Suatu aturan kebijakan pada hakekatnya merupakan produk dari perbuatan tata usaha negara, namun tanpa disertai kewenangan pembuatan peraturan dari badan atau pejabat tata usaha negara tersebut. Aturan kebijakan dimaksud pada kenyataannya telah merupakan bagian dari kegiatan pemerintahan.
Meskipun dasar penerbitan legislasi semu adalah kewenangan diskresioner (discretionary power) atau freies ermessen, namun tidaklah berarti kewenangan tersebut dapat digunakan secara sewenang-wenang. Aturan kebijakan atau legislasi semu ini harus memenuhi syarat :
Legislasi semu dibentuk dalam keadaan mendesak, karena pemerintah memerlukan suatu peraturan untuk menjalankan tugas umum pemerintahan;
Legislasi semu dapat dipertanggungjawabkan secara etika dan moral.
Menurut Bagir Manan, aturan kebijakan (legislasi semu) mempunyai ciri sebagai berikut :
> Aturan kebijakan merupakan peraturan perundang-undangan;
> Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan tidak dapat diberlakukan pada aturan kebijakan;
> Aturan kebijakan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena memang tidak ada dasar peraturan perundang-undangan untuk membuat keputusan    aturan kebijakan tersebut;
> Â Aturan kebijakan dibuat berdasarkan freies ermessen dan ketiadaan wewenang adminsitrasi bersangkutan membuat peraturan perundang- Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â undangan;
> Pengujian terhadap suatu aturan kebijakan lebih diserahkan kepada doelmatigheid sehingga batu ujianya adalah asas-asas umum pemerintahan        yang layak;
> Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni keputusan, instruksi, surat edaran, pengumuman, dan lain-lain, bahkan    dapat dijumpai dalam bentuk peraturan.