Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Ini 5 Hal Penting yang Sebaiknya Dipahami Calon Nasabah Sebelum Ikut Asuransi

11 Februari 2022   14:02 Diperbarui: 12 Februari 2022   03:10 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Just Sharing....

Pagi tadi membaca sebuah curhatan seorang nasabah. Dia menulis di sebuah media online khusus konsumen. Apa yang diutarakan oleh beliau sudah pernah juga dialami oleh nasabah lain meski bank dan perusahaan asuransi berbeda. 

Singkatnya sejak pertengahan 2016, beliau ikut asuransi tabungan pendidikan anak dengan premi 500 ribu per bulan. Jumlah premi yang didebet sebesar nominal ini memang kisaran rata-rata yang diprogramkan bank BUMN atau bank swasta di tanah air, ada juga sih yang lebih rendah mulai 100 ribu per bulan. 

Setelah lima tahun lewat sekian bulan, di akhir Januari 2022 lalu, beliau mengecek lewat akun investasinya tercantum Rp 21.392.000. 

Menurut logika beliau, setelah 69 bulan didebet terus-menerus jumlah seharusnya 34 juta, bukan tekor Rp 12.608.000,-. Lalu ke mana hilangnya? 

Well, apakah pihak bancassurance yang harus disalahkan? Ataukah nasabah yang mesti disalahkan karena tidak membaca baik- baik ketentuannya sebelum tanda tangan kepesertaan? Ataukah perusahaan asuransinya yang dianggap mengambil keuntungan dari kondisi yang ada? 

Biar netral dan tidak memihak, ada baiknya melihat dari semua sisi. Sebuah produk jasa keuangan yang terkait dengan investasi dan juga proteksi memiliki dua sisi ibarat uang koin. 

Mau ikut yang mana calon nasabah akan dibenturkan dengan dua sisi tersebut, yakni aset dan resiko.

Kita mengenal ada obligasi, saham, properti dan tanah, logam mulia, dan juga reksadana. Siapapun yang berinvestasi pada aset-aset ini tentunya ada kelebihan dan kelemahannya. 

Lima hal penting yang sebaiknya dipahami sebelum ikut asuransi:

Pertama, bertanya pada diri sendiri apakah asuransi penting. Seandainya tak penting-penting amat, bagaimana bila terjadi "sesuatu" terhadap diri saya. Sesuatu yang dimaksud di sini ialah resiko-resiko ini bisa sakit parah, meninggal dunia, dan lain-lainnya. 

Tentu persepsi akan berbeda bila masih single dan jika sudah menikah atau juga sudah memiliki buah hati. Dengan bertanya pada diri sendiri, akan muncul dua jawaban yakni ikut atau tidak ikut.

Bila tidak mau maka tidak masalah juga. Mungkin sudah ada beraneka aset untuk mengantisipasi. 

Kedua bertanya pada diri sendiri kembali, apakah asuransi mau diproteksi. Bila terjadi resiko pada barang milik saya atau terhadap nyawa sendiri, kira- kira apa yang bakalan terjadi. Akankah menjadi lebih baikkah atau menjadi lebih buruk dengan menggunakan asuransi. 

Karena pada dasarnya tujuan dari ikut asuransi seperti yang ditawarkan perusahaan asuransi itu adalah mengalihkan resiko demi meminimalkan agar tidak buruk- buruk amat. 

Bila calon nasabah berpikir bahwa kehidupannya dan keluarganya tidak akan hancur-hancur banget bila itu terjadi nanti, ya sudah abaikan aja Ferguzo tawaran manis si agen pemasar. Namun bila calon nasabah mulai berpikir bahwa kelak nanti perlu asuransi juga, maka pahami dulu.

Ketiga, tanya lagi terkait preminya, untuk berapa lama dan bagaimana bila terjadi atau tidak terjadi resiko. Kemudian, adakah contoh nyata nasabah yang pernah mengklaim dan bisakah menghubungi nasabah untuk sekedar sharing.

Poin-poin ini menyangkut soal jumlah dana yang kelak dikeluarkan dan kompensasinya apa bagi nasabah. Namun alangkah baiknya melihat, mendengar, dan menyaksikan sendiri bagaimana proteksi itu terjadi dalam hidup orang lain sehingga proses dan hasil yang mereka rasakan paling tidak sama bila nanti itu terjadi pada Anda. 

Keempat, bila tertarik maka tentukan tipe asuransinya. Mau yang murni asuransi jiwa saja, atau asuransi proteksi dan investasi yang diistilahkan unit link, atau salah satu dari keduanya tapi dikombinasi dengan rider alias asuransi tambahan. 

Adapun pembedanya ialah jika asuransi murni jiwa maka seluruh premi yang dibayarkan meski ada biaya akusisi, namun sebagian besar masuk ke premi dasar untuk proteksi. 

Sebaliknya bila unit link, premi terbagi ke premi dasar dan premi investasi. Kalau rider bisa nempel di dua tipe ini. Contoh rider seperti bonus asuransi kesehatan atau penyakit kronis.

Kelima, pahami isi dari polis terutama pada bagian pengecualian dan pembayaran manfaat. 

Kelima hal di atas sangat penting karena tiga alasan ini: 

Pertama, Anda cuma dikasih waktu 14 hari setelah polis diterima untuk membatalkan andai isi dan item dari polis asuransi tersebut dirasa berat atau tak diinfokan oleh tenaga bancaassurance di bank atau via tenaga pemasar. 

Kedua, setelah polis diterima, Anda harus tunduk kepada polis karena polis adalah sertifikat asuransi yang berkekuatan hukum. Dalam arti isi-isi dari polis itu mengikat hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan asuransi.

 Anda tidak bisa lagi bergantung pada kata-kata si pemasar, karena pemasar pun tunduk pada item-item pada polis. 

Pada poin pembayaran manfaat dari polis, bisa dibaca bagaimana bila terjadi resiko dan berapa besar yang dikembalikan.  Seprti contoh polis milik saya sendiri yang mana masih saya bayar untuk preminya setiap bulan. 

"Pada akhir jangka waktu perlindungan, tertanggung berhak untuk MENERIMA KEMBALI 100 % pengembalian dari semua premi yang dibayarkan. Bila terjadi pembatalan sebelum berakhirnya masa perlindungan, maka TIDAK ADA premi yang dikembalikan." 

Dulu ketika tahun 2016 ditawarkan oleh pegawai bancaassurance di salah satu bank di tanah air, saya cuma percaya omongannya. Namun ketika baca polis, saya lebih percaya pada polis dari pada apa yang telah dipaparkan oleh tenaga pemasaran soal berapa dana akan balik dan konsekuensinya. 

Dari item polis jelaslah sudah. Saya akan terima utuh kelipatan preminya bila tak ada resiko yang terjadi. Bila berhenti, maka hangus semua. 

Ketiga, pasal pengecualian. Mengapa ada klaim yang ditolak? Mungkin selama 14 hari setelah polis diterima, nasabah tidak menyimak baik-baik bagian ini, atau bisa juga pegawai asuransinya tidak menjelaskan soal ini. 

Klaim bisa ditolak karena sejumlah alasan seperti sakit yang sudah diderita sebelum nasabah ikut asuransi dan tidak diinfokan, atau petugas pemasarannya sudah tahu namun mengabaikan. 

Selain itu tindakan perbuatan melanggar hukum, seperti perkelahian, bencana alam, terlibat dalam kegiatan ekstrim seperti pendakian gunung dan penyelaman, atau kecelakaan karena pengaruh alkohol dan obat-obatan, dan masih banyak lagi hal lain yang bisa dilihat di polis. 

Paling tidak, setelah menerima polis, nasabah masih punya waktu dua minggu untuk menimbang baik dan buruknya untuk memutuskan apakah melanjutkan atau tidak. Bila tak ada yang ditanyakan maka akan dianggap menyetujui. 

Terkait contoh permasalahan salah satu nasabah di atas, mungkin beda asumsi. Nasabah berpikir asuransi sama dengan tabungan sehingga diharap jumlahnya sesuai kelipatan premi, namun petugas bancaassurance sejatinya menawarkan asuransi. 

Bagi pegawai asuransi, bila si nasabah meninggal dunia, klaim yang diperoleh jauh lebih besar dari 34 juta (sesuai tercantum di polis). Bisa buat dana pendidikan buah hati andai si pencari nafkah telah tiada. 

Namun di kepala si nasabah, amit-amit berpikir soal kematian, karena masih ingin dananya balik utuh semuanya di saat beliau masih hidup. 

Mungkin di situlah kesalahpahaman yang sering terjadi selain adanya biaya-biaya akuisisi dari premi terbayar yang kadang tidak dimengerti para nasabah. 

Biaya akuisisi itu berbeda pada masing-masing perusahaan asuransi. Karena adanya biaya inilah mengapa jumlahnya tak sesuai. 

Fakta lain yang harus dipahami nasabah adalah hampir semua perusahaan asuransi mengelola dana premi nasabah dan menginvestasikan di saham-saham pilihan mereka. 

Salah tempat saham dan salah kelola, bisa rugi bandar karena itu uang nasabah. Seperti yang terjadi pada sejumlah perusahaan asuransi yang akhirnya macet dan gagal bayar klaim. 

Itu bisa menimpa perusahaan asuransi milik swasta atau yang dikelola negara. BPJS pun yang notabene milik pemerintah bisa jadi mengelola secara hati-hati terkait adanya potensi resiko tersebut. 

Pilihan tempat saham biasanya ada beberapa dan ditawarkan ke nasabah saat mengajukan (kadang ada juga yang tidak). 

Maksudnya, bila mau untung gede, premi nasabah akan ditaruh di saham-saham tipe agresif yang untung besar tapi resikonya juga besar, misalnya saham dana ekuitas atau saham pasar uang. 

Namun bila mau resiko kecil, stabil dan profit rendah ke saham dana pendapatan tetap. Nah nasabah mau yang mana, kembali ke tipikal masing-masing orang. 

Baca juga: "Rempeyek Kacang " Pencitraan" Gara-Gara Minyak Goreng Langka" 

Semoga mengedukasi, 

Salam

Brader Yefta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun