Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ketika Covid Makin Melonjak,Hidup Makin Terbatas

27 Januari 2021   13:51 Diperbarui: 28 Januari 2021   00:49 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:Lombokpost_Jawapos_edisi 26/01/2021

Just Sharing....

Beberapa minggu lalu saya ke sebuah Bank BUMN di tengah kota. Memilih ke kantor perwakilannya yang lebih kecil bangunannya agar tak banyak pengunjung dan tak mengantri lebih lama.  

" Maaf Pak, belum buka, nanti jam 9," sapa satpam muda yang bertugas pagi itu

"Kok jam 9 sih...bukannya biasanya jam 8," kata saya sedikit kesal. 

Maksud hati pagi -pagi jam setengah 8 sudah duluan datang agar bisa mendapat nomor layanan lebih awal agar tak menunggu lama. Ada beberapa kerjaan penting di hari itu juga. Tapi ya sudahlah,bersabar aja. Demi bikin kartu ATM baru karena kartu lama ketelan mesin dua bulan lalu.  

Beberapa pengunjung lain sepikiran juga. Niatnya lebih awal eh mesti nunggu hingga gerbang dibuka. Kami semua hanya diberikan nomor masuk dan bukan nomor layanan ke CS atau ke kasirnya. 

" Maaf Bapak dan Ibu, ini nomor untuk pemeriksaan (screening nasabah) sebelum ke dalam. Nanti di dalam akan diberi lagi nomor layanan kalo diijinkan. Berhubung Kabupaten Sumbawa zona merah,kami berlakukan peraturan ini,"  jelas abang security. 

Ohh...begono. Ternyata gara -gara lonjakan Covid aturan buka dan tutup layanan menyesuaikan. Setelah di dalam, saya melihat beragam info  update di dinding, bahwa memang ada kebijakan demikian di internalnya. Andai sudah beralih dari zona merah ke hijau lagi akan berubah lagi.  

Itu pengalaman bulan lalu. Bagaimana sekarang di bulan ini? Dari data dan berita di media online lokal maupun media cetak, masih belum beranjak, tapi kian memerah. Meski tak ada penerapan PPKM di wilayah NTB, namun ada usulan dari pemerintah daerah mengkaji pertimbangan tersebut dengan memantau  situasi dan kondisi.  

Dari 4M turun ke 2M

Rasanya manusiawi bila apa yang dilihat mempengaruhi suasana hati. Mood yang kadang sorong ke kiri sorong ke kanan (tidak pake potong bebek angsa ya..), amatlah labil selama masa pandemi. 

Penyebabnya bisa jadi di satu sisi, lonjakan Covid makin meningkat di daerah tempat  kita tinggal, di sisi lain kita disodori fakta bahwa banyak saudara (sahabat) terpapar bahkan meninggal. 

Mau kemana-mana dibayangi kekuatiran. Tinggal di dalam rumah terus dan jadi mager juga rasanya bosan. Berjibaku di medan kerja dan sibuk kesana kemari juga beresiko terpapar. Berasa serba salah.  

Fakta lain yang mungkin diamati adalah longgarnya kesadaran masyarakat menerapkan 2M terakhir dari 4M. Kok 4M sih bukan 3M ? Eitss...sabar. Aslinya sih 3 cuma dipecah jadi 4, yakni Memakai masker, Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, Menjaga jarak, Menghindari kerumuman. 

Selama beberapa bulan digalakkan pesan Mama 3M, sepertinya hanya 2M yang lebih dominan diterapkan warga. Memakai masker dan mencuci tangan bisa jadi paling banyak dijalankan, namun menjaga jarak dan menghindari kerumunan paling susah diterapkan. 

Seperti yang dialami salah satu komedian di tanah air yang akhirnya terpapar Covid. Bang Mongol alias Mongol Stress, komedian stand up yang berasal dari Manado itu. Lewat tayangan YouTube, dia jujur menceritakan dirinya positif Corona di akhir Desember lalu sehabis tur di Balikpapan bersama penyanyi Judika dan Citras Scholastika. 

"Kemana -mana pakai masker kok bisa ya. Cuci tangan  selalu. Sepertinya terpapar pas makan bersama EO (Event Organizer) karena maskernya di buka, " demikian curhat pria bernama asli Rony Imannuel itu.

Dari apa yang dikisahkan Mongol, apa yang selintas di pikiran kita? Sudah pasti bila hendak makan pasti buka masker. Nah dalam acara bersama yang dihelat tersebut, tentulah tak mungkin saat makan siang atau makan malam, duduknya berjauhan. Boro -boro jaga jarak, yang ada minim jarak. Saling ngobrol dan asyik curhat, keciprat keciprut dah. 

Kini Bang Mongol telah sembuh setelah perawatan di Manado maupun di Jakarta, demikian penuturannya. Bagi saya kisah terpaparnya komedian ini hampir sama dengan kisah penyintas lain  mengapa berpotensi terpapar meski kemana-mana mulut ditutup masker dan sering mencuci tangan. Bisa jadi tak menjaga jarak dan merelakan diri berkerumun.  

Sejumlah lokasi jadi tempat favorit dimana biasanya wargamengabaikan dua hal ini. Antara lain di cafe, di warung makan, di warung lesehan, di angkringan, di warung kopi, di pasar pas belanja, di mini market, di warung tetangga, di ATM yang jaraknya berdempetan, dan di beberapa tempat lainnya.  

Mirisnya antar warga  tak tahu mana yang OTG mana yang tidak. Jadi manakala OTG mengenakan masker, namun bisa jadi tangan dan jari yang kena cipratan ludah atau bersin, disandarkan atau menyentuh apa saja benda yang digunakan banyak orang secara kolektif, bisa jadi disitulah awal migrasi virus.  

Ini juga kali ya bisa jadi mengapa pejabat sekelas kepala daerah,menteri hingga ketua penanganan Covid bisa terjangkit, Mungkin saja pas acara makan bersama atau sarapan pagi, pada ngelepas masker semua. Dan rasa-rasanya tak mungkin duduk bersama menyantap makanan dan minuman dalam jarak sekian meter...hehe. 

Jadi bila warga bertanya -tanya kok bisa yang sudah sebegitu menjalankan protokol, mengapa bisa kena juga. Bisa saja lantaran ketika ngobrol dari meja ke meja, atau dalam santap bersama, keakraban menjadi tak terbatas. 

Boro -boro jaga jarak, bisa jadi minim jarak. Lagi pula, mana asyik ngobrol dan diskusi jauh -jauh posisi duduknya. Kecuali mungkin ada klaster keluarga. 

Analisa yang sama juga bisa terjadi pada para pekerja dan  kaum muda. Ketika di kantor, apakah berjarak duduknya? Ketika curcol dan ngerumpi kerjaan, emang 100 persen jaga jarak meski telah bermasker? Bisa saja minim jarak, apalagi yang sahabatan. Ngga ada asyiknya duduk jauhan, apalagi bila warkopnya ngga luas luas amat tempatnya. 

Selain dua 2M di atas, teramati pula makin ke sini makin terlihat pengabaian oleh warga. Ngerasa ngga sih, Di awal-awal pandemi Bulan Maret dan April tahun lalu, begitu menakutkan Corona. Terkenang 9 bulan lalu, meski cuma 1 aja orang yang terpapar, gempar satu kota satu kabupaten.  Semua pada kuatir. Sekarang? boro-boro. 

Semoga Covid cepat berlalu...karena kita semua merindukan kehidupan yang seperti sebelumnya. 

Referensi : 

1. https://lombokpost.jawapos.com/nasional/26/01/2021/dua-rumah-sakit-di-sumbawa-penuh-angka-kematian-covid-19-melampaui-nasional/

Salam, 

27 Januari 2021, 12.10 Wita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun