Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Mau Ajukan Kredit, Sudah Siapkah dengan Konsekuensinya?

23 Desember 2024   15:36 Diperbarui: 24 Desember 2024   14:24 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Just Sharing....

Dua hari lalu ada seorang nasabah. Sebut saja namanya Bu Wuri. Bolak -balik dia menghubungi saya. Dari panggilan telepon hingga panggilan suara via WA. 

"Pak, saya uda bayar delapan kali. Yang lagi empat bulan sisanya saya cuma mau bayar dua bulan. Mencekik sekali," demikian curhatnya. 

Makna kata" mencekik" dalam tanda petik tentu hanya bisa dirasakan oleh si nasabah setelah kontrak berjalan. 

Saya lalu menghubungi kembali dan menyampaikan beberapa opsi. Mulai dari pelunasan dipercepat dimana bunga berjalan bisa dihapus. 

Atau nasabah bisa memohon kebijakan hapus denda dimana jumlah denda bisa dikurangi sekian persen sehingga tak banyak yang harus dibayar. 

Meski demikian, setelah nasabah membaca pesan yang dikirimkan, dia tetap ngotot maunya dari empat angsuran dia minta tolong dihapus kewajiban dua cicilan. 

Saya tak membalas lagi chat nya. Karena tentu itu tak bisa dikabulkan. 

Bila mau ajukan kredit, sudah siapkah dengan konsekuensinya? 

Memasuki akhir tahun 2024, beberapa pakar ekonomi menyatakan bahwa di 2025 ini nanti kondisi ekonomi akan semakin sulit. 

Daya beli menurun, sejumlah perusahaan besar melakukan perampingan usaha hingga menutup unit bisnisnya, tentu ini berdampak PHK terhadap para pekerja. 

Saya punya banyak nasabah di kantor yang bekerja di salah satu minimarket sejuta umat. 

Mereka adalah golongan nasabah rawan. Rawan di PHK rawan berpindah tempat tinggal lantaran sebagian pekerjanya adalah perantau.

Beruntung pokok utang nya tak besar-besar amat. Meski kecil outstanding piutang, penanganannya tetap sama. 

Membaca berita terkait waralaba usaha ini yang sampai Desember 2024 telah menutup sejumlah gerai nya di seluruh Indonesia, tentu para karyawannya praktis kehilangan gaji bulanan. 

Biaya sewa tempat selalu naik setiap tahun sementara pemilik lokasi mungkin beralih pada usaha lain sehingga tak lagi menyewakan pada manajemen minimarket.

PHK tak dapat ditolak. Diputusin mantan itu tak enak, apalagi diminta putus kontrak sama manajemen. Bila masih ada cicilan, lalu mau bayar dengan apabila tak lagi terima gaji. 

Putus mantan masih bisa makan meski hati sedih. Tapi di-PHK bisa-bisa tak mampu beli kebutuhan makan minum di bulan-bulan mendatang ditambah susah dapat pekerjaan baru. Sedihnya dobel!

Belum lagi kabar miris ada warga bunuh diri karena terjerat pinjol saking tak mampu bayar cicilan. Padahal pinjol itu ngasih pinjaman dari uang para investor yang dititip ke mereka. 

Nasabah stres ngga bisa bayar angsuran. Pihak pinjol juga stress gimana balikin uang investor. 

Nasabah pusing saat tanggal jatuh tempo, yang ngasih kredit juga pusing karena ada batas waktu mengembalikan dana ke pemberi modal. 

Foto Dokpri
Foto Dokpri

Di kanal berita dalam dua minggu terakhir, kita membaca mengenai kebijakan pemerintah menurunkan harga tiket pesawat jelang akhir tahun. Promosinya dimana-mana. 

Bisa dianalisa bahwa ini salah satu strategi pemerintah agar semakin banyak masyarakat melakukan aktivitas penerbangan dari dan ke suatu tempat. 

Ekonomi bergerak ketika lalu lintas manusia juga bergerak. Orang pergi berarti membelanjakan uang. Orang datang berarti uang juga datang. 

Banyak sektor kecipratan uang ketika manusia dan barang berputar. 

Lalu apa hubungannya dengan pertanyaan bila mau ajukan kredit, sudah siapkah dengan konsekuensinya? 

1. Sebagaimana kondisi ekonomi aktual, berpengaruh terhadap persetujuan kredit. 

Para pengaju yang bekerja pada perusahaan-perusahaan rawan bankrut atau ada isu-isu terkait PHK cenderung bisa ditolak. 

Ini antisipasi terhadap gagal bayar pasca kredit. 

Demikian juga calon debitur atas nama perusahaan dimana bidang usaha pada sub-sub pekerjaan dari kementerian tertentu, dengan kabinet baru yang terbentuk tentu pengajuan anggaran juga masih tarik ulur dengan DPR. 

2. Naik turun nya daya beli masyarakat, berpengaruh terhadap kebijakan besar bunga kredit. 

Ketika daya beli menurun, tentu perputaran uang akan menurun. Demikian juga sebaliknya. 

Konsep ekonomi dimana pengeluaran seseorang adalah pemasukan buat seseorang yang lain. 

Tapi bagaimana orang tersebut bisa mencicil kalau sedikit orang atau tidak ada orang yang memberi uang padanya untuk konsumsi barang (jasa) darinya. 

Penetapan persentase bunga kredit oleh pelaku usaha jasa keuangan mengacu pada suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 

Persentase bunga kecil, meringankan debitur untuk membayar. Namun mengenakan bunga ringan, juga berpotensi merugi bila biaya kredit terlampau tinggi. 

Sebaliknya mengenakan bunga kompetitif, juga bisa dirasa "mencekik" pada sebagian nasabah. 

Padahal sejatinya besar bunga berbanding lurus dengan lama tenor, plafon pembiayaan dan harga tunai unit kredit. 

Lagi pula pembiayaan yang disalurkan ke masyarakat (nasabah) juga punya peran penting untuk menggerakkan ekonomi seperti modal untuk UMKM, kredit kendaraan supaya industri otomotif juga berkembang pesat,dan lain sebagainya. 

Bila tak ada bank atau lembaga pembiayaan non bank yang memberi kredit, pada siapa masyarakat Indonesia harus meminjam? 

3. Pahami keinginan perusahaan pemberi kredit. 

Dimana pun kredit pasti ada beban bunga. Karena lembaga yang memberi kredit itu juga menggunakan dana yang bukan miliknya untuk meminjamkan pada nasabah. 

Selisih bunga antara yang dipinjamkan dengan yang dikreditkan ke debitur itulah yang jadi profit. 

Bank-bank mengelola dana simpanan nasabah yang disebut dana pihak ketiga untuk dikreditkan lagi dalam bentuk pembiayaan KPR rumah, kredit modal usaha dan lainnya. 

Demikian juga multifinance yang dipinjamkan dana oleh investor atau bank besar yang disalurkan dalam bentuk kredit motor, kredit mobil, kartu kredit, paylater, kredit elektronik hingga kredit KTA. 

Bagaimana jadinya bila nasabah menunggak lari dari kewajiban berutang padahal perusahaan yang memberi kredit harus bertanggung jawab mengembalikan dana -dana yang mereka kelola. 

Demi alasan tersebut, aspek kehati-hatian bikin pemberi kredit cenderung menyukai calon debitur yang POD nya kecil dan LOR nya juga kecil. 

POD (Probabilitas of Default) kecil yaitu target masyarakat yang tetap akan bayar pada waktu tertentu dan pada kondisi tertentu. 

Sementara LOR (Loss on Repossesion) berkaitan dengan minimnya potensi kerugian bila agunan debitur bisa menutup outstanding piutang manakala gagal bayar.

Tapi mencari tipikal nasabah seperti itu bukan perkara mudah lantaran kompetitor lain juga berburu pada segmen yang sama. Kaum menengah target utama meski kolek 2 atau kolek 3 pun masih bisa "dimakan" dalam tanda petik. 

4. Jangan lari dari masalah bila belum mampu mengangsur.

Disetujui kreditnya itu hanya butuh waktu paling lama beberapa hari. Tapi membayar kewajiban cicilan itu perlu sekian bulan hingga sekian tahun. 

Sepanjang tenor kredit, debitur tak hanya harus pintar mengelola finansialnya, tapi juga harus cerdas mengelola emosi dan kesehatan jiwanya. 

Masih ada cicilan motor 1,2 juta tapi jalan jalan ke mall liat barang menarik tetap juga dibeli. Ujung - ujung nya cicilan motor tak terbayar. Itu masalah di jiwa, bukan di dompet. 

Menunggak dua minggu bahkan sebulan di datangi pegawai diingatkan bayar malah nomor HP nya diganti biar ngga bisa dihubungi lagi. Merasa terganggu dihubungi dan dicari padahal seharusnya berdamai dengan konsekuensinya.

Ada lagi debitur yang malah tidak membayar tapi menjual unit kredit nya ke orang lain. Motor digadai, mobil dilego ke orang lain, padahal BPKB nya masih di brankas pemberi kredit. 

Tak sedikit pula yang merelakan datanya di pakai buat kredit orang lain, lalu mencuci tangan membenturkan pihak kreditur dengan mereka yang tak ada sangkut pautnya dalam akad kredit. 

Beberapa nasihat sederhana buat yang hendak ajukan kredit : 

1. Ambil cicilan dimana Anda merasa tidak terbeban mengeluarkan uang segitu sebulan. 

Bila aturan pokok harus sepertiga gaji, bukankah lebih baik bila seperlima atau seperenam gaji. 

2. Kredit barang yang benar benar dibutuhkan, bukan diinginkan. 

Tanpa barang itu, hidup Anda pekerjaan Anda tidak efektif, kreditlah barang-barang itu. Dengan begitu sebanding harga yang Anda bayar dengan manfaat yang diterima.

3. Carilah bunga yang paling rendah. 

Dengan kian banyak perusahaan dimana Anda bisa kredit, pilihlah tempat kredit yang paling rendah bunganya. Kalikan saja total cicilan dikurangi dengan harga unit. Pilih yang paling sesuai dengan pendapatan. 

4. Bernegosiasi. 

Anda bisa hubungi bagian marketing meminta biaya admin yang lebih murah. 

Atau bisa juga mengajukan tanpa melalui mediator sehingga pemberi kredit tidak perlu bayar komisi ke agen yang ujung ujungnya komisi yang dibayar itu ditambahkan ke pokok utang Anda. 

Masih banyak teknik nego yang lain, yang mungkin tak bisa dituliskan semuanya di sini biar tidak terlalu panjang tulisannya. 

Salam Kompasiana, 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun