Parkir sepeda tak jauh dari kelasku. Di sana hanya terlihat tiga sepeda tersisa. Mataku melayang pandang, ada yang tak wajar. Ku perhatikan seksama, aku mendekat ke sepedaku. Ah, memang benar ada yang tak beres. Aku berjongkok.
Ban belakang tidak lagi terlihat terisi udara penuh. Ada bekas ditusuk paku.
“Hmm? Siapa pula ini gak ada kerjaan ngempesin ban.” Aku bergumam.
Sambil ku periksa sejenak, terdengar suara langkah mendekat.
“Hei han? Kau belum pulang? Ada apa?” Pemilik langkah itu berbicara.
“Oh ray. Iya ni, kempes.” Kataku menoleh selagi menunjuk ban di depanku.
“Eh?” Ia ikut berjongkok. “Siapa yang melakukannya?”
“Entahlah.” Bahuku terangkat. “Tapi sepertinya anak-anak non. Sejak aku masuk islam sikap mereka berubah banyak padaku”
Tangannya menepuk pundakku, keras tapi tak menimbulkan rasa sakit. “Sudahlah, gak usah berprasangka buruk. Siapapun yang melakukannya, cukup ambil hikmahnya.” Ia tersenyum.
“Ya sudahlah” Aku berdiri, dengan mata masih mengarah pada sepeda kecil berwarna perak itu. “Sepertinya aku hari ini jalan saja.”
“Kau tinggal di mana?” Rayya bertanya.