Paru - paru yang makin rusak menyebabkan sakit Papa semakin berat. Beliau akhirnya berpulang dalam usia 39 tahun. Masih relatif muda.Â
Setelah prosesi penguburan yang dihadiri kolega dan atasan beliau , hari- hari pertama masih terasa seperti Papa masih hidup.Â
Bila ada mobil dinas lewat dan masuk kompleks kami di perumahan pemda, saya dan kakak masih berlari keluar dan merasa itu Papa yang pulang.Â
Namun dengan berjalan nya waktu dan bertambahnya usia, kami mulai mengerti bahwa Papa sudah tiada.Â
Sakit organ pernapasan dan jantungnya lantaran beratnya jadi perokok ditambah kebiasaan minum alkohol, membuat umur muda bukan jaminan tak cepat meninggal.Â
Bisa jadi waktu masih bujang dan belum menikah dengan Mama, Papa sudah kebiasaan mengkonsumsi nikotin dan alkohol.Â
Bukankah sejak janan dulu hingga sekarang, Â status sebagai pegawai apapun dan bekerja di manapun, juga tak menjamin seseorang lepas dari gaya hidup merokok dan alkohol.Â
Pengalaman meninggalnya Papa di usianya yang masih relatif muda, Â tak hanya menghentikan hidup dan karirnya, tapi juga dampaknya bagi keluarga yang disayangi.Â
Itulah alasan mengapa saya tak pernah merokok dari usia abg labil hingga sekarang. Saya pun tak pernah tau dimana enak dan nikmatnya.Â
Bahkan saya pun sulit menjelaskan cara melepas kecanduannya karena tak pernah jadi mantan perokok.Â
Termasuk alkohol juga. Jangankan whisky, ngebir pun tidak. Meski kata orang minum bir atau minum wine (anggur) ada baiknya juga buat tubuh selama kadar dan porsinya tepat dan terukur. Tapi itu berpukang pada kebutuhan orang per orang.Â