Mohon tunggu...
Aditya Firman Ihsan
Aditya Firman Ihsan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

deus, homines, veritas

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Just Go(d) - Bagian 4

2 Agustus 2014   19:33 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:36 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Aku tersenyum. “Sudahlah, mau bagaimana pun aku merasa semua ini adalah kewajaran. Seperti halnya manusia purba tidak bisa menghentikan perubahan-perubahan yang terjadi pada otak mereka sendiri. Ya, perubahan tidak pernah berhenti di alam.”

“Lalu?”

“Kita nikmati saja tiap langkah kita dengan integritas. Bertahan pada dunia yang selalu dinamis. Di saat orang-orang kemana-mana terikat pada alat, bukankah kita lebih bangga bila lebih bisa bersabar dengan kaki sendiri? Cobalah pahami Zen, filosofi berjalan lebih dari sekedar kaki melangkah.” Aku berdiri. Diam sejenak menatap sekeliling. Tak ada yang bisa mengalahkan indahnya suasana sore hari.

Selama beberapa saat aku melebur diri dalam atmosfer sekeliling yang dipenuhi dengan beragam emosi, lantas menoleh pada Zenyang masih duduk. “Seperti bagaimana proses kita dalam mencari Tuhan, bukan sekedar agama yang disuap dengan kemudahan. Ayo jalan lagi Zen, sudah cukup lama kita duduk.”

“Duh.” Wajahnya mendadak lemas, walau akhirnya ia berdiri juga. “Aku jadi merasa sebagai manusia kita memang harus pandai mengambil hikmah. Memaknai segala sesuatu.”

“Bukankah di situ makna kebijaksanaan?” Aku diam sejenak menatap langit sebelum kakiku mulai melangkah. “Ayo Zen, keburu sore.”

***

Suasana yang persis sama juga mengiringi perjalananku dari sekolah sore itu. Bersama Rayya. Pada dasarnya aku menyukai kesendirian, menikmati dunia dengan pikiran sendiri, membuatku jarang melakukan sesuatu bersama orang lain. Tapi sepertinya akhir-akhir ini banyak yang berubah, kemarin Asa, sekarang Rayya, duh. Mungkin memang aku tak akan bisa mencegah perubahan yang terjadi pada diriku sendiri.

“Hey Han.” Ujar Rayya spontan menarikku keluar dari lamunan. Tanpa ku sadari sejak keluar dari gerbang sekolah kami hanya diam membisu. “Kau tak banyak bicara eh?”

“Hm? Tidak juga, sedang meresapi seluruh atmosfer sore hari saja.” Aku memandang sekeliling. Beragam fenomena terjadi dalam satu bingkai realita. Tidak ada yang bisa mengalahkan suasana sore hari, aku rasa. Banyak yang bilang pagi hari adalah suasana terbaik dalam 24 jam, tapi entah kenapa, akhir dari perjalanan matahari, tetap yang terindah bagiku.

Jalanan mulai kembali memenuhi rutinitasnya, semakin ramai oleh orang-orang yang pulang kerja, sementara anak-anak terlihat melintas ke sana kemari sepulang sekolah. Penuh emosi, penuh sukacita. Akhir jadi terasa yang terbaik ketimbang awal. Di atas semua itu, kaki kami terus melangkah ringan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun