Just Sharing....
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin itulah kiasan yang tepat bagi seorang debitur bernama Bapak Tinus (nama samaran).Â
Lelaki berusia 40 tahunan itu telah tiga tahun jadi debitur. Namun masuk tahun keempat, seseorang yang sudah dianggap sebagai keluarga menyusahkan kehidupan Pak Tinus dan istrinya, Ibu Susan.Â
" Dasar orang tidak tau diri, su kasi hati baru minta jantung lagi. Sekarang tidak ada muncul dipu muka," kata Ibu Susan dengan sedikit emosi bicara dengan dialek khas Indonesia Timur kala bertemu dengan mereka berdua di kantor.Â
Pak Tinus dan Ibu Susan, adalah pekerja informal di tengah kota besar.Â
Mereka gambaran dari jutaan perantau lain dengan cuma bekal ijazah SD nekad mengais rejeki di kota. Mereka akhirnya berjodoh dengan tiga anak yang saat ini sudah remaja.Â
Dan yang cukup pruhatin, lima orang dalam satu keluarga ini hanya mampu menyewa satu kamar kos ukuran 4m X 3m seharga 750 ribu per bulan di sudut kota.Â
Pak Tinus bekerja serabutan. Kadang jadi pengantar roti dari sebuah rumah boga, kerap pula jadi driver online dengan motor bututnya.Â
Ibu Susan sendiri membantu ekonomi keluarga dengan merangkap jadi PRT (Pembantu Rumah Tangga) sembari membuat jajanan kue ala kadarnya untuk dititip di warung-warung terdekat.Â
Meski berlatar ekonomi yang bisa dibilang menengah ke bawah, riwayat pembayaran cicilan Pak Tinus termasuk lancar dari kredit tiga buah HandPhone bagi ketiga anaknya.Â