Ketika nasabah menandatangani, dianggap sudah paham terkait hak dan kewajiban. Apakah biaya denda per hari, biaya penyimpanan BPKB, besar nominal cicilan, berapa lamanya dan dalam kondisi apa, hingga bagaimana akan diberlakukan, biasanya semuanya tercantum di sana.Â
Penting sekali pegawai yang menangani kredit menjelaskan sama pentingnya nasabah membacanya juga.
Hal kedua, hampir tak ada dalam akad kredit soal kebijakan potongan terkait kedua biaya ini.Â
Bila pihak pembiayaan memberikan diskon hanya membayar sekian persen itu adalah sebuah tindakan kepedulian untuk membantu si nasabah. Itu pun mesti ajukan dulu atau dieskalasi ke level atas, boleh apa tidak ini dikasih.Â
Hal ketiga, meniadakan semua biaya denda tidaklah bisa. Bila semudah itu, bisa jadi akan berimplikasi pada pengabaian debitur terhadap tanggung jawab cicilan.Â
Padahal prosentase debitur berpola macet-macet itu lumayan banyak. Jadi sangatlah sulit memberikan diskon 100 persen.Â
Hal keempat, biaya penyimpanan BPKB adalah wajib. Selain terkait biaya ini ada dalam dokumen perjanjian yang ditandatangani, nasabah juga perlu paham mengapa diberlakukan.Â
Bila pernah melihat sebuah brankas BPKB, tentu tahu bagaimana bentuk dan fungsinya juga kapasitasnya.
Tipikal nasabah seperti kisah di atas jumlahnya bisa ratusan hingga ribuan. Yang harusnya BPKB-nya sudah harus dikeluarkan dari brankas, namun belum menyelesaikan tanggung jawabnya juga, akan tetap tersimpan di sana.Â
Bayangkan ada 1000 nasabah seperti itu, padahal setiap bulan masih ada ratusan hingga ribuan BPKB baru dari samsat yang diserahkan pihak showroom untuk nasabah-nasabah baru yang harus dimasukkan ke brankas juga. Bisa-bisa over kapasitas.Â
Terkait itulah makanya ada dibebankan biaya simpan BPKB yang dikenakan biasanya lebih dari tiga bulan.Â