Lelaki bau busuk itu kembali mendekati jendela. Jendela adalah jalan ia masuk dan keluar kamarku.
“Tunggu,” kataku pelan.
Ia berhenti dan memandangku.
“Ada apa?”
“Apa lain kali aku bisa minta bantuanmu lagi?”
Lelaki bau busuk itu memandangku tajam. Lalu seringai itu muncul lagi pada garis bibir hitamnya.
“Bisa saja,” katanya. Ah, aku merasa debaran dadaku berangsur hilang mendengar jawabannya.
“Kau tinggal datang jika butuh bantuan lagi. Berapa pun aku sanggup membantumu, karena kau sudah terbukti sungguh-sungguh dalam membayarnya, he, he, he.”
Ia kembali mendekati jendela dan keluar dari sana.
Kau sudah berubah menjadi pelacur.
“Apa pun,” gumamku untuk mengatasi gemuruh suara hati kecilku yang mengumpatku habis. Aku tak ingin mendengarnya.