Padahal hal-hal di bawah ini penting untuk dipahami calon debiturÂ
Pertama, menjaga agunan yang dititipkan nasabah lebih berat dari menunggu nasabah melunaskan hingga cicilan terakhir. Hal ini dikarenakan nilai agunan lebih besar dari PH (Pokok Hutang) nasabah.Â
Bila seseorang dititipkan perhiasan seharga 100 juta dari orang lain yang meminjam kepadanya cuma 20 juta, tentu beban lebih berat pada orang yang dititipkan.Â
Bagaimana kalau hilang dan rusak? Tentu sangatlah berisiko bagi penitip andai menjaminkan di tempat yang lalai dalam menjaga.Â
Kedua, jaminan berupa surat dan dokumen memiliki aspek hukum dan legalitas kepemilikan tidak hanya buat nasabah tersebut, tapi juga buat keluarga dan keturunannya.Â
Sertifikat tanah, sertifikat rumah, BPKB Kendaraan dan SK tidak hanya diperlukan selama nasabah tersebut masih hidup, tapi juga buat anak dan cucunya kelak andai debitur tersebut sudah almarhum/almarhumah. Bukti tersebut diperlukan juga dalam pengurusan administratif.Â
Belajar dari kasus mafia tanah yang dialami Nirina Zubir karena ulah ART mendiang ibunya. Itu mungkin salah saru contoh meski beda dikit akar masalahnya.Â
Namun bisa dibayangkan andai ART itu menjaminkan di tempat yang salah dan akhirnya lenyap dan tak diketahui, bisa-bisa hilang warisan dan aset dari orang tua yang semestinya bisa dikelola oleh garis keturunannya.
Ketiga, ada syarat dan ketentuan terkait pengelolaan agunan bila perusahaan tersebut menjalankan usaha pendanaan ke masyarakat.Â
Pasal 25 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan tahun 2013 dengan jelas tercantum di sana.Â
Pelaku usaha jasa keuangan wajib menjaga keamanan simpanan, dana, atau aset konsumen yang berada dalam tanggung jawab pelaku usaha jasa keuangan