Ini adalah cerita pengalaman saya pribadi yang pernah merasakan dipimpin dan dibimbing dua jenis pimpinan yang menganut dua paham dan metode berbeda dalam memimpin bawahannya. Satunya penganut paham macromanagement sedangkan yang lainnya adalah pengikut paham micromanagement.
Selama dipimpin dan dibimbing mereka berdua saya merasakan betul perubahan yang terjadi baik dari ritme bekerja, pola komunikasi, ruang berkreasi dan berdiskusi, problem solving, dan lain sebagainya.
Lebih jauh, saya pribadi juga pernah menjadi pengikut kedua paham tersebut di waktu yang berbeda pada kondisi yang berbeda juga ketika dulu menjadi pimpinan beberapa organisasi semasa di bangku sekolah atau kuliah bahkan ketika sudah berada di dunia kerja.
Pengertian Macromanagement dan Micromanagement
Macromanagement adalah gaya kepemimpinan yang cenderung enggan campur tangan terlalu banyak sampai tingkat mendetail pada ruang pekerjaan bawahannya, mereka lebih memilih melihat dengan kacamata yang lebih luas akan ide dan gagasan dari produktivitas karyawan atau bawahannya
Seorang macro manager tidak akan cawe-cawe terhadap masalah sepele tentang bagaimana bawahannya menyelesaikan pekerjaannya secara mendetail asalkan mereka dapat memberikan kontribusi dan meningkatkan produktivitasnya secara optimal.
Mereka akan melihat visi yang lebih luas dari sebuah pekerjaan atau kolaborasi dalam sebuah tim. Lebih jauh mereka juga akan memberi ruang yang lebih mandiri bagi bawahan atau karyawannya untuk lebih kreatif dan berpikir kritis tanpa takut untuk dirisak ataupun direnggut kemerdekaannya.
Sebaliknya micromanagement adalah gaya kepemimpinan yang lebih fokus pada rincian, detail, bahkan kuantitas pekerjaan bawahannya.
Tipe kepemimpinan micromanagement tidak segan akan terjun langsung dan mengomentari serta memberi saran kepada bawahannya akan hal-hal kecil yang rinci yang semestinya dilakukan karyawannya demi mencapai kepentingan bersama.
Seorang micro manager akan sedikit bahkan tidak memberi ruang sama sekali akan nilai kreativitas dan berpikir kritis, dikarenakan mereka terlibat langsung hampir di seluruh tahapan pekerjaan dari bawahannya.
Kelebihan dan Kekurangan Macromanagement
Hal tersebut dapat dipahami karena seorang bos yang memiliki gaya kepemimpinan macromanagement cenderung lebih melihat visi ke depan dan memberikan kepercayaan lebih kepada para bawahannya sembari tetap memberi kontrol serta juga ruang kreativitas yang dibutuhkan organisasi untuk mencapai tujuan bersama
Di masa sekarang di mana semua akses informasi serta perubahan dalam dunia bisnis sangat dinamis, seorang pemimpin dengan tipe macromanagement menjadi seorang teladan dan primadona.
Namun, tipe kepemimpinan macromanagement tidak selalu baik di segala kondisi dan situasi karena dengan tipe kepemimpinan seperti ini terkadang di saat tertentu dan kritikal dan membutuhkan fokus lebih dalam lingkup lebih kecil akan membuat kebingungan bagi bawahan yang terkadang kesulitan memahami maksud dan tujuan dari seorang macromanager yang cenderung menyampaikan gagasannya secara umum dan dalam lingkup besar.
Sebuah contoh saja ketika suatu hari atasan saya yang meminta tolong saya membuat sebuah bahan presentasi tentang sebuah proyek pengadaan barang dan jasa di sebuah shorebase di wilayah Kalimantan Timur. Beliau hanya menginstruksikan saya untuk membuat power point yang berisi informasi kunci dari proyek tersebut.
Saya mencoba menanyakan informasi umumnya apa saja yang diperlukan beliau hanya menyampaikan latar belakang, gambaran scope of work, rangkuman proses tender, serta kesimpulan dan rekomendasi.
Saat itu saya coba buat sedemikian rupa hingga poin-poin yang disampaikan atasan saya termaktub dalam slide-slide presentasi, lalu secepatnya saya sampaikan kepada beliau.
Dan setelah dilihat sekilas beliau merasa presentasi saya masih kurang detail dan merangkum apa yang disampaikan akhirnya dia meminta saya menambahkan beberapa informasi lainnya sampai bolak balik tiga kali koreksi dan perbaikan, padahal saya sudah mencoba merinci dan menuliskan apa yang beliau sampaikan.
Bukan sekali itu saja terjadi beberapa kali rekan kerja saya pun merasakan hal yang sama terkadang instruksi dan informasi yang disampaikan beliau kurang terperinci dan ditangkap secara baik oleh anggota timnya.
Hal tadi juga pernah saya alami ketika memimpin organisasi, di mana ketika organisasi sudah besar dan matang mempraktikkan metode macromanagement menemui kendala di pola penyampaian informasi dan metode komunikasi yang terkadang tidak dipahami secara utuh oleh anggota saya.
