Mohon tunggu...
affan amin
affan amin Mohon Tunggu... Administrasi - IMS

tertarik untuk hal-hal yang menantang, berimajinasi

Selanjutnya

Tutup

Money

Perkembangan Perekonomian Daerah Kota Bandung

28 Maret 2017   20:09 Diperbarui: 4 April 2017   18:23 20967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Ridwan Kamil, Kota Bandung telah menerjemahkan Otonomi Daerah ke dalam program PIPPK (Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan). Program ini memberikan kewenangan kepada kelurahan untuk mengelola wilayahnya agar pembangunan dapat dilakukan lebih cepat dan berdasarkan aspirasi masyarakat. Di Kota Bandung, Otonomi Daerah ini justru dikembangkan jauh lebih mendalam, ahkan sampai di tingkat RW. Menanggapi tentang kesiapan Kota Bandung dalam menghadapi MEA, Ridwan Kamil menjelaskan bahwa Kota Bandung sudah siap untuk menghadapi MEA.

  • Perkembangan PDRB kota Bandung

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara/ wilayah/ daerah. Pertumbuhan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya infrastruktur ekonomi. PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi, PDRB atas dasar harga berlakumenggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar penghitungannya.

Nilai PDRB Kota Bandung pada tahun 2007 adalah sebesar Rp.51,3 trilyun dengan tingkat PDRB per kapita sebesar Rp.22.640.000,-. Tingkat pendapatan perkapita ini tergolong tinggi bila dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Aktivitas ekonomi Kota Bandung, sebagian besar bersumber dari dari sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memberikan kontribusi sekitar 36,4% dari seluruh kegiatan ekonomi di Kota Bandung, disusul oleh sektor industri pengolahan sekitar 29,8%. Sektor pengangkutan dan komunikasi memberikan kontribusi sekitar 10,8% demikian juga dengan sektor jasa-jasa. Pembentukan investasi di Kota Bandung pada tahun 2007 mencapai Rp.5,4 trilyun, meningkat dari tahun sebelumnya Rp.4,2 trilyun.

Sebagai pusat perekonomian Jawa Barat dan sekaligus sebagai kota tujuan wisata dan pendidikan, aktivitas ketenagakerjaan di Kota Bandung pada umumnya adalah pada sektor jasa dan perdagangan. Pada tahun 2007, sekitar 36,7% penduduk Kota Bandung bekerja pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sebanyak 24,9% tenaga kerja Kota Bandung bekerja di sektor jasa yang meliputi jasa pemerintahan umum dan swasta. Walaupun menyerap tenaga kerja dalam jumlah terbesar, namun bila dibandingkan dengan jumlah produksi ekonomi, maka produktivitas tenaga kerja di sektor jasa-jasa jauh lebih rendah dibandingkan sektor lainya. Kondisi ini menunjukkan pekerja sektor jasa yang di dalamnya meliputi jasa pemerintahan umum dan sosial kemasyarakatan relatif mendapat tingkat pendapatan atau kesejahteraan yang relatif rendah atau distribusi pendapatan di sektor ini tidak merata. Selain itu ada kemungkinan sektor jasa-jasa menampung banyak tenaga kerja kurang produktif, sehingga ada potensi pengangguran semu cukup besar pada sektor ini.

Kontribusi Sektor Ekonomi dan Persentase Serapan Tenaga Kerja Sektor Ekonomi Kota Bandung Tahun 2007 (%)

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada tahun 2007 Kota Bandung sebesar 49,44%. Angka ini jauh di bawah TPAK Jawa Barat yang mencapai 62,51%. TPAK Kota Bandung yang masih rendah disebabkan oleh struktur penduduk Kota Bandung yang walaupun lebih didominasi oleh penduduk pria (50,77%), namun pada usia produktif struktur penduduk Kota Bandung justru lebih didominasi oleh perempuan (50,95%), atau dengan kata lain jumlah penduduk pria yang besar lebih banyak pada penduduk usia yang tidak produktif. Selain itu, sebagai salah satu kota tujuan pendidikan di Indonesia, menjadikan penduduk usia sekolah di Kota Bandung sebagian besar memilih untuk tidak berada di dalam angkatan kerja. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk Kota Bandung yang terlibat dalam angkatan kerja cenderung lebih rendah dibandingkan daerah lain di Jawa Barat.

Permasalahan lain, walaupun TPAK Kota Bandung tidak terlalu besar, jumlah pengganguran terbuka Kota Bandung justru tergolong tinggi. Pada tahun 2007 Tingkat Pengganguran Terbuka (TPT) di Kota Bandung mencapai 21,92%, yang jauh lebih tinggi dibandingkan TPT Jawa Barat yang mencapai 13,08% pada tahun 2007. Kondisi ini semakin menegaskan bahwa perekonomian Kota Bandung telah terintegrasi dengan perekonomian daerah sekitarnya (Metropolitan Bandung). Sehingga walaupun TPAK di Kota Bandung cenderung lebih rendah, tetap tidak mudah untuk mendapatkan pekerjaan karena sebagian kebutuhan tenaga kerja di Kota Bandung telah dipenuhi oleh pekerja dari penduduk daerah penyangga Kota Bandung.

  • Distribusi pendapatan kota Bandung
  • Tingkat pendapatan daerah – daerah di Bandung

Pemkab Bandung mulai mengalirkan dana pembangunan untuk tiap kecamatan sebesar Rp 338 miliar pada tahun 2018 atau rata-rata Rp 10 miliar per kecamatan. Dana bertajuk “pagu indikatif kecamatan” bisa dimanfaatkan untuk kepentingan warga kecamatan maupun desa-desa yang belum masuk dalam anggaran organisasi perangkat daerah (OPD) maupun anggaran desa. Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kabupaten Bandung, Ernawan menuturkan bahwa jika anggaran dari Pemkab Bandung yang dilaksanakan OPD-OPD bersifat top down. Demikian pula dana desa juga top down dari pemerintah pusat ke desa-desa.

Sedangkan dana pagu indikatif kecamatan bersifat bottom-up yakni dari bawah ke pusat. Untuk alokasi dana pagu indikatif harus dimusyawarahkan dulu di kecamatan melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). Alokasi dana ini untuk 14 sektor di kecamatan mulai dari kesehatan, pendidikan, lingkungan, tenaga kerja, pekerjaan umum, dan lain-lain. Proyek yang dibiayai dari pagu indikatif tidak boleh bersinggungan dengan anggaran OPD maupun dana desa. Proyek yang akan dibiayai pagu indikatif kecamatan harus ada foto kondisi awal. Misalnya, dana untuk perbaikan jalan harus ada bukti kalau jalan itu benar-benar rusak.

Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Bandung, Yanto Setianto, menyambut baik adanya alokasi pagu indikatif tiap kecamatan yang besarannya disesuaikan dengan luas wilayah, jumlah penduduk, maupun jumlah penduduk miskin. Jadi tiap kecamatan akan berbeda jumlah dananya sebab disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Dana pagu indikatif terbesar untuk Kecamatan Pangalengan sebesar Rp 18,1 miliar dan Kecamatan Pasirjambu Rp 16,8 miliar, sedangkan dana terkecil untuk Kecamatan Cangkuang Rp 6,6 miliar.

`Pengalokasian dana harus dari Musrenbang kecamatan dari Senin-Kamis (6-9 Februarri 2017) di masing-masing kecamatan. Musrenbang tahun 2017 ini untuk alokasi dana pagu indikatif untuk tahun 2018. Usulan-usulan kebutuhan desa maupun kecamatan yang belum dibiayai dana desa maupun dana OPD Pemkab Bandung bisa masuk dalam pagu indikatif kecamatan.

  • Tingkat kemiskinan daerah – daerah di Bandung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun