2. Hindari berpikir yang punya hajatan sudah banyak uang, tak masalah kasi minimalis banget
Itu pikiran yang sebenarnya salah. Bikin acara,apapun itu hajatannya, butuh dana. Mulai dari panggung, sewa lokasi, dekorasi hingga menjamu para undangan.Kita bisa menganalisa sendiri atau bertanya pemiik hajatan tak berkeberatan.Â
Anggaran itu bisa saja dana urunan dari beberapa pihak, dari tabungan pribadi atau pinjaman dengan agunan atau tanpa jaminan. Dan setelah hajatan usai, percayalah pemilik hajatan dan panitia penggagas akan berhitung pengeluaran dan pemasukan, dan hasilnya.Â
Siapapun kita besar kemungkinan akan melakukan hal yang sama.Â
3. Pengandaian, seandainya kita berganti posisi sebagai pemilik acara.Â
Beberapa orang tua yang hadir sebagai undangan dalam pernikahan anak dari seorang teman, relasi atau kenalan, mereka memberi sewajarnya karena mengharapkan kelak bila anak mereka menikah, akan mendapat perlakuan yang sama.Â
Dan hampir pasti, pada saat anak mereka menikah, mereka besar kemungkinan mendapat donasi yang wajar lantaran kesan baik yang ditanam.Â
Begitu juga tak sedikit orang menghindari melakukan praktek pola dan modus mendonasi tanpa hati nurani, karena tak berharap itu terjadi pada mereka. Semacam prinsip karma atau hukum tabur tuai.Â
Lainnya tak berniat, karena membayangkan respon pemilik kondangan menerima pemberian seperti itu.Â
Pesan bijaknya mungkin adalah apapun yang ingin dikehendaki orang lain terhadapmu,lakukanlah itu pada mereka.Karena hidup terus berputar. Hari ini orang lain yang menikah dan kita yang diundang. Bisa jadi dikemudian hari, kita atau keluarga kita yang mengadakan resepsi perkawinan dan menjamu mereka sebagai undangan.Â
Ternyata dihajatan tak hanya ada Restu, tapi juga Dona.....si.