“Kenapa, Dik?”
Faiz tak menanggapi gadis muda itu. Ia masih sibuk dengan tangisnya. Gadis itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
“Mbak, Mbak, tak perlu, kami bukan pengemis,” sahutku dengan sedikit kesal karena gadis itu seperti sedang mencoba menjadi pahlawan.
“Sepertinya adik ini menginginkan sesuatu?” gadis itu berkata.
“Dia menginginkan kaus bola seharga satu juta dua ratus ribu. Mbak pernah ingin memakai kaus seperti itu?”
Gadis itu melongo. Ia tampaknya mengerti sekarang dan sepertinya juga tak tahu, jalan keluar seperti apa yang bisa diberikannya pada Faiz yang sesaat lalu sepertinya sangat ingin ia tolong.
“Ikut saya, Pak,” kata gadis muda itu.
Aku memandang gadis muda itu dengan curiga. Menjelang lebaran biasanya akan bermunculan orang-orang yang berniat jahat.
“Ke mana?”
“Saya akan tunjukkan di mana bisa mendapat kaus bola,” kata gadis itu.
“Anak saya sudah sering melihat kaus bola. Tapi kaus bola yang diinginkannya hanya ada di toko yang mahal itu,” sahutku.