“Lalu, gambar centang yang dimaksud anak saya itu gambar apa? Memangnya di sini tak ada yang ada gambar centangnya?” aku bertanya.
“Oh, itu gambar logo merek kaus bolanya. Memang kalau kaus replika di sini tak ada gambar centangnya.”
“Di toko apa saya bisa mendapatkan kaus yang seperti itu?”
“Bapak harus pergi ke Kudus atau Semarang. Di sana banyak toko yang menjual kaus bola yang asli.”
Jauh sekali.
Berkali aku merayu Faiz agar membeli yang ada saja, tapi anak itu bergeming. Ia tetap menginginkan kaus bola seperti yang diinginkannya, bukan seperti yang ada di toko itu.
------
“Satu juta dua ratus ribu, Pak,” kata pelayan toko yang menjual bermacam kaus bola, jaket, sepatu, tas, dan banyak lagi itu menyebut harga kaus bola yang dijualnya.
“Satu kaus ini?” aku keheranan mendengar harga kaus itu sama dengan bayaranku bekerja sebulan.
“Ya, ini kaus bola asli, Pak. Lihat mereknya,” kata pelayan itu sambil menunjuk gambar centang. Jadi ini, kaus dengan gambar centang?
“Apa bedanya asli atau tidak? sama saja, kan?”