Rasa
Dibawah langit bandungÂ
Dilahap gelapnya malam
Diiringi irama rintikan hujan
Dipersatukan oleh waktu yang jarang datang
Ada hati yang terguncangÂ
Ada nadi yang berdenyut kencang
Ada rasa yang tak pernah datang
Ada asa yang kini kunjung datang
Semua kini tertulis dalam anganÂ
Yang bisa menjadi peristiwa langka
Yang hanya bisa diulang sekali saja
Dalam dua jiwa dan raga yang bededa
Mengapa?........
Mengapa rasa yang kau ciptakan bisa sebahagia ini?
Bisa seagresif ini?
Rasa yang menggelebuk kini semakin kuat
Bagai erosi letusan gunung berapi
 Tersirnanya kanjuruhan Malang
Renungkanlah setiap sudut tribun
Yang memiliki sayup-sayup tangisan,Â
Rintihan, serta Jeritan yang begitu mengharapkan pertolongan.
Kepada sekumpulan-sekumpulan terdengar
Rintihan layaknya meneriakan kita.Â
Tak dapat melakukan apapun
Seperti halnya patung yang hanya berdiam.
Di tengah lapangan
maradona masih menari di atas bola.
bulatan nasib yang selembut duka
 buntalan daging yang membalut kandungan bunda
tempat janin kudus mengarungi hari-hari agung penciptaan
puisi pengembara yang ditenun dari benang-benang aksara.
Aku ingin masuk ke dalam bola, ingin meringkuk di sana.
Permainan sudah selesai,Â
perburuan tidak akan pernah usai.
Kostum, bendera, spanduk bertebaran di pinggir sana,
Ribuan penonton telah berpulang meninggalkan stadion
Tempat yang kalah dan yang menang bertukar celana,
Maapkan kami yang tak faham rahasia bola
Banyak ibu yang trauma dengan bola
Banyak ayah yang kecewa penuh luka
Semua berawal dari ricuhnya peristiwa
yang menerus berujung duka
Hi, ini judulnya payung
Tapi bukan payung teduh yang punya Akad
Ini tentang payung, tentang kita
Sekali lagi tentang kita. Aku, kamu lalu kita
Berawal dari jamuan rintik
Gusar karena diam tanpa topik dialek, sedikit terusik
Berkat hanya satu payung
Dengan ragu, tawaran dari bibirmu mengalun terdengar merdu waktu itu
Rasanya aarghh!!!
Kupu-kupu menggelitik perutku
Sungguh, tawaranmu mematri lekuk indah bibirku
Memunculkan rona merah jambu pada kedua pipiku
Ternyata, romansaku berawal dari payung
Romansaku sesederhana ini kah?
Oh Tuhanku, pelangi-Mu untukku kini menjadi bagian dari jiwaku untuk selalu menjemput syukurku pada-Mu
Payung, aku, kamu lalu kita
Semogaku adalah jadikan kita seperti kisah Payung Teduh milik akad
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H