Sudah menjadi rahasia umum, bahwa SDM di Indonesia ini benar-benar sangatlah bermasalah.
Berbanding terbalik dengan "SDA"-nya, yang sering diklaim sangatlah kaya.
"Kalo aja Indonesia ini bener-bener bisa manfaatin semua SDA-nya dengan baik, negara ini bakal bener-bener kaya! Iya, gua jamin!" Tegas seorang anak muda pengangguran di sebuah warung kopi sederhana yang untung saja dia masih peduli pada negaranya.
Tapi sayangnya kebanyakan cuma sebatas itu saja. Lagipula ada alasan yang cukup masuk akal kenapa anak muda ini sampai bisa disebut seorang pengangguran.
Keluhan demi keluhan cukup sering dihembuskan. Kata "Miris", "Prihatin", Sudah menjadi Meme yang cukup populer di kalangan anak muda. Misalnya sekarang yang cukup anyar adalah istilah "Rakyat Negara +62".
Walaupun kebanyakan meme itu digunakan dalam keadaan bercanda. Tapi entah kenapa kita semua tahu, kalau dibalik itu semua terdapat keluhan sekaligus harapan bagi SDM dan masa depan bangsa ini!
Kita juga sangat tahu betapa Pendidikan dan Kesehatan juga masih belum bisa dianggap "baik baik saja" di negara ini.
Tapi memangnya apa yang bisa kita lakukan!?
Nah, itulah masalahnya saudara saudara.
Kebingungan inilah yang semakin menegaskan bahwa SDM kita benar benar sangatlah bermasalah!
Kita bahkan belum benar-benar yakin apakah standar gagal atau berhasilnya sebuah "Sektor" SDM di suatu negara itu seperti apa.
Atau apa saja yang harus dilakukan. Atau bahkan darimana saja kita harus memulainya.
Huuft.
Argh,
Saya hampir saja lupa Judul dan Inti dari tujuan saya menulis Artikel ini.
Sebenarnya alasan saya menulis Artikel ini adalah berangkat dari kegelisahan saya terhadap Prioritas pemerintah negara ini dalam memandang "Sektor" SDM dan SDA-nya.
Iya, bisa dibilang ini adalah salah satu bentuk "Kritik" saya terhadap Pemerintahan negara ini.
Eh eh eh, tapi tunggu, tunggu dulu, tahan dulu.
Ini bukanlah sebuah bentuk penghinaan. Percayalah, saya sangatlah bermaksud baik.
Saya tidak pernah dan tidak akan pernah benci kepada Pemerintah.
Saya cuma sekedar marah saja.
Tolong bedakan antara kebencian dan kemarahan.
Terdapat sebuah kata "Cinta" yang menjadi pembeda di antara keduanya.
Saya bisa marah karena saya Cinta. Saya Cinta Pemerintah, saya Cinta Negara ini! Saya Cinta Bangsa ini.
Karena kalau seandainya saya tidak Cinta,
Saya tidak akan pernah peduli.
Dan lagipula bukan cuma sekedar kritik saja yang akan saya utarakan di artikel saya kali ini. Tapi ada juga beberapa saran dan sedikit solusi bagi kita semua.
Jadi sekali lagi saya mohon.
Saya ini masih muda, saya belum sempat menikah.
Oke, yasudah, kita kembali lagi ke inti persoalannya.
Ehem,
Oiya, dalam hal ini, dibandingkan SDA, saya lebih suka menyebut "Sektor" selain Manusia (SDM) sebagai Lingkungan (SDA).
Ini adalah upaya saya untuk menghindari kesalahpahaman Istilah. Karena pada umumnya SDA lebih identik dengan Lingkungan Alam (Flora dan Fauna, Hasil bumi), tapi tidak selalu identik dengan Lingkungan Buatan (Pembangunan, Infrastruktur, Teknologi, Modernisasi).
Jadi apabila nanti saya menyebut kata SDA (Lingkungan), itu artinya Pembangunan dan Infrastruktur juga termasuk.
Oke, kalau begitu kita langsung saja.
Kita semua pasti sudah sangat akrab dengan "Pemerintahan Jokowi" dan "Pembangunan Infrastrukturnya".
Lagipula sepertinya itulah salah satu dari "sekian banyak" hal yang sering ditonjolkan, diutamakan dan dibanggakan, baik oleh Bapak Jokowi sendiri maupun oleh para pendukungnya.
Dan kebetulan, ini juga merupakan salah satu topik yang cukup sering diperdepatkan oleh kedua kubu politik Pilpres 2019 kesayangan kita.
Iya, siapa lagi kalau bukan kubu para Cebong dan Kampret.
Pada suatu hari yang cerah, seorang Kampret mengeluh sendirian karena kemiskinan nasibnya, "Argh, Pak Jokowi! Kami nggak butuh Infrastruktrur! Kami nggak makan Infrastruktur, Pak!"
Tiba tiba saja seorang Cebong yang entah datang darimana dengan pede-nya menjawab, padahal tidak ditanya.
"Siapa juga yang bakal makan Infrastruktur!? Mungkin sekarang masyarakat kita emang bakal 'sedikit' kesusahan. Tapi liat aja beberapa tahun ke depan, ekonomi kita bakal bertumbuh, dan bahkan meroket!"
"Halaahhh, mana mungkin bakal kayak gitu, dasar cebong dungu!" Si kampret jadi semakin stress dan kesal.
"Yaelah, kasar amat, daripada elu, kampret barbar! Sobat gurun! *Sensor*!" balas cebong tak terima.
"*Sensor*! *Sensor*!" teriak kampret.
"*Sensoor*!" pekik cebong.
Huuft, Seharusnya orang yang sedikit waras saja sudah cukup mendapat bukti betapa mengerikannya kualitas SDM kita saat ini.
Dan percayalah, Infrastruktur bukanlah solusi "Efektif" bagi permasalahan seperti ini.
Iya, saya tahu mungkin ada beberapa pihak yang kontra dengan saya dan mengatakan bahwa SDM (Manusia) dan SDA (Lingkungan) itu sama pentingnya. Sehingga tidak terlalu jadi masalah Sektor mana yang harus didahulukan dan diutamakan terlebih dahulu.
Iya, saya cukup setuju, dan saya hargai pendapat anda.
Tapi maaf, saya tidak terlalu setuju dengan argumen anda yang mengatakan SDA lebih didahulukan dan diutamakan daripada SDM.
Mungkin ini tidak akan terlalu ada gunanya bagi orang-orang yang paham bahwa pertengkaran sepasang Suami-Istri tidak akan bisa langsung didamaikan hanya dengan bermodalkan mobil mewah dan rumah bagus saja.
Tapi karena ini saya upload untuk saya publikasikan. Artinya siapapun bisa melihat Artikel ini. Saya akan sebaik mungkin berusaha untuk menjelaskannya.
Kita tidak perlu harus berargumen dan berfilsafat ini itu.
Cukup kita lihat saja bukti-buktinya.
Sebenarnya ini juga termasuk kritik untuk presiden sebelumnya maupun presiden selanjutnya.
Bukan cuma Jokowi saja satu satunya orang yang akan berani saya marahi, dan kritisi.
Masalah Papua! Kerusuhan Wamena! Demo mahasiswa! Pelemahan KPK! Korupsi merajalela! Pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera! Rakyat dan Pemerintah sudah tidak lagi saling percaya! Krisis toleransi di mana-mana! Radikalisme agama! Moral rusak! Cebong dan Kampret perang argumen di Medsos setiap hari! RKUHP kontroversial! Lemahnya karakter bangsa! Pelanggaran HAM!
Dan masih banyak lagi masalah "Kemanusiaan" lainnya.
Saya tekankan sekali lagi ini adalah masalah "Kemanusiaan"!
Inilah masalah terbesar yang sedang kita hadapi sekarang.
Percuma saja Infrastruktur lengkap, Teknologi maju, tapi kalau tidak ada sedikitpun ketenangan di dalam jiwa.
Apa gunanya itu semua!?
Apakah kalian tidak pernah mengerti, apa itu defenisi bahagia?
Dan bahkan yang lebih ironisnya lagi. Dibandingkan Lingkungan Buatan (Pembangunan, Infrastruktur), seharusnya pemerintah lebih memprioritaskan Lingkungan Alam.
Karena yang di makan oleh Manusia (Rakyat) itu adalah Hasil Bumi (Flora dan Fauna), bukannya Aspal apalagi Beton (Infrastruktur).
Huuft,
Oke, sesuai janji saya, saya tidak akan cuma memberi tahu kritik dan masalahnya saja. Tapi saya juga akan berusaha memberikan saran dan solusinya.
Saran saya,
Saya mohon, dahulukanlah dan utamakanlah (Prioritaskanlah!) Manusianya terlebih dahulu (SDM), baru setelah itu Lingkungannya (SDA).
Soal Infrastruktur nanti saja, setelah kita semua menjadi orang yang "Berpendidikan" dan "Sehat", kita akan dengan mudah membangunnya bersama-sama.
Iya, SDM terdiri dari dua buah sektor besar yaitu Pendidikan dan Kesehatan. Tapi saran saya dahulukanlah dan utamakanlah terlebih dahulu Pendidikan, baru setelah itu Kesehatan.
Karena seorang Teroris dan Pembunuh berdarah dingin-pun juga berbadan sehat, tapi kita semua tahu kalau mereka tidaklah berpendidikan.
Sedangkan di lain pihak kita punya Eyang Habibie yang walaupun sedang dalam keadaan terbaring sakit, beliau masih tetap dicintai oleh semua orang.
Dan bahkan sampai sekarang, ketika beliau sudah berpulang.
Dan oiya, satu lagi. Hanya karena Prioritas negara dialihkan ke sektor Pendidikan. Bukan berarti sektor pembangunan dan Infrastruktur benar-benar akan diabaikan begitu saja.
Ini cuma masalah fokus saja. Khususkanlah sektor Pendidikan melebihi kesehatan, lingkungan apalagi pembangunan dan Infrastruktur.
Cukup itu saja hal yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah negara kita untuk saat ini menurut saya.
Evaluasilah kembali skala prioritas negara ini. Karena mencegah itu, memang jauh lebih baik daripada mengobati!
Pendidikan adalah pencegah insiden kemanusiaan yang tentu saja kita semua tidak akan mau lagi, kejadian serupa akan terulang kembali.
***
Dan ternyata pada akhirnya cuma Cintalah alasan terbesar saya rela menulis sepanjang ini. Saya mencintai negara saya, saya mencintai masyarakat saya, saya tidak mau sedikitpun mereka sampai kenapa-napa.
Anda pikir sesulit apa saya berlapang dada ketika mendapat kabar seorang anak kecil yang masih balita dikampak di kepalanya?
Semoga Allah akan selalu Me-Rahmati kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H