Just Sharing....
Tak hanya musik yang berdinamika, tapi juga para nasabah di Indonesia.Â
Bila database debitur di lembaga pembiayaan dibedah, maka bentuk kurva cenderung menyerupai piramida.Â
Bagian puncak adalah prosentase yang lancar jaya, makin ke bawah makin besar ditempati di luar tipikal itu.
Adanya Covid 19, alhasil kian melebar di bagian bawah dan makin berkurang prosentase di bagian atas. Yang sebelumnya konsisten membayar angsuran bisa jadi tersendat-sendat. Yang sudah terbatuk-batuk bisa komplikasi macet total alias Write Off (WO) atau disita.Â
Menyiasati kondisi ekonomi yang belum stabil akibat pandemik dan kebijakan pemerintah demi menanggulangi pandemi, sebagian nasabah memilih melakukan take over. Biasanya dilakukan oleh para nasabah aktif yang kredit rumah atau kendaraan.Â
Beragam alasan menjadi pemicu, mulai dari tak kuat lagi mengangsur, kenaikan cicilan setelah masa angsuran flat habis (pada debitur rumah), membebaskan diri dari utang, menyederhanakan kendaraan dari roda empat ke roda dua, atau mungkin kepengen dapet pinjaman dana segar.Â
Apa Itu Take Over?Â
Take over atau disingkat aja TO, sederhananya pengalihan pembiayaan. Ini salah satu layanan demi mengakomodasi dinamika nasabah. Dalam prakteknya, kerap dibagi ke dalam 2 jenis.Â
Pertama, dialihkan nasabahnya namun obyek jaminan dan perusahaan pendanaannya tetap sama. Kedua, nasabahnya sama dan obyeknya juga, tapi lembaga yang mendanai berganti.Â
Dari pengalaman, sejumlah hal ini perlu diperhatikan nasabah sebelum TO. Apa pun obyek jaminan baik rumah atau pun kendaraan, secara garis besar sama.Â
Melibatkan nasabah lama, perusahaan pendanaan sebelumnya, pembeli baru atau lembaga pembiayaan baru yang dituju.Â
TO tipe pertama, obyek sama debitur sama, pihak pendanaan berganti
Debitur rumah sudah akad dengan Bank A, namun manakala sudah berjalan angsuran sekian tahun, merasa bahwa cicilannya naik. Lantas menganalisa kembali, termasuk untung dan hematnya hingga akhir tenor, kemudian memutuskan TO ke bank lain.Â
Sedikit berbeda pada nasabah kendaraan, baik motor, mobil, atau truk. Sudah nyicil sekian bulan, lantas tertarik penawaran dana multiguna dari perusahaan pembiayaan lain dengan agunan BPKB. Mereka lalu memutuskan TO ke perusahaan tersebut.Â
Pertimbangan yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Histori pembayaran beserta nominal cicilan
Bila nasabah selama di Bank A lancar jaya, sudah dapet poin tambahan untuk disetujui. Nominal cicilan menggambarkan kapasitas penghasilan debitur.Â
Nantinya bisa dengan kisaran angsuran yang sama atau lebih kecil karena sisa Pokok Hutang (PH) yang sudah berkurang.Â
2. Apakah bank yang baru mau mendanai apa tidak
Meski TO salah satu layanan memperoleh nasabah baru beserta profit bunga, namun baiknya memastikan dahulu.Â
Mengumpulkan informasi dan bertanya langsung, baik ke kantor cabangnya atau mungkin ke kantor pusat.
Realitanya kebijakan TO tak sama pada setiap perusahaan pendanaan karena mengacu aturan internal.Â
Ada Bank A bisa TO obyek ke Bank B, tapi bisa juga karena satu dan lain hal, agak sulit ke Bank C. Ini sama juga dengan TO kendaraan.Â
Biasanya ada daftar perusahaan pembiayaan mana aja yang bisa dialihkan TO dan ada yang tak boleh.Â
3. Total pelunasan di tempat lama tak lebih besar sekali dari harga obyek
Bila estimasi harga rumah 300 juta, namun yang dilunaskan jauh lebih besar dari itu. Maka pelunasan oleh tempat baru akan dimasukkan sebagai pinjaman nasabah, belum ditambah biaya-biaya lainnya. Sama halnya dengan kendaraan yang di-turn over juga.Â
Bila tujuan nasabah makin kecil cicilan di tempat baru setelah dialihkan, alangkah baiknya sisa PH yang dilunaskan jauh lebih kecil dibandingkan harga obyek.Â
Karena salah satu analisa dengan cicilan besar saja di tempat lama sudah lancar, harapannya sama bila makin kecil di tempat yang baru.Â
4. Butuh waktu dan butuh tambahan biaya
Proses TO lumayan lama kurang lebih 2 minggu hingga 1 bulanan karena melibatkan perusahaan sebelumnya.Â
Mereka punya aturan internal sendiri perihal nasabah yang kepengen pindah pembiayaan ke pihak lain, hingga sejumlah tanya jawab mengapa dan kenapa.Â
Belum lagi prosedur alih agunan milik nasabah tersebut, hingga proses pelunasan oleh pihak baru, lewat apa dan seperti apa.Â
Saya mengalami sendiri manakala menangani TO para nasabah dulu.Â
Ya namanya juga "mengambil" dalam tanda petik apa yang dulu milik mereka karena keinginan nasabah, tentu komunikasi yang baik antar perusahaan pendanaan. Karena pengajuan TO tak akan diproses sebelum pelunasan dilakukan dan agunan sudah dipegang.Â
Tambahan biaya, karena pada nasabah rumah, ada proses appraisal ato estimator yang meninjau ulang kondisi obyek dan harga jual agar disimulasikan kembali struktur kreditnya. Tak beda jauh dengan TO kendaraan, di mana biaya legal juga ada.Â
Tentu ini harus diantisipasi oleh nasabah.Â
TO tipe kedua, obyek sama, perusahaan pendanaan sama, tapi nasabahnya berganti
Ada juga yang kayak begini, mengalihkan obyek pada calon pembeli baru agar meneruskan di tempat lama.Â
Ini legal, tapi di masyarakat ada juga yang tak legal seperti menjual di bawah tangan atau melanjutkan kredit tapi unit sudah berpindah.Â
Ada pengalaman Minggu lalu dihubungi salah satu nasabah mobil yang minta TO unit truk.Â
Sayangnya meski tergolong nasabah piramida puncak, namun ngga bisa di-turn over karena status jual beli tangan ketiga.Â
Di bulan lalu juga salah seorang nasabah di pulau Bali hendak menjual rumah KPR secara TO. Sudah jalan 1 tahun masih tersisa 9 tahun lagi, cicilannya 2 jutaan sebulan.Â
Beliau bertutur takut kalo di bawah tangan. Ujungnya bisa ribet. Lebih baik melalui bank.Â
Bagi yang kepengen melego unit atau membeli obyek jual via TO, sejumlah pertimbangan di bawah ini perlu diperhatikan:Â
1. Obyek unit tidak dalam sengketa
Mau mobil atau rumah, sebaiknya tak dalam silang kepemilikan.Â
Kemarin membaca di salah satu berita online berjudul "Ratusan Rumah di Bandung City View 2 Digugat ke PTUN" tak bisa di-turn over pemiliknya karena sengketa lahan yang kini telah dibangun perumahan.Â
Penggugat menang atas pihak developer, sementara nasabah perumahan ketar ketir terkait status tempat tinggal dan berserah nasib pada pihak pengembang.
Kisruh serupa di tahun lalu di daerah lain di tanah air, juga dikabari salah satu saudara di mana perumahan yang telah dicicil selama 15 tahun malah diteror pemilik tanah ulayat. Masalahnya belum terbayar ganti rugi.Â
Rasanya agak sulit mau jual secara TO bila statusnya demikian. Pada obyek kendaraan juga, pastikan tak dalam sengketa keluarga atau antar istri pertama dengan istri kedua beserta anak-anaknya bila BPKB atas nama suami.Â
Ngga enakkan setelah dibayar atau di-turn over, tahu-tahunya yang merasa lebih memiliki menuntut haknya. Berabe om...hehe.Â
2. Usahakan histori lancar atau bila memang ada denda, maka lebih baik terbuka di awal
Calon pembeli akan penasaran pada berapa sisa PH dan apakah PH itu termasuk denda atau tunggakan atau tidak. Idealnya sih tak ada, namun bila ada, terbuka aja di awal.Â
Bila memang pembeli berniat memiliki obyek tersebut, pilihan bisa dengan menurunkan harga jual atau sejumlah denda itu Anda yang bayar. Cara dan prosesnya seperti apa bisa dikomunikasikan berdua.Â
Biasanya perusahaan pendanaan yang baru lebih melihat pada kapasitas dan karakter pembeli baru terkait kemampuan meneruskan angsuran.Â
Untuk itu mungkin survei dan analisa mendalam akan dilakukan. Jadi baiknya juga nasabah lama pilah-pilih yang mau TO.Â
Bagi calon pembeli secara TO juga bisa mengantisipasi sejumlah pertimbangan ini:Â
1. Kondisi dan harga jual obyek
Dijual murah bukan berarti murahan tapi bisa juga karena ada alasan dibaliknya. Apakah karena perumahan itu rawan banjir, longsor, bencana alam, susah akses air bersih, atau alasan butuh dana dan sudah tak butuh lagi.Â
Di satu sisi mungkin penjual rugi, tapi bisa saja dia sudah berhitung lebih banyak ruginya kalo bertahan lebih lama.Â
Kendaraan juga demikian, kadang dijumpai ada sejumlah orang menawarkan ke pembeli baru karena pernah kecelakaan kala mengendarai.
Harga obyek di masa sekarang dan masa mendatang. Bila melanjukan cicilan sampai lunas akan berapa total jatuhnya.Â
Bandingkan dengan membeli secara baru atau mengambil KPR dengan cicilan baru. Cara yang sama juga bila obyeknya kendaraan bermotor.Â
2. Tambahan biaya dan waktu menunggu
Sama seperti tipe nomor 1 di atas, butuh kesabaran. Belum lagi biaya pengalihan, bea balik nama bila kendaraan dan juga nanti sertifikat rumah andai sudah kelar kreditnya.Â
Di luar ini, bagi sebagian orang, ada sisi baiknya juga TO obyek dari nasabah lama.Â
Pada obyek rumah, biasanya sudah dalam kondisi lebih baik lebih dibanding rumah baru KPR yang kadang masih semi permanen.Â
Ada malah sudah dibangun kanopi dan sejumlah perlengkapan lain. Tentu bila kredit yang baru, renovasi dan perbaikan sana sini malah biayanya lebih besar dari DP.Â
Pada kendaraan, karena terkait penyusutan menurun dari tahun ke tahun, harganya bisa jadi lebih murah jika dilepas oleh pemiliknya dengan meminta bayaran DP dulu, bahkan kadang juga lebih rendah dari itu meski itu sifatnya personal.Â
Semoga mengedukasi,Â
Baca juga:Â Usaha Rumahan Produk Makanan Jadi "Berhadapan" dengan Pelanggan yang Tak Memakai Masker
Salam
Referensi: Ratusan Rumah di Bandung City View 2 Digugat ke PTUN (Detik.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H