki lebih dari 1.000 "teman", yang banyak di antaranya belum pernah mereka temui secara langsung. Ia juga berpendapat bahwa teknologi digital baru menarik Indonesia ke dua arah. 

(1) Digitalisasi memungkinkan oligarki mengendalikan media arus utama dan mendorong struktur kekuasaan elit yang terpusat. 

(2) Media digital akan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pembebasan. Semakin banyak kandidat presiden yang memanfaatkan media sosial untuk meningkatkan popularitas mereka, dan para ahli mengatakan keputusan mereka akan berpengaruh pada pemilu berikutnya. 

Misalnya, Gubernur PDIP Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang sudah lama mendapat manfaat dari  popularitas tokoh daring, mengalahkan  Puan Maharani, putri pemimpin populer partai Megawati Soekarnoputri. Apalagi, baru-baru ini ia memposting foto dirinya  berpose di bawah bendera besar Puan di Twitter tanpa senyuman khasnya yang menarik perhatian netizen Tanah Air. Judulnya berbunyi, "Siap!"

Berdasarkan penelitian sebelumnya dan analisis temuan dari berbagai platform, tampaknya terdapat kemungkinan bahwa berbagai partai politik akan berpartisipasi dan terlibat  dalam upaya untuk mempengaruhi lanskap politik menjelang pemilihan presiden tahun 2024. 

Partai-partai ini  menggunakan media sosial untuk membangun citra politik mereka jauh sebelum pemilu dimulai. Hal ini menunjukkan bahwa partai politik berupaya mempengaruhi reaksi dan sikap politik masyarakat bahkan sebelum pemilu 2024. 

Selain itu, tren data  menunjukkan adanya bentrokan politik antara partai  nasionalis dan partai keagamaan menjelang Pilpres 2024, dengan partai PKS, PKB, dan PAN masing-masing diuntungkan berdasarkan data tersebut. posisi Mereka mencari pengaruh untuk menghilangkan keuntungan elektoral dari partai-partai nasionalis seperti PDIP, Gerindra, PKB, Partai Demokrat, dan Golkar. Namun, hal ini juga memberikan peluang bagi partai politik untuk membentuk pemerintahan koalisi  untuk memenangkan pemilu berikutnya.

Hal ini sesuai dengan analisis  Syamsurrijal dkk. (2021) menyatakan bahwa relevansi hasil tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan situasi politik di Indonesia saat ini. Soroti peluang promosi bagi calon potensial dengan menyatukan beberapa hal. 

Pertama, Anies Baswedan adalah Gubernur DKI Jakarta, sering memasuki bursa calon, memiliki pengalaman politik, dan pada periode sebelumnya  selalu ada calon presiden setelah masa jabatan Gubernur Jakarta, seperti diketahui. Hal ini terlihat dari pengalaman Presiden Joko Widodo saat ini yang sebelumnya menjabat sebagai Gubernur  Jakarta. 

Kedua, Pak Prabowo merupakan mantan kandidat pada dua pemilu presiden terakhir. Namun kekalahan Prabowo memungkinkannya mencalonkan diri pada pemilu 2024 bersama politisi senior dan Ketua Umum Partai Gerindra. Ketiga, Ganjar Pranowo muncul sebagai sosok baru yang banyak diasosiasikan dengan calon presiden, menurut jajak pendapat. Ketiga bakal calon juga aktif di media sosial Twitter (Jaidka et al., 2019; Rousidis et al., 2020). Tren ini menimbulkan perselisihan politik antar partai politik, termasuk partai agama dan  nasionalis (Hemmatian & Sohrabi, 2019).

Berbagai karakteristik platform media sosial dapat memberikan dampak penting terhadap kehadiran media politik dan dampaknya terhadap keterlibatan dan partisipasi. berpendapat bahwa beragamnya informasi politik di media sosial sangat menarik bagi generasi muda yang memandang politik sebagai topik yang membosankan dan terbatas, dan bahwa kecaman terhadap tujuan partai tidak terfokus pada generasi muda. (Briggs, 2017; Moeller dkk., 2018). 

Faktanya, meluasnya penerimaan platform media sosial untuk konsumsi informasi politik di kalangan generasi muda disebabkan oleh kemudahan akses  dan keberadaan media sosial yang menghubungkan mereka, serta relevansi pribadi, keragaman, dan kedekatan. Penelitian dari Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) memperkirakan bahwa Generasi Z dan Milenial, yang didefinisikan sebagai kelompok usia antara 17 dan 39 tahun, akan mencakup hampir 60% pemilih pada tahun 2024.

Sebuah survei terhadap kaum muda  menemukan bahwa 59 persen responden menggunakan media sosial sebagai sumber informasi utama, yang menggambarkan pentingnya platform media sosial untuk tujuan kampanye. Namun sudah ada tanda-tanda terulangnya dua pemilu presiden  yang lalu, ketika moderasi yang moderat memungkinkan misinformasi dan ujaran kebencian menyebar dengan mudah dan cepat di media sosial.

Pada pemilu presiden tahun 2024, diperkirakan Generasi Z dan Milenial yang sangat aktif dan didominasi internet akan menguasai lebih dari separuh pemilih. Di sisi lain, kehadiran chat online berisi pesan-pesan yang mendukung atau meremehkan kandidat  tertentu bisa jadi riuh. 

Dilarang menggunakan ungkapan-ungkapan yang tidak baik, saling mengejek dan menghina pribadi oleh peserta pemilu dan pendukungnya, penghinaan suku, agama, ras, antargolongan (SARA), dan hal-hal negatif lainnya  di dunia maya. Padahal, situasi seperti itu tidak perlu terjadi jika seluruh peserta Pemilu Legislatif Serentak 2024 dan Pilkada Pulau bisa saling menahan diri dan menghormati. Diskusi di grup media sosial seperti WhatsApp dan Facebook cenderung memanas karena salah satu  atau masing-masing pihak mempertahankan pendapat dan persepsinya masing-masing. Masalah akun palsu yang cenderung berpartisipasi dan menghasut diskusi juga diyakini turut berkontribusi terhadap kehebohan tersebut.

Generasi milenial lebih sering berpartisipasi dalam aktivitas tersebut dibandingkan aktivitas politik. Generasi milenial tumbuh di era kemakmuran, jaminan sosial, dan standar pendidikan yang  tinggi, yang menyebabkan "peningkatan tingkat ekspresi di kalangan generasi muda" (Dalton, 2017). Karakteristik ini tercermin dari tingginya tingkat partisipasi  dalam kegiatan non-politik dan bermotif politik. 

Anderson dkk. (2021) menemukan bahwa paparan berita politik berpengaruh positif terhadap partisipasi non-politik namun bermotif politik baik dalam model statis maupun dinamis. Dengan kata lain, semakin banyak masyarakat yang terpapar informasi politik di media, semakin besar kemungkinan mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan nonpolitik namun bermotif politik. Selain itu, Andersen dkk. (2021) menemukan pola serupa antara baby boomer dan Generasi Z sebagai dua generasi yang paling terkena dampaknya. Oleh karena itu, konten informasi politik dan cara penyajiannya di media sosial harus menarik kelompok demografis yang berbeda, terutama generasi Milenial dan Gen Z, yang kurang tertarik dan memiliki  pengetahuan tentang politik dibandingkan generasi yang lebih tua.

Kesimpulan dan Saran

Saat ini teknologi informasi  berkembang pesat dan dapat berfungsi sebagai media komunikasi untuk berbagai keperluan. Salah satu kemungkinan penggunaan media sosial  sebagai sarana komunikasi online saat ini adalah dalam kampanye partai politik. Beberapa faktor yang mempengaruhi peluang menang pemilu juga dapat dipengaruhi oleh kehadiran akun media sosial masing-masing kandidat atau partai untuk menggalang simpatisan. 

Di Indonesia, media  sosial digunakan oleh  hampir semua partai politik, sehingga partai dengan kehadiran yang lebih rendah dibandingkan partai elit akan berusaha lebih keras untuk menunjukkan kinerjanya. Keuntungan lain dari penggunaan media sosial  oleh partai politik adalah dapat menarik lebih banyak  simpatisan dari generasi muda seperti Gen Z dan Milenial sehingga  meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik  semua kalangan dan diharapkan jumlah generasinya akan meningkat secara signifikan.

Daftar Pustaka

Abdillah, L. A. (2013). Students learning center strategy based on e-learning and blogs. arXiv preprint arXiv:1307.7202.

Abdillah, L. A. (2014). Managing information and knowledge sharing cultures in higher educations institutions. arXiv preprint arXiv:1402.4748.

Alami, A. N. (2013). Menakar Kekuatan Media Sosial Menjelang Pemilu 2014. Jurnal Penelitian Politik, 10(1), 15.

Arikunto, S. (2013). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik.

Bartels, L. M. (2014). Remembering to forget: A note on the duration of campaign advertising effects. Political Communication, 31(4), 532--544.

CNN Indonesia. (2022). INFOGRAFIS: Daftar “Followers” Parpol Terbanyak di Media Sosial. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220722131639 -35-824819/infografis-daftar-followers-parpol-terbanyak-di-media-sosial

Lim, M. (2013). The internet and everyday life in Indonesia: A new moral panic? Bijdragen tot de taal-, land-en volkenkunde/Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia, 169(1), 133–147.

Prasetia, F. A. (2023). Survei Terkini Elektabilitas Partai Politik: PDIP Teratas Disusul Gerindra- PKB, PSI Alami Kenaikan (W. Aji (ed.)). Tribunnews.com.https://www.tribunnews.com/nasional/2023/01/08/survei-terkini-elektabilitas-partai- politik-pdip-teratas-disusul-gerindra-pkb-psi-alami-kenaikan

Penulis: Afif Fajriansyah (202010415269)

Mata Kuliah: Komunikasi Politik (5A1)

Tema: Kampanye Politik Menjelang Pemilu 2024

Dosen Pengampu: Saeful Mujab, S.Sos., M.Ikom

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun