Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jual Parfum Jutaan untuk Beli Nasi Campur 10 Ribuan

27 Agustus 2020   21:12 Diperbarui: 1 September 2020   19:56 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kadang tak tahu lika liku anak  mahasiswa, termasuk soal kemana saja uang kiriman.....

Teringat belasan tahun lalu. Punya adik tingkat beda fakultas. Dia kuliah di Kedokteran Gigi. Kami menempati rumah kontrakan yang sama dengan banyak kamar di dalamnya, Kebetulan kamat saya bersebelahan dengannya. Karena sama -sama mahasiswa perantau dari kota kecil di wilayah timur Indonesia, kesamaan itu membuat keakraban. Dari soal berbagi makan, berbagi pulsa, pinjam meminjam uang, hingga berbagi curhat sebagai anak kos. 

Saya memanggilnya Leo (nama samaran). Menambahkan kata Ade di depan lantaran usianya lebih muda dari saya. Saya pun di panggil Kak, lengkapnya Kak Adolf atau Kaka Adolf. Kadang bila sedikit kepleset lidah mengeja, berubah jadii Kaka Aldo.

Iya sudah,  yang mana -mana boleh. Orangnya tetap sama. Lagi pula katanya Shakespeare, apalah arti sebuah nama. Eitss.., tapi itu tidak berlaku di KTP, Ijazah, Paspor dan dokumen penting lainnya. Lha kalo salah tercantum, panjang urusannya kan...hehe. 

Saya duluan ngekos, lalu setahun kemudian dia masuk. Bagi saya,  kosan kami ini adalah kosan ketiga. Untuk dia adalah kosan pertama karena dia baru semester awal. Memiliki keyakinan sama, saya mengajaknya untuk beribadah bersama di gereja lokal. Kebetulan dia pandai bermain musik, terutama gitar termasuk gitar listrik. 

Pernah kursus juga langsung pada salah seorang gitaris ternama di tanah air, yang sering bolak -balik Jakarta-Bali.Itu penuturan dia. Dan sepertinya benar. Terbukti setelah dia bergabung dalam band gereja di pelayanan musik, talentanya  tersalurkan. Lagu pujian atau penyembahan, baik versi barat atau versi Indonesia, dia piawai memainkan gitar. 

Mulai dari yang nadanya meliuk -liuk hingga sentimental. Sangat muudah baginya tuk mengikuti dan menyyatu dengan tim senior,  meski dia baru sekali di ijinkan pegang alat. Tak nampak bersusah payah. Membandingkan dengan diri saya yang bisanya cuma gitar kayu dengan kunci yang itu itu saja...(hehe).Feling musiknya kuat banget ditunjang sama skillnya, Ternyata pengalaman beberapa kali manggung sama band  lokal di jaman itu.

Saya turut senang karena bisa mengarahkan adik  mahasiswa yunior,  dengan talent luar biasa di usia 2o tahun. Paling tidak waktu luangnya, di sela-sela kuliah kedokterannya dan jauh dari keluarga, bisa berbagi hal positif bagi umat. Apalagi pergi belajar ke kota besar, ada godaan pergaulan dan tantangannya banyak. 

Dari kota kecil yang bisa saja tak ada mall, tak kenal istilah istilah clubbing, dan tak banyak komunitas ini dan itu. Namun demi ilmu dan masa depan, merantau ke kota besar . Setelah di sana,  kemungkinan nya cuma dua. Bisa ngga selesai karena sesuatu lalu berujung tragedi,tapi dapat pula berakhir bahagia setelah perjuangan sekian tahun.   

Leo punya bakat luar biasa. Ditambah datang dari keluarga mampu. Kuliah di kedokteran sudah pasti tak murah. Dengan begitu, hampir setiap bulan, dia menerima kiriman yang jauh lebih besar dari jaman saya masih semester 2 seperti dia.Saat itu saya memang sudah bekerja sembari menyelesaikan TA (tugas akhir).

Waktu bersama ngobrol ngalor ngidul, sampai main bola di Pantai Seminyak , Pantai Sanur atau di Lapangan Renon. Biasanya tiap Sabtu atau Minggu sore (saat anak-anak kosan bisa ngumpul semua). Cuma dia tak selalu ikutan, lantaran tak terlalu tertarik sama bola. Tapi kalo diajak ke konser musik, atau live music. hampir selalu dia sediakan waktunya. Bahkan andai dia dapat undangannya,saya kadang diajak,   

Faktor lain yang menarik adalah meski dari Indonesia Timur, secara tampang tak kalah dengan artis. Mungkin karena campuran. Neneknya asli dari salah satu pulau di kawasan timur Indonesia, namun kakeknya berdarah Chinese. Perpaduan itu menghasilkan keturunan yang secara fisik tak kelihatan seperti umumnya warga Intim yang berkulit rada -rada sawo matang, coklat hingga gelap dengan rambut lurus, ikal atau keriting. 

Yang membuat dia tak bisa menyembunyikan asalnya  adalah dialek dan logatnya, yang tetap  khas Termasuk kebiasaannya makan sirih pinang hingga sagu bakar,  yang kadang kita berbagi di kosan..hehe.

Dia lebih terlihat seperti artis Morgan Oey di jaman sekarang, atau di jaman dulu kayak  aktor Bang Ferry Salim. Dengan tampilan seperti itu tinggi 172 cm, terlihat menarik perhatian kaum cewek.  Apalagi dengan kelebihan musikalitas dan back ground kuliah. 

Saban hari ada saja kadang cewek -cewek yang nyari dia di kosan. Yang asli Indo, dari Indonesia barat , indonesia tengah hingga ndonesia  timur. Termasuk cewek -cewek mahasiwa di gereja yang mungkin terpesona melihat dia tampil di panggung. 

"Banyak kali fans mu Leo, caantik cantik lagi," kata teman -teman sesama penghuni kosan 

"Kamu itu TPI ya Leo," kata saya ketika suatu kali kedapatan seorang cewek muda nan cantik keluar dari kamarnya

"Apa itu TPI Kak...Bukan Televisi Pendidikan Indonesia ya " tanyanya

"TPI...Tebar Pesona Ilahi," kataku disambut ketawa kami ramai -ramai. 

Jual Parfum Buat Beli Nasi

Pertemanan di kosan itu menyisakan kenangan menarik. Di suatu malam, saat sedang mengerjain TA  di kamar, dia masuk. Kami beli kopi sachetan yang bungkusnya cuma terdiri dari 3 huruf abjad. Tahu ya, ngetrend banget waktu itu, Lantas ngopi dan duduk ngobrol. 

"Gimana kuliahmu? Uda praktek belum? " tanyaku

"Praktek giginya lebih banyak nanti kalo dah SKG (Sarjana Kedokteran Gigi). Semetser awal banyakan teori," jawabnya. 

Dia lalu tiduran di atas kasur. Matanya ngelihat ke langit -langit kamar. Saya masih asyik duduk otak atik ngitunng pergerakan lalu lintas di persimpangan yang menjadi bahan TA. 

" Aku mo ngomong Kak,' tiba -tiba keluar nada sedikit lirih dari tenggorokannya

"Ngomong sudah," jawab saya.

Mata dan tangan saya fokus sama kalkulator, tapi telinga pasang ke pendengarannya..hehe

" Mo bicara saja susah...Laki -laki itu harus berani, ngomong saja," kataku sekali lagi

"Aku jatuh Kak..," suaranya tercekat. Sepertinya tertahan

"Jatuh apa...ketiban durian runtuh atau ketiban tangga?" ujarku mengajak dia sedikit bercanda. 

Pengalaman sejak di kasi kepercayaan mimpin komsel alias komunitas sel anak muda yang isinya para mahasiswa dalam pelayanan, sedikit membuatku terlatih mengenali pola -pola perilaku. Bila Si A lagi ngalami ini, atau Si B lagi sedang bergumul dengan sesuatu. Apalagi Si Leo yang hanya bersebelahan kamar dengan saya hampir setahun.  

Akhirnya malam itu, Leo curhat soal jatuh. Bukan jatuh dari sepeda motor kala sedang berkendara menuju kampusnya. Tidak juga tumbang di atas panggung kala sedang memainkan gitar listriknya saat ngeband dengan  tema-teman  grup nya  di Pantai Kuta. Tapi dia jatuh dalam kenikmatan dekapan pelacur wanita muda nan mendesah saat dia berada di atasnya. Kala dia mencoba jiwa mudanya dalam pertarungan hawa nafsu. 

"Orang mana?" tanyaku

" Orang Jepang Kak," jawabnya sedikit tertahan. 

Air matanya jatuh, Meniitik keluar. 

"Mengapa kamu menangis.." tanyaku

"Aku sudah melayani  di gereja. Ngerasa berdosa, Ngerasa bersalah pada orang tua yang jauh di ruman. Aku datang ke sini untuk kuliah. Sekolah dokter karena belum banyak dokter di sana, Aku seperti merasa tak layak Kak. Tak ingin kuliah lagi. Sudah beberapa hari aku ndak kuliah Kak," tuturnya dengan sedikit nada terisak. 

"Tujuh kali orang benar jatuh, tapi dia bangkit kembali," kataku mengutip sebuah ayat,"Kamu baru sekali jatuh, masa merasa semuanya hancur. Yang lebih parah dari kamu banyak, tapi apa kamu mau terus -terusan jatuh. Tuhan aja ngampuni kamu, masa kamu ngga ngampuni dirimu  sendiri. ..."

Rasa bersalah dalam diri manusia, bisa jadi tujuan mulianya memunculkan kesadaran tuk tidak mengulang. Karena sekali melakukan dengan penjaja sex, bakalan ketagihan. Hasrat yang timbul lama -kelamaan akan menjadi kebiasaan. Masalahnya itu beresiko lantaran status mahasiswa itu identik tanpa pekerjaan. Hidup di kota dari kiriman orang tua. Belum lagi potensi penularan penyakit. Bisa -bisa ngga jadi  'orang'.

Kata 'orang; dalam bahasa sehari -hari di sana adalah seorang yang dihormati dan disegani karena memiliki pekerjaan dan penghidupan yang baik. Dan salah satu cara, mungkin adalah menyekolahkan nya ke luar pulau atau luar negeri, demi mendapatkan keilmuan yang berguna untuk karir dan kehidupannya di masyarakat. 

"Kiriman saya habis Kak buat bayar itu (pelacur). Orang luar soalnya. Uang kosan tekor, Saya juga belum makan Kak," katanya lagi

"Apa yang ada di dalam kamarmu yang berharga, mungkin bisa dijual sampai krimanmu datang," ujarku, 

Sejurus dia ke kamarnya. Lalu kemudian balik ke kamarku dengan membawa sebuah botol parfum. Digoyang -goyangkannya kemasan kaca berwarna biru itu. 

" Baru aku beli seminggu lalu. Masih banyak isinya, Harganya sejutaan lebih. Gimaan ni Kak," tanyanya dengan sedikit ekspresi bingung. 

Dalam hati, Leo Leo. Parfum merk itu memang mahal harganya. Dan di tahun - tahun segitu, hingga hari ini,  harganya masih mahal dan termasuk minyak wangi kalangan atas. Mungkin Si Leo termasuk penganut gaya hidup musisi yang kadang -kadang nampil di panggung. Atau mencoba gaya hidup artis dengan parfum branded..hehe. 

Akhirnya malam itu, kami keliling Kota Denpasar.Membawa parfum itu untuk menawarkan ke beberapa teman, yang mungkin niatan mau beli. Bagi Leo, jual separoh harga atau seperempat harga pun dia rela demi bertahan hidup. Makan nasi campur di depan kosan seharga 10 ribu rupiah.  Buat bekal selama 10 hari sampai datang transferan bulanan dari orang tua. 

Puji syukur akhirnya ada teman, penyuka parfum merk itu yang mau beli. Niatnya sih ngga, cuman saya mintakan tolong buat bantu. Sebelum balik ke kosan, malam itu saya ajak dia makan nasi jinggo di pelataran trotoar Jalan Gajah Mada, berseberangan dengan Pasar Kumbasari. 

"Tobat Kak," katanya ketika dua bungkus nasi pedes dengan lauk suwir ayam itu masih di mulut

Hmm....malam ini bilang tobat, Lagi tiga hari, sudah muncul beraneka fantasi liar karena memori 'wik wik' itu. Sudah nanam benihnya, bakalan seumur hidup teringat terus. Meski nanti sudah tamat, jadi orang dan mengabdi di kampung.  

"Rasanya ngeri -ngeri sedaap Kak," katanya mengenang pengalaman tidur dengan Si Jpeang itu. 

" Hey,minum dulu airnya , biar sedapnya hilang tingal ngeri nya aja," jawabku sedikit becanda bikin kami berdua tertawa. 

Meme (Ibu) pedagang jinggo juga ikutan ketawa. Senyum -senyum meski tak tahu topik pembicaraannya. Dalam hati, ngeri benar bila mahasiswa terjebak dalam lingkaran kenikmatan setan saat merantau. Kiriman orang tua bisa salah menggunakan.  Ujung -ujungnya tujuan awal niat kuliah, namun berbelok arah.

Terlibat dalam pergaulan tak pantas. Bisa terjerat narkoba hingga  sex bebas. Mirisnya, keluarga tak tahu apa yang dilakukan anaknya. Hanya komunikasi via perangkat seluler dengan upadte status yang bermakna : #aku baik -baik saja #. Papa dan Mama sehat -sehat ya di sana. Ma Pa, tolong kirimannya buat beli buku dan kuliah online#. 

Hanya sekedar saran aja. Buat adik-adik mahasiswa baru, yang barangkali akan merantau ke kota besar dan meneruskan pendidikan. Nikmati fase itu dalam hidupmu. Sebab kesempatan berkuliah itu masih seperti barang langka di negeri ini. Tak semua warga bisa mengakses dan menikmatinya. Kadang cita -cita ada, namun kemampuan ekonomi tak mendukung. 

 Jadi andai label mahasiswa itu tersemat di dirimu, pergunakan dengan sebaik-baiknya, 

Semoga tak ada lagi pengalaman jual parfum buat beli nasi atau yang mirip -mirip dengan itu. 

Salam. 

Sumbawa, NTB, 27 Agustus 2020

21.15 Wita

NB : 

Di tahun akhir, Leo tak dapat melanjutkan studi. Kelebihan musikalitas dan penampilan fisiknya  telah membuat banyak wanita jatuh hati padanya, sehingga akhirnya berselingkuh dan meninggalkan pacarnya yang sudah menemaninya sekian tahun. Secara keuangan keluarga juga tak seperti dulu saat pertama kuliah. Kini Leo menjadi seorang pengusaha di daerahnya dan tak lagi bersentuhan dengan hal -hal tersebut, 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun