Just Sharing....
Nggak ada para pekerja yang mau sakit. Namun manakala di tengah beban kerja , kondisi tubuh memberi sinyal bahwa bahwa ada yang kurang sehat di organ dan sistem organ, pilihan yang muncul ada dua.Â
Pertama, tetap memaksakan masuk dan bekerja meski menahan sakit. Kedua, berpikir untuk mengajukan izin kerja demi pengobatan dan pemulihan kesehatan. Saya cenderung lebih memilih nomor 2. Â
Sejumlah alasan ini menjadi pertimbangan:Â
1. Empati
Benar bahwa pekerja harus mengejar produktivitas dan target, tapi memaksakan bekerja dengan kondisi menahan sakit dan nyeri, itu rasanya kurang berempati.Â
Makanya bila karyawan itu sendiri yang memaksakan dirinya tetap masuk, meski sudah tersedia izin kerja dan cuti, lebih baik diajukan. Ada hak yang diberikan, gunakan hak tersebut.Â
Rasanya tak enak hati juga bila melihat anak buah sakit, atau atasan nya yang sakit,tapi dia tetap bekerja demi mengejar target. Ntar target nya tercapai, tapi dianya makin sakit setelah tercapai, malah lebih tak mengenakkan.Â
2. Tak lebih dari 3 hari istirahatÂ
Lazimnya izin kerja karena sakit maksimal 3 hari. Itu juga waktunya hampir sama bila mengajukan cuti maksimal. Harapannya dalam jangka waktu segitu, si pekerja sudah kembali bugar dan bisa bekerja.Â
Toh dengan beberapa hari tak masuk, beban kerja bisa dialihkan pada pengganti lain yang sudah diusulkan dan disepakati dengan atasan dan divisi, baik secara manual atau bila pengajuannya secara sistem.Â
Bagaimana bila sakit berlanjut melebihi batasan hari tersebut, atau ada ekstra pengobatan dan tindakan medis lain, yang membuatnya lebih lama beristirahat?Â
Kembali lagi pada kebijakan internal perihal kondisi tersebut yang biasanya ada dalam pasal-pasal aturan internal perusahaan atau institusi.Â
3. Bila kantor membayar biaya BPJS, ditambah asuransi kesehatan, itu hak karyawan yang melekat dengan pemberian izin bila sakit.
Dibayarin setiap bulan dengan memotong dari gaji karyawan, mengapa tak digunakan pada saat kondisi kesehatan terganggu.Â
Datanglah ke dokter atau klinik terdekat, dan mintalah surat keterangan sakit sebagai dokumen ijin bagi kantor.Â
Perusahaan memberikan kenyamanan bekerja pada saat sehat, Â sama halnya degan kenyamanan berobat pada saat tak sehat, demi menjadi nilai tambah kesejahteraan bagi pekerja tersebut.Â
Bahkan asuransi kesehatan tersebut pun kadang termasuk buat buah hati dan pasangan karyawan.Â
4. Kalau sudah diizinkan istirahat, jangan istirahat tapi terus main HP dan medsos.Â
Kondisi tubuh lagi ndak fit, dikasih izin kerja diam di rumah, tapi malah onlen onlen terus. Kapan sembuh dan benar -benar sehatnya ya? hehe...
5. Tak elok rasanya bila kantor dicecar dengan omongan: karyawan sakit-sakit kok dipaksa masuk.Â
Entah ngomong di depan, atau ngomong di belakang tapi akhirnya kedengaran hingga ke atasan, atau ke bagian HRD, atau langsung ke telinga pemiliknya, itu rasanya tak elok.Â
Bisa memicu kesalahpahaman antar perusahaan dengan pekerja, antar perusahaan dengan keluarga pekerja, atau antara atasan pekerja dengan atasan di atasnya yang berdampak ke lingkungan kerja.Â
Bahkan bisa saja antara perusahaan tersebut dengan instasi ketenagakerjaan terkait hak dan kewajiban baik dari  sisi karyawan mapun perusahaan.Â
6. Pada pekerja yang sakit parah dan berat, adalah lebih baik beristirahat.Â
Ini adalah anjuran yang baik, karena tak sedikit perusahaan di Indonesia, yang tak menyediakan kompensasi nominal asuransi kesehatan yang besar.
BPJS kelas 1, kelas 2 sebesar  100  ribu per bulan bahkan kelas 3 yang hanya 35 ribu per bulan iurannya, mungkin masih bisa di tanggung perusahaan. Itu belum termasuk tak sedikit perusahaan lain malah menambahkan asuransi di luar BPJS.Â
Meski demikian tetap ada syarat dan ketentuan berlaku. Dibatasi hanya sekian puluh juta atau sekian ratus juta, menyesuaikan jabatan dan jenjang.Â
Namun bila sakit berlanjut ditambah tindakan medik lain, kuotanya bisa habis dan tak bisa lagi ditanggung perusahaan.Â
Sementara uang pertanggungan andai kata,maaf meninggal, tak semua perusahaan menyediakan.Â
Itu alasannya kadang pada tempat kerja formal atau non formal, perusahaan menyarankan agar karyawan punya cadangan asuransi kesehatan atau asuransi lain di luar kantor dari penghasilan bekerjanya selagi sehat sebagai antisipasi.Â
Salah satunya karena bila mana terjadi yang demikian, misal kasus karyawan sakit parah atau anggota keluarganya yang sebagai pasien, perusahaan tak bisa menanggulangi bila biayanya cukup merepotkan dalam tanda kutip.Â
Hal-hal di atas ini jadi pertimbangannya kalo sakit, mending istirahat saja, jangan dipaksa. Tubuhmu dan kesehatanmu adalah investasi jangka panjang, bukan jangka pendek.Â
Meski demikian, ada beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan :Â
1. Para pekerja tak berbohong
Bila memang sakit, ya ijinlah. Bila tak sakit, jangan menipu untuk tak masuk kerja dengan alasan sakit.Â
Ntar kena karmanya bisa sakit beneran lho...hehe. Bila terindikasi berbohong, besok besok sakit beneran, bisa bisa sama manajemen atau atasan dikira pura - pura sakit.Â
2. Minta Surat Keterangan Sakit (SKS) atau dokumen lain sebagai bukti ke kantor.Â
Kadang ada pekerja yang merasa repot minta SKS ke klinik atau lupa tak sempat, bisa foto aja obat-obatan atau resep dokter dan kirimkan ke WAG kantor atau langsung ke atasan.Â
3. Jujurlah soal sakitnya apa
Tanpa kita sadari, atasan atau manajemen di kantor, kadang mereka layaknya orang tua bagi kita.Â
Mereka ditempatkan atas kita secara otoritas pekerjaan, bisa melihat lebih jauh , menganalisa lebih dalam, dalam hal tugas keseharian kita dan kaitannya dengan divisi lain dan perusahaan.Â
Dengan memberitahukan kondisi sakit, mereka bisa mengatur delegasi pekerjaan dan orang tepat untuk menggantikan.Â
Selain itu jangan lupa, bila ditanyakan oleh atasan di atas mereka, mereka juga bisa bisa mengkomunikasikan kondisi anak buahnya di bawah, termasuk Si A atau Si B sedang terkendala sakit tertentu.Â
Ini termasuk membantu juga menyarankan kepengurusan biaya asuransi kemana dan lewat divisi mana, secara mereka yang lebih paham alurnya,kebijakan perusahan hingga koordinasi lintas Divisi termasuk ke bagian HRD, sehubungan bawahannya itu.Â
So ngga ada salahnya tetap respek dan hormati pada atasan, karena fungsi mereka juga penting bagi yang dibawahnya.Â
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H