Pengertian Etika
Di dalam Etika terdapat seuatu kepatutan yang tidak dapat dianggap sebagai hal remeh oleh sekelompok orang secara individu. Oleh karena hal ini akan memberikan pengaruh yang sangat terasa, terutama bagi individu di sekitar. Atau dapat diaratikan bahwa, etika yang ada pada setiap manusia harus dapat manfaatkan dengan semaksimal dan seefisien mungkin.
Oleh karena itu memperbincangkan filsafat etika rasanya tidak lengkap jika tidak merujuk pada dua filsuf Yunani ternama, yaitu Plato dan Aristoteles yang keduanya juga merupakan guru dan murid yang memiliki pemikiran jenius. Meskipun mereka berdua adalah seorang guru dan seorang murid serta memiliki kesamaan kesamaan dalam konsep pemikiran kefilsafatan, namun keduanya memiliki perbedaan pandangan dalam beberapa hal tertentu termasuk dalam masalah etika.
Pengertian etika Menurut Plato
Moral dan etika diuraikan sebagai dua hal yang berbeda, dalam hal-hal moral yang lebih diperiksa untuk etika, kecenderungan, yang digunakan sebagai patokan dalam melakukan latihan besar. Sementara itu, hukum diuraikan sebagai bermacam-macam pedoman yang membatasi dan ada sanksi bagi orang-orang yang mengabaikan prinsip-prinsip ini. Menurut Plato etika adalah hal yang bersifat intelektual dan rasional, artinya kedua konsep tersebut bisa dijelaskan secara logis. Plato menyebutkan tujuan hidup manusia adalah memperoleh kesenangan hidup dan kesenangan hidup tersebut dapat diperoleh melalui pengetahuan.
Plato menyadari manusia akan banyak menghadapi rintangan dan hambatan dalam upaya mencapai dunia asalnya, Sementara itu materi menjadi penghalang terbesar, dan meskipun ia dapat disingkirkan, namun penghalang itu tidak dapat dihilangkan seluruhnya, karena wujud manusia sangat terbatas. Dengan kemampuan intelektual yang dimilikinya, manusia begitu, manusia dapat mengatasi hambatan yang terdapat pada diri sendiri, namun tugas ini sangat berat. Manusia harus dapat berjuang dalam membebaskan bagian rasionalnya dari pengaruh jasad yang bertentangan yaitu baik dan buruk. Dari sinilah, menurut  Plato, munculnya teori etika.
Dengan asumsi itu terhubung dalam lingkungan keluarga, misalnya, setiap anak memiliki orang tua, ketika seorang anak dapat secara meyakinkan mempengaruhi hidupnya sendiri, maka, pada saat itu, ada kemungkinan bahwa orang tuanya telah memberikan prinsip untuk apa pun yang akan mempengaruhi perspektif masyarakat kepadanya. Tempat-tempat yang menguntungkan diri kita sendiri dan wali secara positif adalah lebih banyak percakapan untuk kita pertimbangkan.
Plato masuk akal di Republik (Politeia)bagaimana gagasan Socrates prospek. Sesuai pandangan Plato, hal utama yang harus tersedia dalam keberadaan manusia adalah kesetaraan. Pada premis ini Politeia menjelaskan bagi kita bagaimana negara harus bertindak.
Sesuai Plato, pelatihan dapat memberikan individu yang berpendidikan. Karena pendidikan bukan hanya tempat untuk belajar sesuatu, tetapi juga akan menghasilkan orang yang bisa berpikir pada dasarnya. Plato berpendapat bahwa pelopor yang layak adalah Master yang cerdas. Penjelasannya adalah dengan alasan bahwa Tuan yang cerdas memiliki informasi yang tidak dimiliki kerabatnya. Salah satunya Master logika bisa tahu apa yang hebat dan tidak terlalu hebat untuk daya tahan kerabatnya. Menurutnya hanya melalui penguasa logika kesederhanaan akan diperoleh. Selain itu Plato menganalogikan dan membandingkan dewa pemikir sebagai individu di mana spesialis harus memiliki pilihan untuk memecah dan mencari tahu efek samping yang berbeda dan juga penyakit masyarakat, dan mencari cara bagaimana menyembuhkan dan mengatasi penyakit tersebut.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, tujuan keberadaan manusia adalah untuk mencapai sukacita dan kepuasan (pencarian kebahagiaan). Untuk sementara, alasan negara adalah cara untuk memahami dan memenuhi tujuan keberadaan manusia yang harus dicapai. Sukacita dan kebahagiaan hidup tidak dapat dicapai melalui pemenuhan keinginan selama hidup di dunia taktil saja, dengan alasan bahwa apa yang ada di dunia nyata hanya terbatas pada kebenaran bayangan dari apa yang ada di alam pikiran.
Pada akhirnya kegembiraan dan kegembiraan dari rutinitas harian yang benar-benar hebat terletak pada hasil dalam mengalami kehidupan sehari-hari yang sarat dengan kehati-hatian dan kebaikan. Pemahaman ini akan mengingatkan hubungannya dengan gagasan pemikiran sekali lagi. Dengan asumsi itu berhubungan kembali dengan alam semesta pikiran, itu meninjau kapasitas jiwa manusia yang telah bergabung bersama dan jatuh ke dunia dengan tubuh.
Plato juga memahami bahwa kepentingan etis harus ilmiah dan bijaksana yang berarti sangat baik dapat dikomunikasikan secara konsisten. Plato juga berpendapat bahwa motivasi di balik keberadaan manusia hanya untuk mencari kesenangan hidup, apa yang tersirat oleh kegembiraan dalam pengaturan ini adalah konsekuensi dari informasi.
Plato lebih memahami jenis-jenis budi. Ada dua jenis budi yaitu budi filosofis dan budi normal. Plato memahami bahwa seseorang dapat dianggap hebat dengan asumsi dia dibatasi oleh akal, jika dia dibatasi oleh keinginan dan keinginan, itu adalah sesuatu yang mengerikan. Inti dari budi filosofis adalah dunia yang tersembunyi, sedangkan tujuan dari jiwa normal adalah kebutuhan material untuk hidup di dunia ini. Plato mengatakan bahwa jiwa yang murni sangat merindukan dunianya yang unik, dunia yang tidak mencolok.
Alasan budi filosofis harus ditemukan dalam domain yang tidak terlihat. Akhirnya, individu tahu apa yang tinggi dengan kemungkinan kebaikan. Untuk tujuan ini Plato menegaskan pentingnya mengasah otak. Plato juga memberikan pendapatnya bahwa siapa pun yang hidup di alam pikiran, pasti tidak akan pernah melakukan kejahatan. Dengan cara ini, untuk mencapai jiwa yang layak, penting untuk memberikan keyakinan untuk memiliki pikiran dengan otak.
Apa itu Idea Menurut Plato?
Menurut Plato, banyaknya pengertian yang muncul akan membuat jenis idea menjadi semakin banyak pula. Dari pengertian yang berkaitan dengan barang, sifat, hubungan ada suatu idea yang bertepatan. Seluruh dunia idea adalah  satu kesatuan yang di dalamnya terdapat tingkatan derajat.
Ide dapat timbul karena adanya kecerdasan dalam berpikir, oleh karena itu pengertian yang dicari dengan pikiran disebut sebagai idea yang pada hakekatnya sudah ada, tinggal bagaimana mencarinya saja. Kemudian pokok tinjauan filosofi Plato adalah mecari pengetahuan tentang pengetahuan. Ia berlawanan dengan ajaran Socrates yang berpendapat bahwa "budi ialah tahu". Budi yang berdasarkan pengetahuan menghendaki suatu ajaran tentang pengetahuan sebagai dasar filosofi. Ketidak selarasan antara pikiran dan pandangan menjadi ukuran bagi Plato. Pengertian yang di dalamnya mengandung pengetahuan dan budi yang ia cari bersama Socrates, pada hakekatnya berlainan dengan pengalaman. Plato berpendapat bahwa pengalaman hanya alasan untuk pengetahuan yang bersumber dari ide.
Contohnya jika kita melihat orang yang memiliki fisik rupawan, maka penglihatan itu hanya akan mengingatkan dalam keinsyafan tentang pengertian bagus yang terlihat pada orang tersebut. Yang dimaksud disini engertian bagus yang sebenarnya bukan kumpulan dari bagus yang kita lihat. Namun segala pengertian tersebut berasal dari idea.
Di dalam pandangan Plato, etika bersifat intelektual dan rasional. Dasar ajarannya mencapai budi baik. Yang dimaksud dengan budi ialah "tahu". Orang yang berpengetahuan dengan sendirinya dinamakan berbudi baik. Dengan demikian, dapat dikatakan sempurna pengetahuannya. Adapun tujuan hidup menurutnya yaitu mencapai kesenangan hidup.
Kesenangan dengan artian bukan kesenangan yang hanya memuaskan hawa nafsu di dunia ini seperti halnya teori kebahagiaan aliran Hedonisme, melainkan kesenagan hidup yang diperoleh dari pengetahuan tentang nilai yang dituju. Melalui ide kebaikan orang harus mencapai terlaksananya keadilan dalam pergaulan hidup. Apa yang baik bagi masyarakat maka baik pula bagi orang tersebut. antara kepentingan seseorang dan kepentingan masyarakat harus selaras. Ajaran Plato tentang etika berdasarkan pada ajaran idea.
Pengertian Hukum Menurut Plato
Hukum merupakan suatu aturan yang mengatur antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Hukum bisa ada dan tercipta karena adanya masyarakat, bilamana tidak ada masyarakat/orang maka tentu tidak akan ada hukum. Dari kelahiran sampai meninggal, manusia itu hidup di tengah manusia lainnya, yakni setiap manusia hidup dalam pergaulan dengan manusia lainnya. Hukum merupakan suatu aturan yang tidak bisa terlepas dalam kehidupan, karena hukum merupakan suatu aturan yang mengatur setiap manusia, sehingga dalam hukum banyak sekali aturan-aturan yang tidak memperbolehkan manusia untuk berbuat sesuatu.
 Bersumber dari materi yang dikutip oleh Encyclopedia of Philosophy tentang The Laws yang dicetuskan oleh Plato, pembahasan ini menjelaskan tentang bagaimana hukum menurut plato.
The Laws merupakan karya Plato yang terakhir, terpanjang, dan, mungkin paling banyak dibenci oleh orang-orang. Dalam buku tersebut Plato membahas tentang filsafat politik antara tiga orang pria yaitu seorang Athena yang tidak diketahui Namanya siapa, kemudian ada seorang Spartan bernama Megillus, dan ada seorang Kreta bernama Clinias.
Ketiga orang ini bekerja bekerjasama dalam membuat konstitusi yang akan diggunakan oleh Magnesia. Magnesia disini adalah sebuah koloni Kreta baru. Pemerintah Magnesia memiliki campuran prinsip-prinsip antara demokrasi dan otoriter yang bertujuan untuk membuat semua warganya bahagia dan berbudi luhur. Kemudia plato menjelaskan tentang bagaimana teori-teori yang dibuat. Lalu berasumsi bahwasannya hukum tidak hanya mencakup pemikiran politik, tetapi juga melibatkan banyak ranah diluar sana. Seperti tentang etika, teologi, epistemology, dan juga metafisika
Disini juga Plato menyebutkan bahwa hukum harus menggabungkan persuasi dan paksaan, lebih jelas Plato berasumsi bahwa paksaan datang dalam bentuk hukuman yang melekat pada hukum jika persuasi gagal memotivasi kepatuhan.
Dalam konteks hukum, Plato menganggap bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama di dalam mata hukum. Plato menerangkan pernyataan tersebut dalam bukunya yang berjudul Nomoi. Jika dalam Politeia dia mengklasifikasikan kelas-kelas para Penguasa, Pembantu Penguasa dan Pekerja, yang memiliki hak yang berbeda. Namun di dalam Nomoi, Plato menempatkan pengusaha (pembantu penguasa) tidak diatas hukum, melainkan sebagai penjaga hukum. Pandangan Plato terkait tidak adanya hak atas milik menjadi berbeda pada Nomoi.
Plato berpendapat bahwa hukum adalah suatu hal yang mengatur segala begian dari kehidupan manusia termasuk moral. Plato tetap menganggap sebuh kebajikan sebagai tujuan dari negara. Â Dan yang memiliki menduduki posisi tertinggi adalah moral dalam hukum. Dengan demikiran dapat diartikan pemberlakuan sebuah hukum harus berasaskan moral yang menjadi pondasi kehidupan manusia agar mendapatkan dan memperoleh keadilan.
Ada sebuah pemikiran Plato yang sangat fenomenal yaitu ajarannya tentang ide-ide. Ajaran tentang ide-ide ini oleh plato adalah inti dasar dari seluruh filsafat Plato. Namun arti ide yang dimaksudkan disini oleh Plato tidak sama dengan perngertian orang-orang modern sekarang. Secara modern ide hanya mengartikan bahwa kata ide adalah suatu gagasan atau tanggapan yang hanya terdapat dalam pemikiran. Dengan anggapan ini, orang-orang akan menganggap bahwa ide hanya sesuatu yang bersifat subjektif belaka saja. Berbeda dengan Plato mengartikan kata ide sebagai sesuatu yang objektif. Menurut Plato, ada ide-ide yang terlepas dari subjek berpikir. Plato juga menjelaskan bahwasannya semua yang ada di entitas ini ada di alam ide tersebut. Kemudia alam tersebut dianalogikan seperti cetakan kue dan kue-kuenya adalah entitas-entitas ini.
Plato berpendapat bahwa ide-ide tidak bergantung pada pemikiran. Namun sebaliknya, pemikiran lah yang bergantung pada ide-ide. Oleh karena ada ide-ide yang berdiri sendiri lah, pemikiran kita dimungkinkan. Pemikiran yang dimaksud, tidak lain adalah menaruh perhatian kepada ide-ide itu.
Munculnya pemikiran Plato tentang ide-ide terinspirasi dari gurunya, yakni Socrates. Dalam hal ini, Socrates dikisahkan bahwa ia berusaha mencari definisi-definisi. Ia tidak puas dengan menyebut satu per satu perbuatan-perbuatan yang adil atau tindakan-tindakan yang berani. Ia ingin menyatakan perihal keadilan atau keberanian itu sendiri, atau bisa dikatakan bahwa Socrates mencoba mencari hakikat atau esensi keadilan dan keutamaan-keutamaan lain tersebut. Karena pemikiran gurunya inilah, Plato kemudian meneruskan usaha gurunya tersebut lebih jauh lagi. Menurut dia, esensi mempunyai realitas, terlepas dari segala perbuatan konkret. Ide keadilan, ide keberanian, dan ide-ide lain itu ada.
Ada juga asal-usul lain dari ajaran Plato tentang ide-ide yang berkaitan dengan ilmu pasti. Seperti yang kita ketahui, bahwa dalam akademi Plato ilmu pasti sangat diutamakan, dan pada bidang ini Plato terpengaruh oleh kaum Pythagorean. Plato berpendapat bahwa ilmu pasti berbicara tentang segitiga, namun segitiga yang dimaksud itu bukanlah segitiga pada umumnya, melainkan segitiga yang ideal, Kemudian Plato menyimpulkan bahwa segitiga memiliki realitas juga, meskipun tidak dapat ditangkap oleh indra. Akan tidak mungkin jika ilmu pasti membahas sesuatu yang tidak ada. Jadi, mesti terdapat suatu ide, yaitu "segitiga"
Adapun pendapat Plato mengenai Jiwa yang ia klasifikasikan menjadi tiga bagian. Kata "bagian" disini juga harus dipahami sebagai "fungsi" karena dalam penyampaiannya Plato sama sekali tidak memaksudkan bahwa jiwa mempunyai keluasan yang dapat dibagi-bagi. Pendirian Plato mengenai tiga fungsi jiwa tentu bisa dibilang sebagai sebuah kemajuan besar dalam pandangan filsafat tentang manusia. Bagian pertama ialah bagian rasional (to logistikon). Bagian kedua ialah "bagian keberanian" (to thymoeides). Bagian ketiga ialah "bagian keinginan" (to epithymetikon). Pada "bagian keberanian" dapat dibandingkan dengan kehendak, sedangkan "bagian keinginan" menunjukkan hawa nafsu.
Plato mengabungkan ketiga bagian jiwa masing-masing tersebut dengan salah satu keutamaan tertentu. Bagian keinginan mempunyai pengendalian diri (sophorosyne) sebagai keutamaan khusus. Untuk "bagian keberanian" keutamaan yang spesifik (andreia). Sementara, "bagian rasional" dikaitkan dengan keutamaan kebijaksanaan (phronesis atau sophia).
Dikatakan bahwa, karena hukumlah sehingga jiwa dipenjarakan dalam tubuh. Secara mitologis, kejadian ini diuraikan dengan pengibaratan jiwa laksana sebuah kereta yang bersais (fungsi rasional), yang ditarik oleh dua kuda bersayap, yaitu kuda kebenaran, yang lari ke atas, ke dunia ide, dan kuda keinginan atau nafsu, yang lari ke bawah, ke dunia gejala. Dalam tarik-menarik itu akhirnya nafsulah yang menang, sehingga kereta itu jatuh ke dunia gejala dan dipenjarakanlah jiwa.
Agar jiwa dapat dilepaskan dari penjaranya, orang harus mendapatkan pengetahuan, yang menjadikan orang dapat melihat ide-ide, melihat ke atas. Jiwa yang di dalam ini berusaha mendapatkan pengetahuan itu kelak setelah orang mati. Jiwa akan menikmati kebahagiaan melihat ide-ide, seperti yang telah dia alami sebelum dipenjarakan di dalam tubuh. Plato berpendapat bahwa ada praeksistensi jiwa, dan jiwa tidak dapat mati. Hidup di dunia bersifat sementara saja. Sekalipun demikian, manusia begitu terpikat kepada dunia gejala yang dapat diamati, sehingga sukar baginya untuk naik ke dunia ide. Hanya orang yang benar-benar mau mengerahkan segala tenaganyalah yang akan berhasil.
Hukum Menurut Aristoteles
Selain itu ada juga Aristoteles yang mengemukakan pendapat mengenai pengertian hukum. Seperti yang kita ketahui Aristoteles adalah salah satu murid dari plato. Pandangan Aristoteles tentang hukum berbeda dengan Plato, terutama dalam memahami hakikat negara. Aristoteles berpendapat bahwa manusia sejatinya adalah makhluk politik (zoon Politikon), istilah ini diartikan bahwasan nya  manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bergantung dengan manusia lainnya. Menurut pandangannya manusia akan selalu saling membutuhkan satu sama lain di dalam hidupnya. Atas dasar konsep inilah Aristoteles menganggap negara sebuah negara sebagai hasil hubungan dari bagian-bagian yang ada dari yang terkecil mulai dari individu, hingga yang terbesar yaitu ke lingkungan sekitar. Menurutnya Setiap individu pada hakikatnya menghendaki adanya dalam hidupnya.
Selanjutnya dalam melihat ketergantungan yang saling mengikat antara sesama manusia inilah yang pada akhirnya mendorong terbentuknya suatu negara. Lahirnya sebuah negara tentunya didasari oleh kebutuhan warga negaranya. Sederhana nya bahkan Aristoteles menganalogikan negara sebagai sebuah tubuh manusia yang terdiri atas organ tubuh yang saling bergantung. Gabungan dari berbagai bagian  individu inilah yang kemudian menciptakan terbentuknya sebuah negara.
Aristoteles juga berpendapat bahwasannya negara adalah sebuah lembaga politik yang paling berdaulat, walaupun bukan berarti negara tidak memiliki batasan kekuasaan. Kekuasaan tertinggi dalam negara terbentuk dipicu oleh tujuan yang ingin di capai dan dimilikinya yaitu untuk mensejahterakan seluruh warga negara, bukan individu-individu tertentu. Tujuan dari negara adalah memberikan gambaran bahwa negara berdiri untuk memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi seluruh warganya. Selain itu negara juga lahir untuk menjamin kebaikan bagi seluruh rakyatnya. Dengan kata lain, bagi Aristoteles, dia menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
Dalam melihat pandangan Aristoteles terhadap kekuasaan, dia mengklasifikasikan siapa saja yang berhak memegang kekuasaan dan juga mengkalsifikasikan jenis kekuasaan. Dalam konteks siapa yang layak memegang kekuasaan, Pendapat Aristoteles berbeda dengan Plato. Plato yang membatasi hak atas kepemilikan. Namun Aristoteles membenarkan bahwasannya setiap manusia mempunyai hak atas kepemilikan harta dan juga barang. Dalam pembahasan ini Aristoteles menganggap bahwa hak kepemilikan berkaitan dengan kebahagiaan. Tentu saja seharusnya sesuai dengan tujuan negara yang mengedepankan kebahagiaan rakyatnya, maka saharusnyaa negara tidak melarang bagi rakyatnya untuk memiliki sumber harta.
Namun yang perlu kita perhatikan adalah Aristoteles tidak pernah membenarkan seseorang dalam menumpuk kekayaan. Milik menurut definisinya adalah alat. Yaitu alat yang digunakan oleh manusia dalam memenuhi  kebutuhannya sehari-hari dan alat agar ada waktu luang untuk mencurahkan perhatian ke dalam masalah masyarakat. Sebagai sebuah alat, maka ia dipergunakan, tetapi tidaklah sesuatu yang menjadi tujuan. Dari konsep kepemilikan ini, Aristoteles mengklasifikasikan masyarakat  berdasarkan kelompok kekayaannya yang pada akhirnya akan berimbas pada konstitusi ideal.
Menurut pandangan Aristoteles, kemiskinan dapat mengurangi perhatian seseorang dalam melihat persoalan-persoalan yang ada di dalam masyarakat. Sedangkan kekayaan yang ditumpuk akan menyebabkan seseorang melupakan persoalan-persoalan dan kepentingan yang ada di sekitarnya. Karena pada akhirnya akan memiliki keterbatasan waktu untuk mengurusi persoalan yang menyangkut kehidupan masyarakat banyak. Namun, ada kelompok menengah dalam jumlah besar yang memiliki cukup harta yang tidak bisa dibilang miskin, kelompok ini menurut Aristoteles disebut sebagai kelompok yang layak  memegang kekuasaan.
Berdasarkan hal ini Aristoteles membagi kekuasaan berdasarkan jumlah orang yang memegang kekuasaan. Kemudian bentuk negara yang benar menurutnya adalah Monarki, Aristokrasi, dan Politea (Negara Konstitusional), selanjutnya deviasi negara yang benar menurutnya yaitu Tirani, Oligarki, dan juga Demokrasi. Namun menurut pendapatnya bentuk yang paling ideal bagi Aristoteles adalah monarki, hal ini disebabkan karena monarki diperintah oleh seorang raja filsuf yang dapat berkuasa untuk kepentingan rakyat. Namun realitanya sistem monarki dengan raja filsufnya justru menjadi hal yang tidak pernah terlihat dan tidak pernah ada dalam masyarakat. Sehingga Aristoteles lebih melihat bahwa aristokrasi lebih memungkinkan untuk diterapkan untuk sebuah negara. Ketiga bentuk kekuasaan tersebut yang telah dijabarkan Aristoteles, baginya yang paling memungkinkan untuk di terapkan dalam masyarakat adalah politea atau demokrasi. Meskipun begitu, Aristoteles memberikan syarat dengan tegas bahwa penerapan demokrasi harus berdasarkan hukum.
Mengapa etika dan hukum menjadi suatu hal yang penting?
Dalam menjalani kehidupan sejak kita mulai lahir ke dunia hingga di umur sekarang, tentunya kita selalu diajarkan bagaimana menjadi pribadi yang baik dan berguna bagi sesama. Namun pada kenyataan nya kita masih belum bisa sepenuhnya menerapkan hal itu. Dari kasus tersebut sudah bisa kita lihat bagaimaana pentingnya sebuah prinsip. Jika diibarat kan, prinsip adalah sebuah Kompas. Yang mana Kompas tersebut berguna sebagai penunjuk arah yang dapat menuntun mau kemana arah hidup kita akan dibawa.
Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa Etika merupakan sebuah konsep tentang baik atau buruknya seseorang, etika adalah ide-ide dan juga cita-cita tentang dambaan kebaikan perbuatan atau perilaku manusia. Etika selalu memberikan gambaran yang baik, sementara itu moral selalu memberi penilaian terhadap pelaksanaan dari berbagai contoh yang telah di berikan oleh etika. Salah satu aspek yang menjadi sorotan etika dan moral yang berkaitan dengan perilaku serta perbuatan seseorang adalah dalam bidang kerja atau keahlian yang di sebut sebagai profesi. Â Profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan mengenai keahlian teori dan juga teknis yang berstandar pada suatu kejujuran dan keadilan.
Etika sebagai prinsip dalam berbisnis
Good Ethics is Good Business, Good Business tercipta karena Good Ethic. Dalam konsep ini etika yang baik akan mencerminkan sebuah bisnis yang baik, etika secara luas diartikan sebagai parameter standar sosial yang mencakup norma serta aturan yang berlaku. Norma dan aturan ini bukan bawaan atau genetik melainkan suatu hal yang harus dipelajari. Pada dasarnya etika dalam bisnis berisi nilai-nilai moral, yang sebagian besar diperoleh dari pengalaman, dan pendidikan formal.
Dalam menjalankan bisnis penerapan dari prinsip etika bisnis merupakan suatu hal yang perlu diterapkan oleh seluruh aspek yang terikat dengan perusahaan. Jika dikaji secara umum, penerapan prinsip etika bisnis mencakup berbagai aspek. Walaupun begitu penerapannya harus tepat sasaran. Karena pada dasarnya prinsip etika bisnis adalah salah satu pondasi penting dalam membangun sebuah bisnis. Prinsip etika bisnis tidak semata hanya membahas mengenai masalah keuangan, namun juga melibatkan lebih banyak elemen.
Dengan di berlakunya prinsip etika bisnis di dalam sebuah bisnis maka akan terbangun hubungan yang adil dan sehat dalam lingkup bisnis, baik antara sesama rekan kerja, konsumen, pelanggan, investor, maupun masyarakat sekitar. Dan semua pihak tersebut perlu dipahami pengertian dan manfaat dari etika berbisnis yang telah diterapkan. Prinsip etika bisnis juga wajib dijadikan sebagai salah satu standar di setiap bisnis. Karena pada praktiknya, prinsip etika bisnis akan membentuk banyak hal mulai dari nilai, norma, hingga perilaku pekerja dari bawahan hingga atasan.
Menurut Sonny Keraf (1998), ada 5 prinsip etika bisnis yang dapat di jadikan sebagai pedoman dalam menjalankan praktek bisnis diantaranya : Prinsip Kejujuran
- Prinsip Integritas Moral
- Prinsip Otonomi
- Prinsip Keadilan
- Prinsip Saling Menguntungka
- Etika dalam profesi
Salah satu fungsi etika yang sering di terapkan dalam dunia profesi adalah, kode etik profesi yang merupakan suatu norma yang di tetapkan serta di jalankan oleh sebuah kelompok profesi yang memiliki tujuan untuk memberi arahan atau memberi petunjuk kepada para pegiat profesi tersebut tentang bagaimana membuat sekaligus menjamin kualitas dari sebuah profesi di mata masyarakat. Etika di dalam profesi ini memiliki bagian serta peran yang sangat penting dalam upaya mewujudkan tercapainya sistem penegakan hukum yang adil. Adapun profesi yang bergerak di bidang hukum yang biasa populer di era sekarang ini seperti notaris, hakim, jaksa, advoked unsur instansi lainnya yang di beri kewenangan berdasarkan undang-undang.
Etika Profesi spesialisasi hukum
Seperti yang sudah dipahami sebelumnya, moral adalah kata yang tidak asing di telinga kita, moral dalam hukum mencakup tingkat keadilan, tentang hal-hal yang besar dan mengerikan, yang harus dilakukan oleh seseorang dalam melayani situasinya sebagai agen hukum yang sah yang berlaku di suatu negara, yang telah sesuai dengan persyaratan yang sah bagi orang-orang Indonesia. Semua bidang kehidupan, gerakan, cara hidup, atau masalah legislatif baik dalam lingkup miniatur maupun skala penuh harus terus menerus didasarkan pada kualitas moral.
Misalnya, dalam tindakan pergantian peristiwa profesional hukum, yang harus dilakukan secara profesional dan juga praktis, memiliki tingkat presisi, stabilitas, kewaspadaan, dasar, dan dedikasi yang tinggi karena mereka dapat diandalkan untuk diri mereka sendiri dan orang-orang lokal, bahkan untuk Tuhan. Panggilan yang sah dapat dikatakan berfungsi sesuai dengan seperangkat prinsip umum panggilan, jika ada peAdapun Franz Magnis Suseno yang mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari kepribadian professional hukum.
- Pertama, kejujuran adalah pondasi sebagai dasar utama.
- Kedua, otentik yang artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai keasliannya, kepribadian yang sebenarnya.
- Ketiga, bertanggung jawab dalam menjalankan setiap tugas
- Keempat, kemandirian moral, yang artinya tidak mudah terhasut dan tidak mudah terpengaruh oleh pandangan moral yang terjadi di sekitarnya.
