Kita tak menuduh mereka adalah orang tak bergejala, namun rasanya dikhawatirkan akan berisiko bila berkomunikasi dan bertransaksi dengan mereka yang mengabaikan prokes.
Rasanya tak elok juga bila kita sesama pelanggan yang menegur dan mengingatkan secara verbal. Khawatirnya itu bisa menyinggung orang lain, malah bisa membuat pelanggan tersebut tak lagi berniat belanja di situ.Â
Padahal di masa pandemi apalagi PPKM seperti sekarang ini, usaha rumahan produk olahan makanan semacam ini juga perlu disokong sebagai sumber penghasilan warga.Â
Para pedagang juga agak sungkan untuk menegur pembelinya, lantaran kuatir kehilangan pelanggan. Tapi di sisi lain, mereka juga khawatir terpapar oleh para pembeli yang mengabaikan prokes.Â
Mungkin insight-nya adalah dari apa yang diamati kemarin, baik yang membeli maupun yang menjajakan dagangan, sama-sama menerapkan protokol kesehatan demi meminimalkan paparan virus.Â
Dua cara sederhana adalah tetap mengenakan masker dan menjaga jarak kala berbelanja. Paling tidak dengan demikian, memberi rasa nyaman juga pada pengelola lapak.Â
Harapannya dengan dengan kondisi tubuh sehat, mereka bisa tetap menjalankan usaha rumahan sebagai tiang ekonomi.Â
Begitu juga para pelanggan lain yang ikutan belanja di sana, seperti saya misalnya, andai merasa risih lalu kemudian membatalkan untuk tidak ke sana lagi gara-gara pemandangan tersebut.Â
Tentu sayang juga bila akhirnya para pengusaha rumahan ini kehilangan pelanggan lain hanya karena ulah satu dua orang yang tak mematuhi prokes saat berbelanja.Â
"Mau tegur salah, tak tegur juga salah. Maunya sih kesadaran masing-masing," demikian kata pedagangnya ketika saya sekadar bercanda soal ada pembeli tak bermasker pada keesokan harinya.
Bicara soal pembeli tak bermasker, dari pengamatan sebenarnya tak hanya di lapak usaha rumahan produk masakan seperti ini. Tapi juga di kios kelontong komplek perumahan hingga warung bakso.Â