Mohon tunggu...
Adinda Trianurahmah
Adinda Trianurahmah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Demokrasi dan Literasi Politik dalam Pemilu di Indonesia untuk Mewujudkan Kemajuan Nasional

22 Juni 2024   11:55 Diperbarui: 22 Juni 2024   11:55 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3.2 Proses Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dilakukan melalui beberapa langkah. Pertama, literatur yang relevan diidentifikasi melalui pencarian di database akademik seperti Google Scholar, JSTOR, dan ResearchGate menggunakan kata kunci seperti "demokrasi di Indonesia", "literasi politik", "pemilu Indonesia", dan "kemajuan nasional". Kedua, sumber-sumber yang kredibel dan valid dipilih berdasarkan reputasi penulis, penerbit, dan metode penelitian yang digunakan. Ketiga, informasi yang diperoleh diorganisasikan ke dalam kategori-kategori yang sesuai dengan sub-bab tinjauan pustaka. Setiap informasi diklasifikasikan berdasarkan relevansinya dengan demokrasi di Indonesia, literasi politik dalam pemilu, kemajuan nasional, tantangan demokrasi, dan upaya peningkatan literasi politik.

3.3 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, sintesis informasi dari berbagai sumber diintegrasikan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang demokrasi dan literasi politik di Indonesia. Sintesis ini membantu dalam mengidentifikasi pola, tren, dan hubungan antara berbagai konsep yang dibahas. Kedua, analisis kritis terhadap informasi dilakukan untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan dari berbagai sumber. Interpretasi data dilakukan untuk memahami implikasi praktis dari temuan-temuan literatur terhadap pelaksanaan demokrasi dan literasi politik di Indonesia. Ketiga, model teoritis dikembangkan untuk menjelaskan hubungan antara demokrasi, literasi politik, dan kemajuan nasional. Model ini didasarkan pada temuan-temuan dari literatur yang dikaji dan diharapkan dapat memberikan kontribusi baru dalam diskusi ilmiah tentang topik ini.

IV. Hasil dan Pembahasan

4.1 Perkembangan Demokrasi dan Penerapannya di Indonesia

Perjalanan demokrasi Indonesia telah melalui berbagai fase yang mencerminkan dinamika politik, sosial, dan ekonomi negara ini sepanjang sejarahnya. Dari masa kolonial Belanda hingga masa kini, Indonesia mengalami transformasi signifikan dalam sistem pemerintahan dan partisipasi politik warganya. Perkembangan demokrasi di Indonesia dimulai dengan proses perjuangan melawan penjajahan kolonial Belanda. Sebelum kemerdekaan pada tahun 1945, terdapat beberapa usaha untuk mengorganisasi masyarakat secara politik, meskipun dalam bentuk yang terbatas. Kebangkitan nasional di awal abad ke-20 membawa pengembangan organisasi politik seperti Sarekat Islam dan Partai Nasional Indonesia (PNI), yang berperan penting dalam membangun kesadaran politik di kalangan masyarakat. Puncaknya adalah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, yang menandai awal dari eksperimen demokrasi di negara baru ini (Philia & Ndona, 2024).

Setelah kemerdekaan, Indonesia mengadopsi sistem demokrasi liberal yang tercermin dalam Konstitusi 1945. Masa ini ditandai dengan proses politik yang dinamis, di antaranya Pemilu 1955 yang pertama kali diadakan secara nasional, meskipun berlangsung dalam suasana politik yang penuh gejolak. Pemilu tersebut menghasilkan parlemen yang representatif, namun stabilitas politik terganggu oleh berbagai konflik internal dan eksternal, termasuk konfrontasi dengan Belanda dan pemberontakan DI/TII. Pada akhir 1950-an, Indonesia beralih ke sistem demokrasi terpimpin di bawah pemerintahan Presiden Sukarno. Konsep demokrasi terpimpin menempatkan Sukarno sebagai pemimpin tunggal yang memiliki peran sentral dalam mengoordinasikan berbagai elemen masyarakat dan mengarahkan pembangunan nasional (Putri, 2024).

Krisis politik dan ekonomi di akhir 1950-an dan awal 1960-an membawa Indonesia ke masa Orde Baru yang dimulai pada tahun 1966, setelah terjadinya gerakan 30 September 1965. Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto menciptakan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, namun juga ditandai dengan otoritarianisme yang kuat dan pembatasan terhadap kebebasan politik.  Reformasi tahun 1998 mengakhiri rezim Orde Baru dan membuka jalan bagi transformasi politik menuju sistem demokrasi yang lebih terbuka dan inklusif. Pemilihan umum tahun 1999 merupakan tonggak penting dalam memulihkan demokrasi perwakilan di Indonesia, dengan kembalinya kebebasan politik dan pluralisme dalam sistem politik (Dewi, dkk., 2024). Perkembangan media massa dan teknologi informasi memainkan peran penting dalam memperluas ruang publik dan partisipasi masyarakat dalam proses politik. Meskipun demikian, tantangan seperti korupsi, ketimpangan sosial, dan ketahanan demokrasi tetap menjadi fokus utama dalam upaya untuk memperkuat sistem demokrasi yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.

4.2 Kekurangan dan Kelebihan Masing-masing Sistem Demokrasi

Demokrasi liberal mengutamakan kebebasan individu, batasan kekuasaan pemerintah, dan sistem ekonomi yang berbasis pasar. Di Indonesia, demokrasi liberal pada awalnya diadopsi setelah kemerdekaan, tetapi rentan terhadap ketidakstabilan politik dan ekonomi. Meskipun memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi individu dan masyarakat sipil, demokrasi liberal sering kali gagal mengatasi kesenjangan sosial yang luas dan gejolak ekonomi yang sering terjadi. Berlanjut pada demokrasi terpimpin di bawah kepemimpinan Sukarno bertujuan untuk membangun integritas nasional dan menghadirkan Indonesia sebagai pemimpin gerakan non-blok dan Asia-Afrika. Meskipun berhasil dalam beberapa aspek seperti integrasi nasional dan diplomasi internasional yang kuat, sistem ini rentan terhadap pertentangan ideologi dan kurangnya mekanisme demokratis dalam penyelenggaraan pemerintahan. Demokrasi Pancasila era Orde Baru menekankan stabilitas politik dan pembangunan ekonomi yang cepat di Indonesia. Program kesejahteraan seperti wajib belajar dan peningkatan standar hidup berhasil diimplementasikan, namun praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme merajalela. Partisipasi politik terbatas pada elite politik yang terkait dengan rezim, sedangkan mayoritas masyarakat merasakan kesulitan dalam berpartisipasi secara aktif dalam politik nasional. Terakhir, Demokrasi Pancasila dalam era reformasi menandai perubahan signifikan menuju inklusivitas politik yang lebih besar dan kebebasan berbicara yang lebih luas. Reformasi 1998 membawa harapan baru untuk membangun sistem politik yang lebih transparan dan akuntabel. Namun, tantangan muncul dalam bentuk masyarakat yang terlalu bebas yang sering kali menghadapi kesulitan mempertahankan kualitas program-program politik yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan demokrasi yang berkelanjutan (Claudia & Maulia, 2024).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun