Mohon tunggu...
Aditya Prahara
Aditya Prahara Mohon Tunggu... Jurnalis -

Suka olahraga. http://adityaprahara.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Panas Matahari

26 Januari 2015   19:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:20 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1422250423505665537

“Setidaknya pancaran sinar matahari mencerahkan bumi. Panas matahari juga banyak manfaatnya. Lihat bajumu. Bagaimana bajumu bisa kering setelah selesai ibu cuci tanpa panas matahari?”

Aku tersenyum. “Aku ingin seperi matahari ya, bu. Berguna buat orang banyak.”

“Kamu kan memang matahari.” Ibu tertawa.

“Ah, ibu.” Aku memeluk ibu. Berlindung dari panasnya matahari.

***

Aku bersiap menikmati makan malam. Ayah dan Ibu sudah duduk di ruang makan. Hidangan makan cukup menggoda dengan hadirnya sup buatan ibu. Aku langsung duduk di kursi dan mengambil nasi.

“Hari ini sekolahmu menelpon kemari. Kudengar kau telah mengumpati seorang guru. Kenapa kau?” ujar ayah dengan nada datar.

“Dia memukul kepalaku. Aku tak terima,” balasku. Aku mulai makan hidangan.

“Dia bilang lima kali kau umpat dia,” kata ayah.

“Dan ayah percaya? Memangnya shalat, lima kali sehari,” ujarku tertawa. Aku kembali makan. “Guru seperti dia harusnya malah bersyukur tak kuhajar. Berani-beraninya dia memukul kepalaku.”

“Kau ini. Jangan bikin malu ayah. Sekolah tak benar. Selalu peringkat terakhir. Apa kau sudah tak niat sekolah? Ke sekolah hanya untuk pacaran saja.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun