Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Uang Angsuran Digondol Penipu, Limit Akun Dipakai Oknum

3 Agustus 2023   14:15 Diperbarui: 3 Agustus 2023   17:19 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penipuan (Sumber: shutterstock)

Just Sharing....

Tiga bulan lalu, seorang nasabah modal kerja mengadu ke kantor. 

Dia tak terima mengapa telepon rindu dari kantor pusat masih saja menyapanya dalam dua minggu terakhir. 

Bahkan suara merdu si wanita yang menelpon saban hari barangkali dirasakan seperti teror nenek gayung, Hehe...

Orang sudah bayar kok ditelepon terus. Kurang kerjaan kali. Gangguin orang aja. Mungkin demikian dalam hatinya. 

Kekesalannya kian bertambah manakala didatangi pula pegawai yang mengingatkan kontrak kredit yang sudah lewat dua bulan dari tanggal jatuh tempo. 

Si debitur lalu mengambil HP dari saku kemeja. Dikliknya galeri foto sembari mencari beberapa gambar yang mau ditunjukkan. 

Ternyata itu adalah screenshot dari chat dan komunikasi via WA dengan seseorang yang mengaku sebagai karyawan internal. 

"Ini teman Anda kan? Saya sudah transfer ke perusahaan Anda," katanya lalu menunjukkan bukti pembayaran. 

Total dua angsuran Rp 960.000 ditransfer ke sebuah nomor rekening salah satu bank di Indonesia.

Jumlahnya memang sesuai dengan cicilan si nasabah. Tapi nama si pemilik rekening adalah nama pribadi. 

Apakah orang tersebut adalah salah seorang karyawan di kantor? Wah tentu itu sudah sangat menyalahi aturan. 

Pegawai dilarang menerima transfer pembayaran nasabah. Ketahuan bisa langsung SP3.

Setelah konfirmasi ke atasan juga ke WAG kantor, termasuk mengecek apakah ada nama karyawan seperti yang tertera di bukti pembayaran, hasilnya zonk!! 

" Ini penipuan Pak. Coba Bapak hubungi lagi orangnya," kata saya. 

Wajah serta ekpresi si debitur pun seketika nampak berubah. Dia kemudian menelepon panggilan suara via WA juga video call. 

Tak ada respon. Nomor debitur sudah diblokir. Foto profil si penipu pun hilang. 

"Saat pengajuan dulu kan lewat aplikasi kantor. Bukankah bisa memantau di situ apakah cicilan yang dibayar sudah masuk apa belum?" tanya saya

"Sudah setahun ngga pernah dipakai. Nomor kartunya sudah dibuang," jawabnya kemudian lalu meminta maaf  

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Dalam hati, iba juga melihat debitur tertipu. Otomatis jumlah hari keterlambatan makin panjang. Status kolek juga berpotensi naik. 

Uang melayang sia-sia ke tangan si penipu padahal ada beraneka perjuangan dan keringat di balik usaha mendapatkan penghasilan demi membayar cicilan. 

Di satu sisi, penjahat digital terus bergentayangan mencari korban debitur lain dengan memanfaatkan teknologi dan kelengahan nasabah. 

Waspada penipuan digital, yuk pahami modus dan trik si penipu

Pada akhir tahun 2022, Biro Pusar Statistik (BPS) mencatat bahwa di Indonesia ada 209 perusahaan pembiayaan (PP) yang biasanya di sebut multifinance atau sebagian masyarakat menyebutnya leasing. 

Bila leasing identik dengan pembiayaan kendaraan, namun dalam satu atau dua dekade terakhir, hampir semua multifinance sudah meluaskan pembiayaan. 

Ada refinancing BPKB, dana renovasi rumah dan properti, kredit elektronik, iPhone dan HP, perabotan rumah tangga, hingga menjual asuransi juga produk pay later. 

Beraneka pembiayaan tersebut didukung oleh POJK 35 tahun 2018 yang meliputi pembiayaan investasi, pembiayaan modal kerja, pembiayaan multiguna dan pembiayaan lain yang diizinkan OJK.

Imbas dari banyaknya produk pembiayaan, maka jumlah nasabah pun akan semakin banyak dan semakin beragam latar belakangnya. 

Perubahan teknologi membuat banyak PP berubah dan berbenah. Salah duanya di Divisi Collection (Penagihan) dan Divisi Marketing yang menangani penjualan. 

Di dua divisi inilah beberapa kasus penipuan digital bisa terjadi. Kerugian finansial dan non finansial. Pelakunya bisa orang luar perusahaan atau orang dalam, bahkan bisa mantan karyawan. 

Kisah di atas mewakili satu kasus di bagian penagihan. Salah satu kasus lain di Divisi Marketing terjadi juga beberapa bulan lalu. 

Seorang nasabah jadi korban ketika limit pinjaman digunakan dalam kontrak kredit dan tanggung jawab pembayaran dibebankan pada si debitur padahal bukan dia pengguna unit. 

Dia baru sadar manakala teringat bila pernah memberikan data identitas berupa foto KTP, nomor HP, kode OTP dan merelakan dirinya pada proses skrinning wajah pada seseorang yang mengaku dari perusahaan multifinance. 

Terlanjur basah. Nasi sudah jadi bubur. Dia bingung bagaimana membayar cicilan Rp 1.250.000 selama 12 bulan. Oknum pelaku pun tak bisa dihubungi. Komunikasi terputus. Nomor HP diblokir. 

Bagaimana penipu digital bisa mengelabui debitur? 

1. Penjahat memahami sistem transaksi debitur. 

Bila seorang debitur di bank, biasanya angsuran otomatis terdebet pada tanggal jatuh tempo dari saldo rekening. 

Di Perusahaan Pembiayaan (PP) juga bisa terjadi seperti itu bila PP itu anak usaha dari sebuah bank dan si debitur pun memiliki rekening di bank tersebut. 

Realitanya sebagian besar debitur di PP, jarang yang mau seperti itu. Tipikal mereka biasanya lebih suka membayar sendiri lewat beraneka saluran pembayaran yang disediakan oleh PP. 

Jadi inisiatif dan kerelaan membayar keputusannya ada di nasabah. Bukan sistem memotong. 

Rasanya memang PP pun tak ingin terlalu kaku dalam men threat para nasabahnya layaknya di perbankan. Tak memaksakan harus jadi nasabah di bank induk.

Di satu sisi, ini jadi keuntungan bagi debitur. Pada saat jatuh tempo, bila ada keperluan urgent, uangnya bisa dipakai dulu lalu akan dibayar sekian hari ke depan. 

Tak soal bila ada denda. Toh mereka bayar lewat opsi A, opsi B atau opsi C. 

Celah inilah yang kadang digunakan oleh si penipu. Mereka paham saluran - saluran pembayaran dimana debitur akan membayar sehingga penipu menghubungi debitur. Menawarkan opsi pembayaran. 

Bila bisa bayar lewat ATM atau M Banking, penipu melampirkan nomor rekening penipu atau komplotannya lewat chat WA. Bila bisa lewat tokopedia, shopee, gopay, ovo atau dana, mereka juga bisa bikin akun di aplikasi aplikasi tersebut. 

Itulah yang menimpa pada kisah nasabah di atas. 

2. Penipu memanfaatkan kelengahan debitur. 

Ada ungkapan bahwa setan selalu ambil untung dari kelemahan. Pencuri pun bisa masuk lewat jendela seandainya pintu sudah terkunci. 

Dan dalam era sekarang yang semuanya serba digital serba teknologi,si penjahat punya cara bila tak ada celah lewat sistem yang memproteksi, dia akan memanfaatkan kelemahan manusia sebagai operator juga pengguna. 

Ketidakhati-hatian, ketidaktelitian, kurang waspada, kurang teredukasi, kurang membekali diri, adalah satu dari sekian kelengahan yang bisa dialami para debitur sehingga tanpa sadar terjebak dalam perangkap si penipu. 

Ini beberapa contoh nyata yang kadang diabaikan atau kurang dipahami debitur: 

a. Percaya begitu saja dengan foto profil seorang penipu. Faktanya foto profil seseorang bisa di copy paste dari akun medsos pegawai, dari logo di website perusahaan, atau di edit sendiri lalu dijadikan gambar profil di WA penipu. 

b. Tidak memverifikasi kebenaran nomor rekening. Ini juga salah satu kelengahan debitur yang begitu saja percaya mengirimkan uang angsuran ke sebuah nomor rekening. 

Padahal hampir semua PP di Indonesia SANGAT MELARANG debitur mengirimkan uang angsuran ke nomor rekening pribadi termasuk ke rekening karyawa, karena saluran legal untuk pembayaran sudah disediakan. 

c. Uninstall aplikasi PP dan mengganti nomor HP saat pengajuan dengan nomor lain. 

Salah satu kegunaan aplikasi PP di HP nasabah adalah debitur bisa mengamati sendiri track record pembayaran miliknya termasuk melihat apakah cicilan yang sudah dibayar terupdate di sistem atau tidak. 

Cara masuk ke aplikasi umumnya lewat nomor HP debitur yang akan menerima link atau semacam kode kata sandi yang dikirimkan sistem di kantor pusat. 

Bila debitur tak lagi mendownload atau mengganti nomor HP yang terdaftar di sistem saat awal pengajuan, otomatis akan terkendala atau tak bisa memantau riwayat pembayarannya sendiri. 

Padahal itu dibuat agar debitur tak perlu lagi harus datang ke kantor cabang untuk meminta history payment bila sewaktu-waktu dibutuhkan olehnya demi sebuah keperluan atau untuk memastikan sisa tenor. 

Yang ada malah debitur lebih suka mengumpulkan struk pembayaran dari Alfamart/Indomaret atau struk pembayaran via ATM yang malah tulisan yang tercetak di struk lama kelamaan pudar dan hilang tulisannya. 

3. Penjahat memahami strategi produk pembiayaan di era kini dan celah yang bisa dimasukinya. 

Lain padang lain belalang, lain dulu lain sekarang. 

Dari 209 perusahaan multifinance di Indonesia (data BPS_2022), pernahkah Anda melihat ada penawaran produk pembiayaan dengan bahasa semacam "Limit pinjaman Anda 25 juta, jangan dianggurin" atau seperti " Awas, limit 30 juta Anda hangus.."

Ini adalah strategi pemasaran di PP yang satu windu atau satu dekade dulu hampir-hampir tak pernah dilakukan. Bila dipikir secara logika, kok bisa segitu murah hatinya PP memberikan limit pinjaman gede pada calon nasabah. 

Padahal sejatinya itu gimmick. Dengan redaksional promosi semacam itu akan membuat calon nasabah tertarik. Realitasnya plafon pinjaman biasanya mulai dari kecil meningkat ke besar tergantung track record debitur di PP tersebut. 

Bagaimana penipu memanfaatkan celah ini? Dengan masuk ke akun nasabah dan menggunakan plafon limit kredit debitur, baik debitur baru atau debitur lama berkatagori good customer. Semakin good, semakin gede limitnya. 

Modus yang dilakukan biasanya ada dua cara: 

1. Bila oknum penipu adalah karyawan dalam PP, dia akan mencari korban debitur yang bisa ditawari untuk dipakai limit kreditnya. 

Bisa dengan ngomong langsung meminta debitur yang jadi nasabahnya tapi dia yang tanggung jawab untuk membayar. Korbannya biasanya para debitur lugu, polos yang percaya begitu saja. 

2. Bila si penipu orang luar PP, pertama-tama dia akan mengontak calon korban untuk membangun komunikasi biasanya via WA. 

Kemudian seolah-olah mewakili sebuah PP, dia menawarkan bantuan untuk kredit produk yang diminati korban. Setelah itu meminta agar kode sandi dan kode OTP yang dikirimkan ke HP debitur dari sistem di kantor pusat, agar diteruskan kepadanya.  

Selanjutnya si penipu lah yang mengajukan pembiayaan dengan memasukkan sejumlah kode tersebut. Korban sadar tertipu manakala ada cicilan pembiayaan yang harus dibayar sedangkan barang tidak pernah dipakai olehnya. 

Dan nomor HP si penipu sudah tak lagi terhubung. 

Dunia tak lagi selebar daun jeruk, bagaimana penipu bisa dapat nomor kontak HP korban? 

Tanpa disadari, banyak sekali cara seseorang bisa mendapatkan nomor HP orang perorang tanpa mengenalnya secara dekat atau secara pribadi. Ini sejumlah cara yang biasanya dilakukan: 

1. Lewat penawaran lowongan kerja palsu di internet. 

Begitu mudahnya seseorang penipu dan komplotannya membuat sebuah akun di situs lowongan kerja dan seolah-olah mewakili sebuah perusahaan untuk mencari calon tenaga kerja. 

Bisa dibayangkan betapa mudahnya dia mengoleksi puluhan hingga ratusan nomor HP para pelamar. Tidak hanya nomor HP, termasuk juga nomor E KTP juga nomor NIK KK. 

2. Pertemanan grup di medsos seperti WAG, FB dan lainnya. 

Tanpa sadar seorang penyusup bisa masuk dalam sebuah grup atau komunitas pertemananan sosial dimana tak ada filter siapa -siapa yang boleh masuk dan jadi anggota di dalam grup itu. 

Pola hidup orang Indonesia yang ramah dan mudah bersosialisasi hingga mengumbar nomor HP menjadi bahan empuk bagi si penipu dan sindikatnya. 

3. Mengisi pulsa di konter HP, rawan disalahgunakan. 

Mungkin bukan salah si pemilik konter pulsa yang kerap mencatat nomor -nomor HP pelanggan di buku manakala transaksi pulsa. 

Tapi akan kemana dan berada di mana buku -buku yang begitu banyak tercatat nomor HP orang itu yang kadang bisa dijadikan bahan empuk si penjahat dan gengnya. 

4. Aplikasi yang bisa di instal untuk mengecek identitas seseorang. 

Kemajuan teknologi aplikasi seperti GetContact, True Caller dan lainnya di satu sisi sangat baik sekali untuk mengecek siapa pemilik nomor HP karena berisikan banyak info penting mengenai orang tersebut. 

Seperti nama panggilannya, dimana dia tinggal, dimana dia bekerja, istri atau suaminya siapa, bahkan hingga nama anaknya. 

Ketika saya mencoba memasukkan nomor HP saya di satu aplikasi tersebut, muncul lebih dari 40 an nama terkait saya seperti nama saya dan kerja di perusahaan mana, jabatan di tempat kerja, nama panggilan sehari-hari, termasuk debitur di bank A,B, C dan lain -lainnya. 

Bukankah ini bisa dipakai sebagai celah bagi si penipu untuk menjadikan seseorang sebagai sasaran dengan mengetahui banyak hal terkait korban yang disasar nya dengan memasukkan beraneka nomor HP yang didapatkannya. 

Benang merahnya adalah, di satu sisi teknologi digital memang berguna dalam transaksi jasa keuangan, tapi para penjahat digital juga terus tumbuh dan bertransformasi mengikuti tren dan perkembangan teknologi. 

Mereka senantiasa ada mencari celah yang bisa dimasuki dan disusupi dengan memanfaatkan kelengahan manusia sebagai pengguna. 

Mari waspada penipuan digital. 

Salam

Referensi : 1  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun