Kurang garam kurang bawang putih, tinggal minta ke rumah sebelah.Â
Minyak tanah habis, pinjam dulu ke tetangga karena ngga sempat beli ke kios karena kiosnya kejauhan, ntar diganti setelah terbeli. Yang penting nasinya matang dulu.Â
Suwer ini benar. Saking tetanggaan rasa saudara, hampir satu blok kenal dekat semua. Apalagi pas abang sayur lewat, mama-mama pada ngumpul. Mungkin di zaman dulu, abang sayur serasa swalayan masuk komplek.Â
Padahal kehadiran abang sayur yang dinanti ibu rumah tangga di perumahan kami dulu ini, malah bikin jalan depan rumah makin mengecil.Â
Jalur yang hanya bisa dilewati satu kendaraan roda 4 dari arah barat dan satu lagi sepeda motor dari arah berlawanan, sudah pasti bikin pengemudinya mesti klason agar bisa lewat.Â
Itu 30 tahun lalu saat masih belum sekolah. Sekarang bagaimana penampakkan perumahan tempat kami di tahun 2021 ini? Jalan depan rumah masih sama lebarnya dengan dulu.Â
Rumah-rumah berderet di blok, sudah dibangun bukan ke samping karena sebelah itu rumah tetangga, tapi dibuat bertingkat. Kalau tak bisa ke samping kan bisa ke atas, demikian pikir penghuninya.Â
Ternyata hampir sebagian besar berpikir sama. Lantai satu bisa diubah jadi tempat usaha karena para orang tua sudah pensiun dan kepengen ada usaha sampingan sehingga lantai 2 atau lantai 3 dijadikan kamar buat anak cucu.
Bila orang tua sudah meninggal, biasanya akan dihuni oleh anak atau cucunya. Kedekatan pertemanan orang tua, kesamaan usia anaknya dan menghabiskan masa kecil di lokasi yang sama, kadang malah melanggengkan kedekatan sosial.Â
Namun dengan kondisi sekarang, di mana lahan semakin sedikit dan harga tanah melonjak, jalan depan rumah tak bisa dilebarkan. Bisa panjang urusannya, apalagi menyerobot tanahnya orang.Â