Hanya tulisan ringan dari sebuah pengalaman. Kisah antara saya dengan salah satu teman terkait tagih-menagih utang. Ini uang pribadi, bukan milik perusahaan atau milik orang lain yang dititipkan. Memang sih bikin kesal bila tak kembali sama sekali atau dikembalikan, tapi jumlahnya tak utuh seperti kesepakatan di awal.
Saya terkenang di tahun 2011, saat Blackberry masih berjaya, seorang sahabat mengirimkan quote bijak lewat BB.Â
Di kala itu, saya tak merasa ini ungkapan pas banget buat saya. Namun bertahun kemudian dengan makin banyak pengalaman dan berinteraksi, jadi makin ngeuh. Termasuk kepada siapa aja yang berurusan soal pinjam meminjam uang.Â
Untaian kata di bawah ini, arti sederhananya adalah sebagian orang datang dalam hidupmu sebagai berkat, sebagian lainnya sebagai pembelajaran. Dan mereka-mereka ini bisa mendatangkan kemudahan pada jalan hidupmu dan dari mereka juga kamu bisa belajar ilmu kehidupan yang berguna. Ini berlaku bagi kamu terhadap mereka, maupun bagi mereka terhadap kamu.Â
"Some people come into your life as blessings, others come in your life as lessons"Â
Kisah Pengalaman
Di tahun 2018 lalu, seorang tenaga sekuriti di kantor Sebut saja namanya Mas David, mengajukan pinjaman pakai jaminan BPKB Motor. Itu kendaraan satu-satunya. Sepeda motor yang menyimpan banyak kisah kasih dengan sang pacar yang kini jadi istrinya, dan juga barisan para mantan yang pernah duduk manja diboncengnya. Itu penuturannya.Â
Sejak awal saya tak tahu ada pengajuan, tiba-tiba saat proses pencairan, ada mapnya di meja. Cek ke anak-anak, ternyata sengaja mereka tak info. Kuatirnya nanti dibilang turunin pinjaman bahkan bisa batal.Â
"Dia butuh Pak, buat biaya nikahan. Kan Bapak lihat tuh calon istrinya yang biasa nungguin dia pulang", kata si Credit Officer (CO)
"Kok ngga bilang dulu.Nih sekuriti juga tidak ada ngomong. Emang dia bisa bayar angsuran segitu sampe selesai?", tanyaku sembari bolak-balik dokumennya. Setelah dicek, akhirnya saya klik "YES" di sistem setelah CO meyakinkan bahwa ada usaha calon istrinya sebagai penopang tiang ekonomi. Kredit 2 tahun dibayar per bulan (penjamin istrinya).Â
Dalam hati, meski ragu nanti tidak mulus kreditnya, namun akhirnya kekuatiran soal itu ditepis karena sekuriti termasuk orang dalam juga walau statusnya karyawan vendor.Â
Paling kalo tersendat-sendat, masih bisa padat merayap sampai selesai. Tidak akan sampe ketariklah. Kalau pun terjadi eskalasi tersebut, karena satu dan lain hal, tidak mungkin juga lari. Lha kantor kan tempat cari nafkahnya juga.Â
Akhirnya setelah cair dananya, ramai-ramai satu kantor menghadiri seremonial pernikahaannya. Di bulan berikutnya kabar bahagia datang. bahwa istrinya sudah terlambat bulan. Bakalan ada jabang bayi, kita semua pun ikutan senang,Â
Ngerasa sudah seperti keluarga karena jumlah karyawan yang sedikit di cabang kamil, biasanya tingkat kepedulian jauh lebih tinggi dibanding yang ratusan atau ribuan dalam satu tempat kerja.Â
Si David ini jika dilihat memang pembawaannya paling baik di antara 4 satpam di kantor. Setidaknya itu menurut saya, dan juga beberapa teman. Bertanggung jawab sama kerjaan dan tak pernah telat.Â
Posisi meja saya yang selalu di ruang depan berdekatan dengan meja sekuriti, mau tak mau banyak berkomunikasi dengan dia dan petugas pengamanan lain.Â
Dibanding teman-temannya, dia lebih dekat bahkan sampai curhat soal keluarganya, gaji perbulan berapa dan semua-semuanya kepada saya.Â
Terkadang, jika saya lembur atau ada kerjaan yang penting, meski sudah di luar jam kerja, dia masih mau meluangkan waktunya untuk menunggu.
Setahun setelah kreditnya berjalan, saya diberitahu CO yang dulu handling, bahwa status kreditnya sudah SPT (Surat Perintah Tarik). Biasanya sebelum mengalir ke SPT, di awal akan ditelpon dulu oleh call center. Kalau masih dibuatkan SP1 (Surat Peringatan 1), lalu SP2, kemudian SPT. Gitu lah prosesnya, berjenjang.Â
Jadi suatu hari, saya akhirnya mendapat kabar bahwa motornya si David ditarik di Mataram pada saat dia sedang menemani bapaknya berobat sakit ginjal di sana. Jadi meski nasabahnya orang dalem, ya kalo macet, akan ditarik juga kendaraannya. Tidak ada dispensasi atau pengecualian.
Mataram-Sumbawa itu beda pulau 6 jam perjalanan. Si David izin sama kantor akan nyeberang beberapa hari dengan kendaraan yang BPKB-nya itu dulu dijaminkan di kantor.Â
"Bos, motor saya ditarik sama debt collector. Pulang aku ke Sumbawa naik bus aja", demikian pesan WA-nya.Â
Nah loh, apa yang saya katakan. Lha saya tahu gaji satpam berapa, apalagi ditambah istrinya sedang hamil. Makin membesar perut makin banyak biaya. Pasti si istri tidak kerja lagi bila menjelang lahiran. David juga mesti siapin dana buat melahirkan, belum biaya susu, biaya lain.Â
Dua hari kemudian, David pun kembali dan kerja lagi. Makin sedih dan susah lantaran orangtuanya tak tertolong pula setelah dirawat sekian hari di ibu kota provinsi. Mendengar apa yang terjadi padanya, rasanya dia sudah hopeless banget. Tak ada di keluarganya yang mampu membantu menyediakan uang sekian juta tuk menebus.Â
Saya dan beberapa teman lain Ikutan iba juga, cuma saya buang juah rasa kasihan. Ingin cek dulu, sampai berapa lama sepeda motornya ada di gudang sebelum di lelang (karena sudah ada satu nasabah di Lombok yang minat mau beli) dan upaya apa lagi dari dia.Â
Hingga hari terakhir batas waktu, dia sudah pasrah. Istrinya juga sudah ikhlas. Hilang hilang dah, naik ojek dah ke mana-mana. Lahiran di rumah aja panggil bidan biar ngga ribet cari kendaraan ke rumah sakit. David masih terus kerja sebagai satpam dengan menumpang abang ojek bayar Rp 5.000 dari rumah ke kantor.Â
Miris dengar curhatannya, kebayang bila saya berada di posisinya. Akhirnya, saya cuman berdoa dalam hati, apakah saya harus membantunya dan dengan cara apa agar tak diketahui kantor. Akhirnya tiba-tiba muncul ide. Saya ajak dia pas istirahat siang ke warung kopi milik salah satu nasabah, dan kita ketemuan di sana.Â
"David, saya mau bantuin bayarin kredit macetmu di kantor. Tapi biar tiidak diketahui sama kantor bahwa itu uang saya, kamu bilang aja sudah dapat pinjaman dan mau nebus. Setelah tebus dan motormu balik, kamu ganti uang saya. Caranya kamu ajukan di tempat lain, mau pakai nama orang lain yang masih ada hubungan keluarga sama kamu juga boleh. Mudah-mudahan bisa. Karena namamu besar kemungkinan telah terditek pernah macet kredit di kantor kan", demikian saran saya.Â
Akhirnya David jalankan strategi itu. Uang pinjaman saya di bayar ke kantor, motornya balik lagi, dan BPKB-nya lalu dijaminkan dengan nama sodaranya ke tempat lain, namun dia yang tanggung jawab cicilan.Â
Di tahun 2020 lalu, cicilannya pun lunas itu, namun uang saya tak kembali utuh. Masih kurang 1,5 juta. Dari saya menagih di awal, hingga tahun 2021 ini sudah 3 tahun berjalan, belum juga dibalikkan.Â
Apakah saya kesal dan marah? Iya di awal-awal karena tak sesuai kesepakatan, gimana sih sudah dibantu tapi tak balik semua. Namun melihat bagaimana tanggung jawabnya terhadap tugas sebagai sekuriti dan usaha dia memberikan waktu ekstranya demi menemani saya lembur hingga malam jam tutup kantor.Â
Kalau satpam lain biasanya tidak enak. Meski mereka tidak ngomong karena harus taat, cuman dari ekspresi mukanya dan bahasa tubuh sudah terbaca responnya. Lebih baik mengalah dan tidak memaksakan otoritas, meski besok makin banyak beban kerja karena tak semua selesai.Â
Di tahun 2018 dan 2019 lalu, berturut-turut, tim berhasil menang pada dua lomba inovasi secara nasional di internal perusahaan. Salah satu hadiah menariknya terbang ke Hongkong di 2018 dan terbang ke Korea Selatan di 2019.Â
Mungkin itu bagian bagian dari loyalitasnya dalam bekerja karena pada teman-teman yang lain, dia juga tak mengeluh seandainya menunggu hingga lewat satu jam dari masa kerjanya. Namun kebaikannya itu telah membantu saya pada sebuah pencapaian.Â
Menjadi sesuatu yang bisa dikenang dengan hadirnya simbol penghargaan dari kantor pusat yang ditaruh di cabang. Bisa menginjakkan kaki di negara lain itu jauh lebih besar dari tetap ngotot terus-terusan tanyain, kapan sih kamu lunasin sisanya? Eh cicil aja dah!Â
Jadi bagaimana ending-nya uang 1,5 juta itu? Hmm...ikhlaskan aja. David sudah bikin saya ngeuh pada kalimat bijak di atas. Tak mesti juga menagih, bila pencapaian hari ini, siapa kita hari ini, adalah kontribusi kebaikan-kebaikan dari orang yang kita bantu, pada saat melalui proses kehidupan di masa lalu.Â
Bila dia tak membantu saya di masa lalu, apakah saya bisa seperti sekarang? Belum tentu. Itu mungkin alasannya tidak semua harus dinilai dengan uang. Kadang gantinya dalam bentuk lain, yang tak pernah dipikirkan dan dibayangkan. Barangkali itu cara Tuhan membalas apa yang diberi pada orang lain.
Salam,
02 Februari 2021, 13.11.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H