- Kelima, keberanian moral, yang artinya kesetiaan terhadap hati nurani yang selalu menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko
Hukum Dan Keadilan
Regulasi dan kesetaraan adalah dua gagasan yang terkait erat. Ekuitas dibuat oleh hukum. Misalnya, Indonesia mulai sekitar tahun 1945, yang merupakan negara dalam pandangan regulasi. Regulasi dibuat oleh karakter negara. Hukum harus memiliki pilihan untuk memberikan keuntungan nyata dari ekuitas, tetapi oleh dan oleh ekuitas oleh semua akun adalah hal yang mahal yang jauh dari ruang lingkup masyarakat.
Ekuitas harus muncul di semua bagian kehidupan. Dengan demikian, kesetaraan yang tak terhindarkan harus terus-menerus memvariasikan cara berperilaku dan kehidupan individu dalam hubungan mereka dengan Tuhan mereka, dan makhluk sosial individu. Pada dasarnya, tidak beralasan untuk perilaku dan barang-barang akan menghasilkan karakter yang tidak merata yang dapat membahayakan manusia dan alam semesta.
Regulasi adalah indikasi luar dari ekuitas dan ekuitas adalah bagian dalam yang bonafid serta intisari jiwa dari makhluk yang sah. Jadi hukum dan ketertiban adalah tak terbandingkan ekuitas serta sebaliknya, keduanya hal agregat. Regulasi tidak berada dalam elemen langsung dari regulasi, namun regulasi berada dalam komponen langsung dari ekuitas. Ini berarti bahwa hukum tidak dapat bertahan ketika jiwa keadilan hilang.
Ekuitas di dalam negeri dapat dianggap sebagai sesuatu yang tidak biasa, dengan alasan bahwa negara belum memiliki pilihan untuk memberikan memastikan bahwa setiap peraturan memprioritaskan jiwa ekuitas, serta fondasi peraturan yang bergantung pada ekuitas. Ekuitas adalah dengan semua account ditiadakan oleh kepolisian. Karena gagasan tentang peraturan yang adil dan berbasis suara belum berubah menjadi kenyataan yang dapat dilihat dan memberikan jaminan bahwa hukum dapat menjadi satu-satunya jawaban bagi masyarakat.
Kemudian kesetaraan dalam standar regulasi yang merupakan perlawanan umat manusia maju dengan peningkatan realitas, dari masa lalu seperti yang baru-baru ini tak henti-hentinya dan akan terus mengotori sampai manusia pada saat ini tidak dapat dinamis. Manusia sebagai binatang ciptaan Tuhan yang terdiri dari jiwa dan tubuh, jelas, memiliki kekuatan perasaan dan membayangkan bahwa keduanya benar-benar kekuatan yang mendalam, di mana akal dapat kapasitas untuk mengendalikan pilihan alasan untuk berjalan di kebajikan seperti besar dan mengerikan. Karena pada dasarnya yang bisa menentukan mana yang enak dan mengerikan adalah rasa.
Contoh kasus Etika dan hukum
Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI
Pada tahun 2005, terdapat pengendalian informasi dalam ringkasan fiskal PT KAI. Organisasi yang diklaim negara ini mencatat keuntungan sebesar Rp, 6,9 miliar. Sejujurnya, pada kesempatan yang dianalisis dan difokuskan secara lebih rinci, organisasi ini seharusnya mengalami kerugian besar Sebesar Rp. 63 miliar. Kepala PT KAI Hekinus Manao yang juga pengawas Data dan pembukuan Direktorat Jenderal penyimpanan dana negara Dinas Keuangan mengatakan bahwa laporan anggaran tersebut telah diperiksa oleh perusahaan pembukuan publik S. Manan. Tinjauan ringkasan fiskal PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya yang diarahkan oleh organisasi tinjauan moneter (BPK), untuk tahun 2004 diperiksa oleh BPK dan pemegang buku publik.
Kemudian hasil penelaahan disampaikan oleh Direktorat PT KAI untuk pengesahan sebelum diajukan ke pertemuan komprehensif investor, dan hakim PT KAI, Hekinus Manao, tidak akan mendukung laporan fiskal PT KAI pada tahun 2005 yang telah dievaluasi oleh pemegang buku publik. Setelah konsekuensi dari tinjauan susah payah dianalisis, kemudian, pada saat itu, melacak keraguan laporan anggaran PT KAI pada tahun 2005
Biaya dari luar belum dikumpulkan untuk beberapa waktu, namun dalam ringkasan fiskal itu dimasukkan sebagai gaji PT KAI selama tahun 2005. Kemudian, pada saat itu, komitmen PT KAI untuk membayar surat penilaian biaya (SKP), serta biaya tambahan senilai (tangki) sebesar Rp 95,2 miliar yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak menjelang akhir tahun 2003 diperkenalkan dalam ringkasan fiskal sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa klien. Itu harus menanggung tarif pajak. Meskipun dengan asumsi itu terkonsentrasi pada mengingat pedoman pembukuan, penilaian orang luar yang belum pernah dikumpulkan tidak dapat diingat untuk sumber daya. Di PT KAI ada salah langkah dari staf manajerial teratas dalam mencatat pendapatan organisasi selama tahun 2005.
Kemudian penurunan nilai suku cadang tambahan dan stok gear sebesar Rp 24 miliar yang diketahui pada saat stok pada tahun 2002 dijamin oleh Administrasi PT KAI sebagai kemalangan progresif untuk beberapa waktu. Namun, menjelang akhir tahun 2005 masih ada keseimbangan kecacatan yang belum dibebankan sebagai kekurangan Rp 6 miliar, yang seharusnya dibebankan sepenuhnya pada tahun 2005.
Bantuan otoritas publik yang belum diselesaikan statusnya dengan agregat modal absolut senilai Rp 674,5 miliar dan dukungan modal negara sebesar Rp 70 miliar oleh Administrasi PT KAI secara langsung belum ditetapkan lembaran per 31 Desember 2005 sebagai komponen kewajiban. Namun, menurut Hekinus, dukungan pemerintah dan investasi modal harus diperkenalkan sebagai bagian dari modal perusahaan.
Administrasi PT KAI jelas tidak menyimpan kemalangan terhadap kemungkinan kewajiban biaya tertagih yang seharusnya telah dibebankan kepada klien pada jam Administrasi Transportasi yang diberikan oleh PT KAI pada tahun 1998 hingga 20asi informasi dalam laporan fiskal PT KAI pada tahun 2005.
Organisasi milik negara itu akhirnya menuai keuntungan sebesar Rp, 6,9 miliar. Sejujurnya, ketika tanpa henti dianalisis secara lebih rinci, organisasi harus mengalami kemalangan yang luar biasa. Perbedaan penilaian pada ringkasan anggaran antara kepala dan penguji pemegang buku publik terjadi karena PT KAI menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki manajemen perusahaan yang baik. Kekurangan administrasi yang baik juga membuat review advisory group (Magistrate) PT KAI harus dibuka admittance to fiscal reports setelah dievaluasi oleh pemegang buku terbuka. Pemegang buku publik yang telah meninjau ringkasan anggaran PT KAI pada tahun 2005 dengan cepat dianalisis oleh badan hukum pemanggilan pemegang buku publik. Terlebih lagi, dengan asumsi bahwa ditemukan tercela, pemegang buku publik berwenang kecaman dan penolakan praktek izin.
Perbedaan Penilaian Atas Laporan fiskal antara hakim dan inspektur pemegang buku publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki administrasi perusahaan yang baik. Kekurangan administrasi yang baik pada akhirnya membuat review board of trustees (Chief) PT KAI hanya mengembalikan akses sekali lagi ke laporan fiskal setelah dievaluasi oleh pemegang buku terbuka. Pembukuan publik yang telah meninjau ringkasan fiskal PT KAI pada tahun 2005 kemudian segera dianalisis oleh badan hukum pemanggilan pembukuan publik. Dengan asumsi ditemukan tercela, pemegang buku publik diberi wewenang kecaman dan penolakan praktik perizinan.
Komentar terhadap studi kasus tersebut :
Dari contoh kasus diatas dapat kita katakan bahwa memang peran dari etika dan hukum sangatlah penting dalam kehidupan, karena keduanya adalah dua hal yang saling berdampingan satu sama lain. Sebagai pebisnis yang baik kita harus mempunyai kesadaran terhadap etika, dan juga kepatuhan terhadap hukum yang berlaku. Kasus ini tentunya melanggar kedua konsep tersebut dimana ada etika dan juga hukum. Secara etika mereka telah menyeleweng dari konsep Good Ethics -- Good Bussiness dan secara hukum tentunya ada hukum pidana yang mereka langgar karena telah menyangkut Manipulasi keuangan.
Tidak hanya itu, menurut saya dalam kasus tersebut juga terdapat manipulasi pendapat. Karena disebutkan adanya ketidak tahuan serta banyak miskomunikasi antara komisaris dan juga akuntan nya. Selain itu tindakan diatas tentunya juga melanggar kode etik profesi mereka sebagai pejabat BUMN, yang mana mereka tidak hanya merugikan perusahan namun juga merugikan negara secara materi. Kesimpulan dari kasus tersebut ialah, suatu perbuatan bisa disebut baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu atau dua orang melainkan masyarakat keseluruhan.
Kesimpulan
Sebagai cabang dari filsafat etika merupakan ilmu pengatahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik dan buruk. Etika dapat mengantar orang kepada kemampuan untuk bersikap kritis dan rasional, untuk membantu pendapatnya sendiri dan tidak bertindak sesuai dengan apa yang dipertanggungjawabkannya sendiri Pemikiran Plato tentang etika tampak lebih mengatakan bahwa, manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik, Plato yakin bahwa manusia menurut kodratnya merupakan mahluk sosial, dengan demikian manusia menurut kodratnya hidup dalam bermasyarakat atau Negara. Sedangkan etika Aristoteles lebih mengedepankan aspek kebahagiaan sebagai finalitas tujuan hidup manusia
Baima, N. R. (n.d.). Internet Encyclopedia of Philosophy. Plato: The Laws.
Jayanto, D. D. (2021). Filsafat Plato Tentang Idea, Etika, dan Negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H