Paling tidak, setelah menerima polis, nasabah masih punya waktu dua minggu untuk menimbang baik dan buruknya untuk memutuskan apakah melanjutkan atau tidak. Bila tak ada yang ditanyakan maka akan dianggap menyetujui.Â
Terkait contoh permasalahan salah satu nasabah di atas, mungkin beda asumsi. Nasabah berpikir asuransi sama dengan tabungan sehingga diharap jumlahnya sesuai kelipatan premi, namun petugas bancaassurance sejatinya menawarkan asuransi.Â
Bagi pegawai asuransi, bila si nasabah meninggal dunia, klaim yang diperoleh jauh lebih besar dari 34 juta (sesuai tercantum di polis). Bisa buat dana pendidikan buah hati andai si pencari nafkah telah tiada.Â
Namun di kepala si nasabah, amit-amit berpikir soal kematian, karena masih ingin dananya balik utuh semuanya di saat beliau masih hidup.Â
Mungkin di situlah kesalahpahaman yang sering terjadi selain adanya biaya-biaya akuisisi dari premi terbayar yang kadang tidak dimengerti para nasabah.Â
Biaya akuisisi itu berbeda pada masing-masing perusahaan asuransi. Karena adanya biaya inilah mengapa jumlahnya tak sesuai.Â
Fakta lain yang harus dipahami nasabah adalah hampir semua perusahaan asuransi mengelola dana premi nasabah dan menginvestasikan di saham-saham pilihan mereka.Â
Salah tempat saham dan salah kelola, bisa rugi bandar karena itu uang nasabah. Seperti yang terjadi pada sejumlah perusahaan asuransi yang akhirnya macet dan gagal bayar klaim.Â
Itu bisa menimpa perusahaan asuransi milik swasta atau yang dikelola negara. BPJS pun yang notabene milik pemerintah bisa jadi mengelola secara hati-hati terkait adanya potensi resiko tersebut.Â
Pilihan tempat saham biasanya ada beberapa dan ditawarkan ke nasabah saat mengajukan (kadang ada juga yang tidak).Â
Maksudnya, bila mau untung gede, premi nasabah akan ditaruh di saham-saham tipe agresif yang untung besar tapi resikonya juga besar, misalnya saham dana ekuitas atau saham pasar uang.Â