"Saya sadar bahwa Idul Fitri maknanya adalah saling memaafkan..Tapi sangatlah sulit memaafkan mereka yang menjahati saya sehingga sepanjang hidup saya ke belakang hingga hari ini, selalu terdampak," tersirat jeritan di dalam nada suaranya.Â
Saya membiarkan dia berbicara. Tak ingin memotong. Mungkin itu bisa membuat sedikit plong.Â
"Mas lihat dari luar kehidupan kami sepertinya baik baik saja...Karena memang tak ingin menghancurkan semua yang sudah dibangun bertahun-tahun...Kasian anak-anak, kasian cucu-cucuku," sambungnya pula.Â
Selama satu jam bersama beliau, saya mendapatkan perspektif yang berbeda.Â
Idul Fitri bermakna saling memaafkan, namun betapa sulitnya memaafkan mereka yang melukai. Terlebih mereka itu masih dalam ikatan darah dan ikatan keluarga.Â
Mereka yang nampak bahagia dari luar, rumah tangganya awet, finansialnya bagus, bisnisnya lancar, namun bila diijinkan tuk mengintip dalam tanda petik ke dalamya, bisa jadi bikin terhenyak pada apa yang tak nampak dari luar.Â
Hari - hari Hariati tak nampak soleha dengan busana berhijab. Tak juga bercadar.Â
Tapi ketahanan dan kekuatan jiwanya menghadapi ujian diduakan atau dijahatin, jauh bak permata yang  tersembunyi di dalam.Â
" Sudah puluhan tahun, namun jangan sampai pisah dan retak silahturrahim keluarga. Hanya bawa dalam sholat, semoga dikuatkan, anak cucuku baek baek, dunia dan akherat..." katanya ketika sudah tak lagi ada basah di matanya.Â
Saya pamit pulang dengan sebuah pelajaran yang berharga.Â
Ternyata memaafkan itu tak semudah berucap. Tapi sebuah tindakan, bahkan mungkin butuh perjuangan lahir dan batin.Â
Selamat Hari Raya Idul Fitri...