Pada hajatan atau kondangan di tingkat RT, RW, desa, kelurahan, kecamatan hingga kabupaten, atau kompleks perumahan atau di lingkungan kerja, di mana pemilik acara mengundang tanpa membatasi secara ketat, pola dan modus seperti curhat sang nasabah di atas, besar kemungkinan dapat terjadi.
Apa saja contoh yang pernah diamati?
1 Ngasih amplop kosong
Demi mengelabui penglihatan,amplop di isi dengan lembaran kertas yang diusahakan akan terlihat seperti uang kertas bila diterawang atau dipegang.
Setelah diterima oleh penerima undangan atau sesudah dicemplungin ke kotak donasi, amanlah sudah dirasakan si pemberi. Tinggal nunggu dipersilahkan ke meja makan.Â
2. Beri tanpa nurani.Â
Tak apa bila memang sama sekali tak punya cukup uang. Namun seandainya miliki sejumlah dana, ada baiknya beri pake hati nurani. Jangan seperti misalnya donasi 2 ribu atau 5 ribu, tapi mengharapkan akan makan dan minum dengan porsi 50 ribu.Â
Pertimbangannya mungkin karena biaya untuk makan siang atau makan malan yang harusnya keluar namun karena undangan pernikahan beserta jamuan makan, sebaiknya mendonasi sebesar itu atau minimal 50%-nya.Â
3. Satu amplop mewakili satu grup atau sekelompok orang.Â
Ini biasanya kadang juga ada. Satu amplop isinya 20 ribu, tapi dibelakang berjejer 5 orang. Hitungannya 20 ribu dibagi 6 kira -kira per orang donasi 3 ribuan...hehe. Ini pasti kelompok penganut prinsip ekonomi. Pengeluaran sekecil-kecilnya tapi mengharapkan yang dimasukkan ke piring dan tubuhnya sebanyak-banyaknya.Â
4. Kombinasi dari 3 di atas ditambah pulang kondangan bawa bungkusan lagi.Â