Selain itu juga seorang macromanager harus memperhatikan pola komunikasi dan kedekatan dengan anggota timnya. Dengan sedikitnya keterlibatan langsung dalam pekerjaan bawahan bisa jadi interaksi antara bawahan dan bos pun semakin sedikit, hal ini membawa kepada pola komunikasi yang terkadang tidak dekat dan erat antara karyawan dan pimpinannya.
Hal tadi perlu dengan ekstra diperhatikan oleh seorang penganut macromanagement bahwa mereka perlu juga mencari cara agar visi dan misi serta semangat tim dapat terkomunikasi dengan baik kepada para bawahannya, agar tidak melenceng dan berjalan sendiri-sendiri.
Mencari momen dan kesempatan untuk mendekatkan diri dengan anggota tim atau organisasi perlu juga dilakukan oleh seorang macro manager demi menjalin kedekatan yang lebih erat kepada anggota atau bawahannya agar dalam bekerja kesamaan ritme dan komunikasi yang cair tercipta di dalam organisasi tersebut.
Kelebihan dan Kekurangan Micromanagement
Mereka tidak segan-segan untuk terjun langsung secara rutin mencampuri pekerjaan dari bawahannya bahkan untuk hal-hal yang terbilang sepele bahkan sampai diluar dari fokus pekerjaan.
Metode-metode pendekatan micromanagement ini cenderung tidak populer dan mendapatkan antipati dari para karyawan khususunya di organisasi yang sudah besar dan matang yang membutuhkan ruang bergerak yang lebih luwes dan menuntut kreativitas dan kemampuan berpikir kritis yang lebih banyak.
Pengalaman ini saya langsung rasakan ketika pimpinan saya berubah dari seorang yang penganut macromanagement ke micromanagement, di mana perubahan terasa sangat kentara dan kerja sama tim pun terdampak akibatnya.
Ketika saya dipimpin seorang penganut micromanagement saya dan rekan kerja lainnya merasakan jantung seperti berpacu lebih kencang setiap harinya dan harus siap sedia untuk dipanggil dan dikomentari setiap harinya atas berbagai pekerjaan yang kami lakukan bahkan hal-hal pribadi yang semestinya tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.
Beliau yang seorang micromanagement akan sangat detail dalam menyampaikan informasi sehingga mungkin juga mudah dipahami oleh kami para anggotanya, meski ketika menunaikan amanat yang dia sampaikan kami perlu dengan legowo untuk selalu diawasi dan dikomentari oleh beliau.
Kami semakin waspada dan harus siap sedia akan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan jika beliau memintanya. Ada baiknya juga kami akan semakin lebih teliti dan waspada akan berbagai kemungkinan.
Tetapi berbicara untuk sebuah organisasi yang besar dan matang ruang kreativitas dan beprikir kritis kami cenderung diberangus ketika dipimpin oleh seorang micromanager.Â
Beliau kurang suka untuk dikritik apalagi diberi masukan sehingga terkadang semua porsi pekerjaan hampir habis beliau lakukan meski risiko terkadang tetap kami juga yang merasakan.
Namun di masa kritikal dan genting terkadang beliau mampu memberikan solusi dan mengkoordinir timnya secara cepat meski menimbulkan banyak ketidaksukaan berbagai pihak termasuk pimpinan lainnya.
Praktik micromanagement ini sebenarnya pernah juga saya terapkan ketika memimpin organisasi yang masih berisi anggota-anggota muda yang minim pengalaman organisasi dan di mana organisasi belum bertumbuh secara matang.
Namun, seiring berjalan waktu metode itu ternyata berbuah hasil yang cukup baik di mana periode kepengurusan kami menjadi seperti pendobrak akan kinerja organisasi yang cenderung senyap tanpa gebrakan di tahun-tahun sebelumnya.
Tetapi saya memahami ketika organisasi diisi oleh anggota yang telah siap dan matang serta ukuran organisasi telah besar, micromanagement tidak cocok dipraktikan dan sudah ketinggalan zaman.
Macromanagement Vs Micromanagement
Meski dipahami juga bahwa pimpinan atau bos dengan tipe kepemimpinan macromanagement membutuhkan pola komunikasi dan pendekatan dengan bawahan atau anggota yang lebih efektif dan optimal agar ritme kerjasama dan komunikasi di antaranya lebih padu dan erat serta efektif.
Sebaliknya micromanagement sebenarnya tidak selalu buruk dipraktikkan, khususunya untuk organisasi yang cenderung kecil dan anggota tim adalah anggota baru yang nirpengalaman ataupun masih dalam tahap meraba-raba.
Namun meski diingat jika ingin perusahaan atau organisasi bertumbuh dan lebih besar maka praktik micromanagement harus mulai ditinggalkan dan mulai mengadopsi semangat pola kepemimpinan macromanagement yang lebih populer dan dinamis.
Semoga rangkuman tadi memberikan pemahaman dan bermanfaat bagi kita semua ketika menjadi pemimpin ataupun dipimpin oleh tipe kepemimpinan yang berbeda.
Selamat beraktivitas!
Jadi kamu pilih menjadi maromanager atau micromanager nih?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI