Mohon tunggu...
Afif Fajriansyah
Afif Fajriansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

fotography

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sosial Media Sebagai Media Kampanye Partai Politik

3 Januari 2024   00:33 Diperbarui: 3 Januari 2024   01:07 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagai karakteristik platform media sosial dapat memberikan dampak penting terhadap kehadiran media politik dan dampaknya terhadap keterlibatan dan partisipasi. berpendapat bahwa beragamnya informasi politik di media sosial sangat menarik bagi generasi muda yang memandang politik sebagai topik yang membosankan dan terbatas, dan bahwa kecaman terhadap tujuan partai tidak terfokus pada generasi muda. (Briggs, 2017; Moeller dkk., 2018). 

Faktanya, meluasnya penerimaan platform media sosial untuk konsumsi informasi politik di kalangan generasi muda disebabkan oleh kemudahan akses  dan keberadaan media sosial yang menghubungkan mereka, serta relevansi pribadi, keragaman, dan kedekatan. Penelitian dari Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) memperkirakan bahwa Generasi Z dan Milenial, yang didefinisikan sebagai kelompok usia antara 17 dan 39 tahun, akan mencakup hampir 60% pemilih pada tahun 2024.

Sebuah survei terhadap kaum muda  menemukan bahwa 59 persen responden menggunakan media sosial sebagai sumber informasi utama, yang menggambarkan pentingnya platform media sosial untuk tujuan kampanye. Namun sudah ada tanda-tanda terulangnya dua pemilu presiden  yang lalu, ketika moderasi yang moderat memungkinkan misinformasi dan ujaran kebencian menyebar dengan mudah dan cepat di media sosial.

Pada pemilu presiden tahun 2024, diperkirakan Generasi Z dan Milenial yang sangat aktif dan didominasi internet akan menguasai lebih dari separuh pemilih. Di sisi lain, kehadiran chat online berisi pesan-pesan yang mendukung atau meremehkan kandidat  tertentu bisa jadi riuh. 

Dilarang menggunakan ungkapan-ungkapan yang tidak baik, saling mengejek dan menghina pribadi oleh peserta pemilu dan pendukungnya, penghinaan suku, agama, ras, antargolongan (SARA), dan hal-hal negatif lainnya  di dunia maya. Padahal, situasi seperti itu tidak perlu terjadi jika seluruh peserta Pemilu Legislatif Serentak 2024 dan Pilkada Pulau bisa saling menahan diri dan menghormati. Diskusi di grup media sosial seperti WhatsApp dan Facebook cenderung memanas karena salah satu  atau masing-masing pihak mempertahankan pendapat dan persepsinya masing-masing. Masalah akun palsu yang cenderung berpartisipasi dan menghasut diskusi juga diyakini turut berkontribusi terhadap kehebohan tersebut.

Generasi milenial lebih sering berpartisipasi dalam aktivitas tersebut dibandingkan aktivitas politik. Generasi milenial tumbuh di era kemakmuran, jaminan sosial, dan standar pendidikan yang  tinggi, yang menyebabkan "peningkatan tingkat ekspresi di kalangan generasi muda" (Dalton, 2017). Karakteristik ini tercermin dari tingginya tingkat partisipasi  dalam kegiatan non-politik dan bermotif politik. 

Anderson dkk. (2021) menemukan bahwa paparan berita politik berpengaruh positif terhadap partisipasi non-politik namun bermotif politik baik dalam model statis maupun dinamis. Dengan kata lain, semakin banyak masyarakat yang terpapar informasi politik di media, semakin besar kemungkinan mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan nonpolitik namun bermotif politik. Selain itu, Andersen dkk. (2021) menemukan pola serupa antara baby boomer dan Generasi Z sebagai dua generasi yang paling terkena dampaknya. Oleh karena itu, konten informasi politik dan cara penyajiannya di media sosial harus menarik kelompok demografis yang berbeda, terutama generasi Milenial dan Gen Z, yang kurang tertarik dan memiliki  pengetahuan tentang politik dibandingkan generasi yang lebih tua.

Kesimpulan dan Saran

Saat ini teknologi informasi  berkembang pesat dan dapat berfungsi sebagai media komunikasi untuk berbagai keperluan. Salah satu kemungkinan penggunaan media sosial  sebagai sarana komunikasi online saat ini adalah dalam kampanye partai politik. Beberapa faktor yang mempengaruhi peluang menang pemilu juga dapat dipengaruhi oleh kehadiran akun media sosial masing-masing kandidat atau partai untuk menggalang simpatisan. 

Di Indonesia, media  sosial digunakan oleh  hampir semua partai politik, sehingga partai dengan kehadiran yang lebih rendah dibandingkan partai elit akan berusaha lebih keras untuk menunjukkan kinerjanya. Keuntungan lain dari penggunaan media sosial  oleh partai politik adalah dapat menarik lebih banyak  simpatisan dari generasi muda seperti Gen Z dan Milenial sehingga  meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik  semua kalangan dan diharapkan jumlah generasinya akan meningkat secara signifikan.

Daftar Pustaka

Abdillah, L. A. (2013). Students learning center strategy based on e-learning and blogs. arXiv preprint arXiv:1307.7202.

Abdillah, L. A. (2014). Managing information and knowledge sharing cultures in higher educations institutions. arXiv preprint arXiv:1402.4748.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun