Pengantar Ilmu PolitikÂ
Dosen Pengampu: Saeful Mujab, S.Sos, M.I.Kom
Abstrak
Demokrasi dan literasi politik merupakan dua aspek penting dalam pemilu di Indonesia yang berperan dalam mendorong kemajuan nasional. Meskipun demikian, tantangan seperti logistik pemilu yang buruk, ketidaktransparanan, dan praktik nepotisme masih menghambat pelaksanaan demokrasi yang ideal. Pemilu 2024 menunjukkan bahwa masalah ini tetap relevan, meskipun partisipasi politik tinggi. Literasi politik sangat penting untuk memperkuat demokrasi, membantu masyarakat memahami hak dan kewajiban politik mereka, serta mencegah disinformasi. Â Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi signifikansi demokrasi seba gai fondasi sistem politik dan peran literasi politik dalam meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pemilu sehingga mencapai kemajuan nasional. Metode penulisan ini mengacu pada studi kepustakaan untuk mendukung analisis dan pembahasan mengenai pentingnya literasi politik dalam konteks demokrasi Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa literasi politik yang tinggi dapat memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses politik secara efektif dan bertanggung jawab. Simpulan dari artikel ini adalah pentingnya pendidikan politik yang terus-menerus dan partisipasi aktif dalam membangun demokrasi yang kuat di Indonesia. Saran yang diajukan meliputi perluasan pendidikan literasi politik di semua tingkatan pendidikan, peran penting media dalam memberikan informasi yang objektif, dan perlunya transparansi dalam proses politik untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Kata Kunci: Demokrasi, Literasi Politik, Pemilu, Indonesia, Kemajuan Nasional.
- Latar Belakang
Demokrasi di Indonesia memiliki sejarah yang panjang, dimulai dengan periode pemerintahan Hindia Belanda yang awalnya tidak demokratis. Setelah meraih kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia mengadopsi sistem demokrasi parlementer dengan pemilihan umum yang pertama kali diadakan pada tahun 1955. Saat itu, pemilu pertama menghasilkan Majelis Konstituante yang bertugas merumuskan konstitusi negara baru. Namun, perjalanan demokrasi Indonesia tidak selalu mulus; periode Orde Lama ditandai dengan dominasi politik oleh satu partai dan terjadinya kudeta militer pada tahun 1965. Perubahan signifikan terjadi setelah Reformasi tahun 1998, yang dipicu oleh tekanan rakyat atas rezim otoriter Orde Baru yang berkuasa selama tiga dekade. Reformasi membawa perubahan sistem politik menuju demokrasi yang lebih terbuka dan inklusif. Pemilu tahun 1999 menjadi tonggak penting dalam memulihkan proses demokrasi, dengan munculnya sistem multipartai yang memberikan kesempatan lebih besar bagi partisipasi politik dari berbagai lapisan Masyarakat (Anggraini, 2024; Syam, 2024).
Demokrasi di Indonesia juga telah mengalami evolusi signifikan sejak Reformasi tahun 1998, yang menggantikan sistem otoriter Orde Baru dengan Demokrasi Pancasila. Sistem ini menempatkan prinsip-prinsip Pancasila sebagai landasan utama dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan, yang mencakup nilai-nilai seperti keseimbangan dan keadilan sosial, serta pluralisme dan konsensus dalam pengambilan keputusan politik (Eriyanto & Maulia, 2024). Setelah melewati berbagai tahapan dalam sejarah politiknya, termasuk masa Orde Baru yang otoriter, Indonesia memasuki era Reformasi yang membawa perubahan signifikan menuju demokrasi yang lebih terbuka dan inklusif. Pemilihan umum mulai menjadi sarana utama bagi rakyat untuk memilih pemimpin mereka secara langsung, termasuk pemilihan presiden dan anggota parlemen.
Indonesia, sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, telah menyelenggarakan Pemilihan Umum pada 14 Februari 2024. Pada Pemilu tersebut, kandidat yang berhasil memenangkan pesta demokrasi ini adalah Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, yang akan memimpin Indonesia dalam periode mendatang. Pemilu tersebut merupakan momen penting bagi demokrasi di Indonesia, di mana lebih dari 200 juta pemilih di dalam negeri dan 1,75 juta pemilih diaspora menggunakan hak suaranya untuk memilih pemimpin negara dan anggota legislatif. Partisipasi aktif ini menegaskan komitmen masyarakat Indonesia untuk memperkuat demokrasi Pancasila sebagai sistem politik yang mendorong kesejahteraan dan kemajuan nasional. Namun, pemilu 2024 juga diwarnai berbagai masalah yang menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia masih menghadapi tantangan serius. Pantauan DEEP Indonesia di tujuh provinsi menemukan banyak masalah logistik, seperti  surat suara yang tercoblos, tertukar, dan hilang. Selain itu, ada laporan tentang kotak suara yang tidak tersegel, tempat pemungutan suara yang terlambat dimulai, serta TPS yang tidak aksesibel bagi penyandang disabilitas (Pradesa, 2024). Kondisi ini mengindikasikan bahwa integritas pemilu masih diragukan dan menunjukkan adanya krisis moralitas dan pelanggaran yang dilakukan berbagai pilar negara.
Kondisi demokrasi Indonesia saat ini dinilai mengalami degradasi. Meskipun di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pembangunan infrastruktur dan investasi meningkat, namun banyak pihak berpendapat bahwa hal ini harus dibayar mahal dengan kemunduran demokrasi (Pane & Hsb, 2024). Salah satu isu yang paling disorot adalah putusan Mahkamah Konstitusi yang dipimpin oleh Anwar Usman, ipar Jokowi, yang memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka untuk mencalonkan diri sebagai wakil presiden dengan menghapus batasan usia minimum. Ini menimbulkan dugaan bahwa Jokowi berupaya meneruskan ambisi dan warisannya dengan mengestafetkan kekuasaan kepada putranya. Selain itu, isu "Jokowi tiga periode" sempat berembus, tetapi kemudian ditentang oleh banyak pihak. Kontroversi semakin memanas ketika putusan Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan dari capres 01 Anies-Muhaimin. Putusan ini diwarnai dengan orasi kekecewaan di luar gedung MK, di mana pendukung Anies-Muhaimin merasa bahwa keputusan tersebut sangat mengecewakan dan melukai hati mereka (Lutfiah & Abidin, 2024; St May, dkk., 2024). Situasi ini menunjukkan adanya ketidakpuasan publik terhadap proses demokrasi dan menyoroti masalah transparansi serta keadilan dalam pemilu.
Untuk memastikan demokrasi yang berkelanjutan dan berkualitas, dibutuhkan pemahaman yang baik tentang prinsip-prinsip demokrasi dan proses politik yang transparan. Literasi politik menjadi kunci utama dalam hal ini, karena meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap isu-isu politik dan memungkinkan mereka membuat keputusan yang lebih informasional dan bertanggung jawab dalam pemilu. Literasi politik bukan sekadar tentang memahami mekanisme politik, tetapi juga mengenai kemampuan individu untuk mengakses informasi dengan kritis, mengidentifikasi sumber yang dapat dipercaya, dan mengolah informasi tersebut dengan bijaksana. Literasi politik menjadi fondasi yang kuat dalam mendukung partisipasi publik yang bermakna dan efektif dalam pengambilan keputusan politik. Literasi politik juga memiliki peran penting dalam memajukan Indonesia dari pedesaan hingga perkotaan. Di pedesaan, tingkat literasi politik yang tinggi dapat memberdayakan masyarakat untuk memahami hak-hak politik mereka, mengenali pentingnya partisipasi dalam pemilihan umum, dan mengawasi kinerja para pemimpin local. Sementara itu, di perkotaan, literasi politik akan membantu individu untuk tidak hanya memahami mekanisme politik yang lebih kompleks, tetapi juga untuk mengakses informasi dengan kritis.
Pemerintah, media massa, dan lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan literasi politik di masyarakat. Dengan meningkatkan literasi politik, Indonesia dapat memperkuat pondasi demokrasi Pancasila dan menghadapi tantangan kompleks dalam dunia politik global saat ini. Hal ini tidak hanya meningkatkan kualitas pengambilan keputusan politik, tetapi juga memperkuat legitimasi institusi demokratis dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik yang ada. Dari latar belakang di atas, tampak bahwa meskipun Indonesia telah menjalankan sistem demokrasi yang relatif stabil, masih terdapat banyak tantangan yang menghambat tercapainya demokrasi yang sejati dan inklusif. Permasalahan logistik, ketidaktransparanan proses pemilu, dan isu nepotisme menunjukkan adanya gap dalam pemahaman dan pelaksanaan demokrasi yang ideal (Widyani & Hartanti, 2024). Selain itu, rendahnya literasi politik di kalangan masyarakat menjadi salah satu faktor yang memperburuk keadaan ini, karena masyarakat kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengkritisi dan berpartisipasi secara efektif dalam proses politik.
Sehinggga muncul pertanyaan utama tentang bagaimana demokrasi dan literasi politik berperan dalam pemilu di Indonesia untuk mendorong kemajuan nasional. Oleh karena itu, tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menggali secara mendalam tentang hubungan antara demokrasi dan literasi politik, serta menganalisis bagaimana keduanya dapat berkontribusi dalam mencapai kemajuan nasional yang berkelanjutan. Artikel ini akan mengkaji bagaimana literasi politik yang baik dapat meningkatkan partisipasi publik yang informasional dan bertanggung jawab dalam pemilu, serta bagaimana peningkatan literasi politik dapat membantu mengatasi tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Selain itu, artikel ini bertujuan untuk menawarkan rekomendasi yang praktis untuk meningkatkan literasi politik di kalangan masyarakat, sehingga dapat memperkuat demokrasi Pancasila sebagai pilar utama dalam pembangunan nasional.
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Demokrasi di Indonesia
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu "demos" yang berarti rakyat, dan "kratos" yang berarti kekuasaan atau pemerintahan. Secara harfiah, demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat. Pengertian demokrasi menurut Dadang (2024) adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, yang biasanya dijalankan melalui mekanisme pemilihan umum untuk memilih wakil-wakil mereka. Demokrasi di Indonesia telah mengalami evolusi yang panjang dan kompleks. Setelah meraih kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia mengadopsi sistem demokrasi parlementer yang ditandai dengan Pemilu 1955. Periode ini menghasilkan Majelis Konstituante yang bertugas merumuskan konstitusi negara baru. Namun, demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran selama Orde Lama dan Orde Baru, dengan dominasi politik oleh satu partai dan pemerintahan yang otoriter. Sebelum menerapkan demokrasi Pancasila Indonesia terlebih dahulu menganut demokrasi liberal dan pada tahun 1959-1965 indonesia menganut demokrasi terpimpin. Â (Fernandez, dkk., 2024).
Reformasi 1998 menjadi titik balik penting dalam sejarah demokrasi Indonesia, menggantikan Orde Baru dengan sistem Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila menempatkan prinsip-prinsip Pancasila sebagai landasan utama dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan, mencakup nilai-nilai keseimbangan, keadilan sosial, pluralisme, dan konsensus. Perkembangan demokrasi pasca-Reformasi ditandai dengan pemilihan umum yang lebih transparan dan inklusif, serta munculnya sistem multipartai yang memungkinkan partisipasi politik yang lebih luas (Nabela, dkk., 2024). Meskipun demikian, berbagai tantangan masih dihadapi dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Permasalahan seperti logistik pemilu yang buruk, ketidaktransparanan proses, serta praktik nepotisme dan pelanggaran hukum menjadi hambatan serius. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa meski demokrasi formal ada, kualitas pelaksanaannya sering kali kurang memadai .
2.2 Literasi Politik dalam Pemilu
Haryani, dkk, (2024) menyebutkan bahwa Literasi politik merujuk pada kemampuan individu untuk memahami dan mengkritisi informasi politik, serta berpartisipasi secara efektif dalam proses politik. Literasi politik yang baik mencakup pemahaman terhadap mekanisme pemilu, peran dan fungsi lembaga politik, serta hak dan kewajiban sebagai warga negara. Literasi politik juga melibatkan kemampuan untuk mengakses dan mengevaluasi informasi politik secara kritis, sehingga dapat membuat keputusan yang informasional dan bertanggung jawab (Wahuningratna, dkk., 2023).
Penelitian menunjukkan bahwa literasi politik yang tinggi berkorelasi positif dengan tingkat partisipasi pemilih dan kualitas keputusan politik yang diambil. Masyarakat yang memiliki literasi politik yang baik lebih mampu mengenali disinformasi dan propaganda, sehingga dapat menjaga integritas proses demokrasi. Di Indonesia, literasi politik masih menjadi tantangan, terutama di daerah pedesaan dan di kalangan kelompok masyarakat yang kurang terpapar pendidikan politik formal. Program pendidikan politik yang terintegrasi dalam kurikulum sekolah, serta peran media massa yang bertanggung jawab, sangat penting dalam meningkatkan literasi politik di Indonesia (Fitria & Rahmadi, 2024).
2.3 Kemajuan Nasional
Kemajuan nasional mencakup berbagai aspek, termasuk stabilitas politik, perkembangan ekonomi, keadilan sosial, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Demokrasi yang sehat dan partisipatif merupakan salah satu pilar penting dalam mencapai kemajuan nasional. Dengan demokrasi yang inklusif, kebijakan publik dapat lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga mendorong pembangunan yang berkelanjutan dan merata. Pendidikan politik memainkan peran kunci dalam memajukan kemajuan nasional dengan meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik masyarakat. Melalui pengetahuan politik, masyarakat dapat lebih baik memahami hak-hak politik mereka, proses pembuatan keputusan publik, dan pentingnya partisipasi aktif dalam kehidupan politik (Limbong & Asbari, 2024; Ferlita, dkk., 2024).
Literasi politik berperan penting dalam mendorong kemajuan nasional. Dengan memahami isu-isu politik dan proses pengambilan keputusan, masyarakat dapat berpartisipasi secara lebih efektif dalam pemilu dan proses politik lainnya. Hal ini memastikan bahwa pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili aspirasi rakyat dan mampu mengimplementasikan kebijakan yang pro-rakyat dan pro-pembangunan. Selain itu, literasi politik yang tinggi juga membantu dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk dialog politik yang sehat dan konstruktif, yang pada akhirnya memperkuat demokrasi dan stabilitas politik. Misalnya saja partisipasi Masyarakat yang sudah mendapatkan pemahaman politik dalam sistem sekolah, pemilihan pemimpin baik dari kecamatan, kabupaten, hingga presiden akan membantu perkembangan dan kemajuan negara. (Saputra, dkk., 2024; Pratama & Siswanto, 2024).
2.4 Tantangan Demokrasi di Indonesia
Demokrasi di Indonesia tidak terlepas dari berbagai tantangan yang mengancam integritas dan kualitasnya. Salah satu tantangan terbesar adalah praktik politik uang, yang mengurangi kualitas demokrasi dengan mempengaruhi keputusan pemilih melalui insentif finansial. Fenomena ini mencerminkan kurangnya literasi politik di kalangan masyarakat, di mana pemilih sering kali tidak memahami dampak negatif dari praktik tersebut terhadap kualitas pemerintahan dan kebijakan public (Ukasah, 2024; Agustin & Firdos, 2024).
Selain itu, disinformasi dan hoaks yang tersebar luas melalui media sosial dan platform digital lainnya juga menjadi tantangan serius bagi demokrasi. Informasi yang tidak akurat dan menyesatkan dapat mempengaruhi opini publik dan mengganggu proses demokrasi. Rendahnya literasi digital dan politik di kalangan masyarakat memperparah situasi ini, karena banyak warga yang tidak memiliki keterampilan untuk mengevaluasi kebenaran informasi yang mereka terima (Aliya & Yuliana, 2024).
2.5 Upaya Peningkatan Literasi Politik
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, upaya peningkatan literasi politik harus dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan. Pendidikan politik harus dimulai sejak dini melalui kurikulum yang terintegrasi dalam sistem pendidikan formal. Selain itu, program-program pendidikan non-formal seperti seminar, lokakarya, dan diskusi publik juga penting untuk menjangkau masyarakat dewasa dan kelompok-kelompok yang kurang terpapar informasi politik (Taranau, 2024).
Yulianri & Maulia (2024) juga menyebutkan dalam penelitiannya bahwa media massa juga memiliki peran besar dalam meningkatkan literasi politik. Media yang bertanggung jawab harus menyajikan informasi yang akurat, berimbang, dan mendidik, sehingga masyarakat dapat mengakses informasi politik yang dapat dipercaya. Selain itu, inisiatif dari pemerintah dan organisasi non-pemerintah untuk menyelenggarakan kampanye literasi politik dan menyediakan sumber daya pendidikan politik juga penting untuk memperkuat pemahaman politik Masyarakat.
III. Metode Penulisan
Penulisan artikel ini menggunakan metode studi kepustakaan yang mendalam terhadap literatur terkait demokrasi, literasi politik, dan pemilu di Indonesia. Data diperoleh dari berbagai sumber tepercaya seperti jurnal akademik, buku teks, laporan riset, dan publikasi resmi. Metode ini cocok karena memberikan pemahaman komprehensif dan berbasis bukti yang dapat mendukung penjabaran tentang pentingnya demokrasi dan literasi politik dalam pemilu Indonesia untuk mencapai kemajuan nasional.
3.1 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data dari berbagai sumber tertulis yang sudah ada. Proses ini melibatkan beberapa tahapan, yaitu identifikasi literatur yang relevan, evaluasi kualitas sumber, dan sintesis informasi yang diperoleh. Dalam artikel ini, literatur yang dikaji meliputi karya-karya ilmiah tentang demokrasi di Indonesia, literasi politik, serta hubungan antara kedua konsep tersebut dalam konteks pemilu dan kemajuan nasional.
3.2 Proses Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dilakukan melalui beberapa langkah. Pertama, literatur yang relevan diidentifikasi melalui pencarian di database akademik seperti Google Scholar, JSTOR, dan ResearchGate menggunakan kata kunci seperti "demokrasi di Indonesia", "literasi politik", "pemilu Indonesia", dan "kemajuan nasional". Kedua, sumber-sumber yang kredibel dan valid dipilih berdasarkan reputasi penulis, penerbit, dan metode penelitian yang digunakan. Ketiga, informasi yang diperoleh diorganisasikan ke dalam kategori-kategori yang sesuai dengan sub-bab tinjauan pustaka. Setiap informasi diklasifikasikan berdasarkan relevansinya dengan demokrasi di Indonesia, literasi politik dalam pemilu, kemajuan nasional, tantangan demokrasi, dan upaya peningkatan literasi politik.
3.3 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, sintesis informasi dari berbagai sumber diintegrasikan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang demokrasi dan literasi politik di Indonesia. Sintesis ini membantu dalam mengidentifikasi pola, tren, dan hubungan antara berbagai konsep yang dibahas. Kedua, analisis kritis terhadap informasi dilakukan untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan dari berbagai sumber. Interpretasi data dilakukan untuk memahami implikasi praktis dari temuan-temuan literatur terhadap pelaksanaan demokrasi dan literasi politik di Indonesia. Ketiga, model teoritis dikembangkan untuk menjelaskan hubungan antara demokrasi, literasi politik, dan kemajuan nasional. Model ini didasarkan pada temuan-temuan dari literatur yang dikaji dan diharapkan dapat memberikan kontribusi baru dalam diskusi ilmiah tentang topik ini.
IV. Hasil dan Pembahasan
4.1 Perkembangan Demokrasi dan Penerapannya di Indonesia
Perjalanan demokrasi Indonesia telah melalui berbagai fase yang mencerminkan dinamika politik, sosial, dan ekonomi negara ini sepanjang sejarahnya. Dari masa kolonial Belanda hingga masa kini, Indonesia mengalami transformasi signifikan dalam sistem pemerintahan dan partisipasi politik warganya. Perkembangan demokrasi di Indonesia dimulai dengan proses perjuangan melawan penjajahan kolonial Belanda. Sebelum kemerdekaan pada tahun 1945, terdapat beberapa usaha untuk mengorganisasi masyarakat secara politik, meskipun dalam bentuk yang terbatas. Kebangkitan nasional di awal abad ke-20 membawa pengembangan organisasi politik seperti Sarekat Islam dan Partai Nasional Indonesia (PNI), yang berperan penting dalam membangun kesadaran politik di kalangan masyarakat. Puncaknya adalah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, yang menandai awal dari eksperimen demokrasi di negara baru ini (Philia & Ndona, 2024).
Setelah kemerdekaan, Indonesia mengadopsi sistem demokrasi liberal yang tercermin dalam Konstitusi 1945. Masa ini ditandai dengan proses politik yang dinamis, di antaranya Pemilu 1955 yang pertama kali diadakan secara nasional, meskipun berlangsung dalam suasana politik yang penuh gejolak. Pemilu tersebut menghasilkan parlemen yang representatif, namun stabilitas politik terganggu oleh berbagai konflik internal dan eksternal, termasuk konfrontasi dengan Belanda dan pemberontakan DI/TII. Pada akhir 1950-an, Indonesia beralih ke sistem demokrasi terpimpin di bawah pemerintahan Presiden Sukarno. Konsep demokrasi terpimpin menempatkan Sukarno sebagai pemimpin tunggal yang memiliki peran sentral dalam mengoordinasikan berbagai elemen masyarakat dan mengarahkan pembangunan nasional (Putri, 2024).
Krisis politik dan ekonomi di akhir 1950-an dan awal 1960-an membawa Indonesia ke masa Orde Baru yang dimulai pada tahun 1966, setelah terjadinya gerakan 30 September 1965. Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto menciptakan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, namun juga ditandai dengan otoritarianisme yang kuat dan pembatasan terhadap kebebasan politik. Â Reformasi tahun 1998 mengakhiri rezim Orde Baru dan membuka jalan bagi transformasi politik menuju sistem demokrasi yang lebih terbuka dan inklusif. Pemilihan umum tahun 1999 merupakan tonggak penting dalam memulihkan demokrasi perwakilan di Indonesia, dengan kembalinya kebebasan politik dan pluralisme dalam sistem politik (Dewi, dkk., 2024). Perkembangan media massa dan teknologi informasi memainkan peran penting dalam memperluas ruang publik dan partisipasi masyarakat dalam proses politik. Meskipun demikian, tantangan seperti korupsi, ketimpangan sosial, dan ketahanan demokrasi tetap menjadi fokus utama dalam upaya untuk memperkuat sistem demokrasi yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.
4.2 Kekurangan dan Kelebihan Masing-masing Sistem Demokrasi
Demokrasi liberal mengutamakan kebebasan individu, batasan kekuasaan pemerintah, dan sistem ekonomi yang berbasis pasar. Di Indonesia, demokrasi liberal pada awalnya diadopsi setelah kemerdekaan, tetapi rentan terhadap ketidakstabilan politik dan ekonomi. Meskipun memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi individu dan masyarakat sipil, demokrasi liberal sering kali gagal mengatasi kesenjangan sosial yang luas dan gejolak ekonomi yang sering terjadi. Berlanjut pada demokrasi terpimpin di bawah kepemimpinan Sukarno bertujuan untuk membangun integritas nasional dan menghadirkan Indonesia sebagai pemimpin gerakan non-blok dan Asia-Afrika. Meskipun berhasil dalam beberapa aspek seperti integrasi nasional dan diplomasi internasional yang kuat, sistem ini rentan terhadap pertentangan ideologi dan kurangnya mekanisme demokratis dalam penyelenggaraan pemerintahan. Demokrasi Pancasila era Orde Baru menekankan stabilitas politik dan pembangunan ekonomi yang cepat di Indonesia. Program kesejahteraan seperti wajib belajar dan peningkatan standar hidup berhasil diimplementasikan, namun praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme merajalela. Partisipasi politik terbatas pada elite politik yang terkait dengan rezim, sedangkan mayoritas masyarakat merasakan kesulitan dalam berpartisipasi secara aktif dalam politik nasional. Terakhir, Demokrasi Pancasila dalam era reformasi menandai perubahan signifikan menuju inklusivitas politik yang lebih besar dan kebebasan berbicara yang lebih luas. Reformasi 1998 membawa harapan baru untuk membangun sistem politik yang lebih transparan dan akuntabel. Namun, tantangan muncul dalam bentuk masyarakat yang terlalu bebas yang sering kali menghadapi kesulitan mempertahankan kualitas program-program politik yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan demokrasi yang berkelanjutan (Claudia & Maulia, 2024).
4.3 Kontribusi Literasi Politik dalam Mencapai Kemajuan Nasional
Di Indonesia, pentingnya literasi politik menjadi semakin nyata seiring dengan perkembangan demokrasi pasca-Orde Baru. Literasi politik yang baik memungkinkan masyarakat untuk memahami peran dan fungsi lembaga-lembaga pemerintah, hak mereka dalam proses politik seperti pemilu, serta bagaimana cara mempengaruhi kebijakan publik melalui partisipasi yang terinformasi dan bertanggung jawab. Salah satu aspek penting dari literasi politik adalah kemampuan untuk menganalisis informasi politik dengan kritis dan objektif. Dalam era informasi digital saat ini, masyarakat dihadapkan pada banyaknya informasi yang bertebaran, termasuk disinformasi dan hoaks. Literasi politik yang baik membantu masyarakat untuk membedakan antara informasi yang akurat dan tidak akurat, serta mampu mengambil keputusan yang berdasarkan fakta dan data yang valid. Selain itu, literasi politik juga memperkuat partisipasi aktif dalam kehidupan politik, baik sebagai pemilih maupun dalam bentuk-bentuk partisipasi lainnya seperti debat publik, kampanye sosial, atau pengawasan terhadap kinerja pemerintah (Rahmaniah, dkk., 2024). Partisipasi ini tidak hanya penting untuk memilih para pemimpin yang mewakili kepentingan masyarakat, tetapi juga untuk memastikan akuntabilitas publik dan transparansi dalam pengambilan keputusan politik.
Untuk meningkatkan literasi politik di Indonesia, pendidikan politik yang inklusif dan menyeluruh perlu diperkuat dari tingkat pendidikan dasar hingga tingkat lanjut. Ini melibatkan peran aktif dari sekolah, perguruan tinggi, lembaga pendidikan non-formal, media massa, serta lembaga masyarakat sipil untuk menyediakan informasi yang objektif, mendidik masyarakat tentang hak dan kewajiban politik mereka, serta membangun keterampilan analisis kritis dalam menyikapi informasi politik. Dengan meningkatkan literasi politik, Indonesia dapat memperkuat fondasi demokrasi yang inklusif, responsif, dan berkelanjutan, di mana masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses politik negara dan memastikan bahwa suara mereka didengar dan dihormati dalam pembentukan masa depan bangsa.
4.4 Tantangan dan Rekomendasi untuk Peningkatan Literasi dan Demokrasi Politik di Indonesia
Meskipun pentingnya literasi politik diakui secara luas, Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan dalam upaya meningkatkan pemahaman politik masyarakat. Salah satu tantangan utama adalah akses yang terbatas terhadap pendidikan politik di daerah pedesaan dan di kalangan kelompok rentan. Selain itu, penyebaran informasi yang salah melalui media sosial juga menghambat upaya peningkatan literasi politik. Pemilu 2024 di Indonesia menghasilkan kemenangan untuk Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Namun, pemilu ini menghadapi banyak masalah logistik, seperti surat suara yang tercoblos, tertukar, dan hilang, kotak suara yang tidak tersegel, TPS yang terlambat dibuka, dan TPS yang tidak aksesibel bagi penyandang disabilitas. Kondisi ini menunjukkan kelemahan dalam pelaksanaan pemilu dan mengancam integritas proses demokrasi. Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus batasan usia minimum untuk mencalonkan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden menimbulkan kontroversi. Hal ini memicu tuduhan nepotisme dan ketidakpuasan publik terhadap proses demokrasi yang dianggap tidak transparan dan adil (Hadji, dkk., 2024).
Untuk pemilu yang akan datang, Indonesia perlu melakukan perbaikan menyeluruh dalam beberapa aspek penting untuk memastikan demokrasi yang berkualitas dan mencegah terulangnya masalah yang sama. Pertama, perlu ada peningkatan sistem logistik pemilu, termasuk pengawasan ketat terhadap distribusi dan keamanan surat suara serta efisiensi operasional TPS. Ini akan mengurangi risiko surat suara tercoblos, tertukar, dan hilang, serta memastikan TPS dibuka tepat waktu dan aksesibel bagi semua pemilih, termasuk penyandang disabilitas. Kedua, pengawasan independen harus diperkuat untuk menjaga transparansi dan integritas proses pemilu. Badan pengawas yang independen dapat membantu mendeteksi dan mengatasi kecurangan secara lebih efektif. Ketiga, meningkatkan literasi politik masyarakat melalui program pendidikan dan kampanye informasi sangat penting agar pemilih lebih kritis dan dapat berpartisipasi aktif dalam pengawasan pemilu. Keempat, reformasi lembaga hukum seperti Mahkamah Konstitusi diperlukan untuk memastikan independensi dan keadilan dalam pengambilan keputusan, sehingga mengurangi pengaruh politik yang merusak integritas lembaga tersebut. Dengan mengimplementasikan langkah-langkah ini, Indonesia dapat memperkuat demokrasi dan memastikan pemilu yang lebih adil, transparan, dan inklusif di masa depan.
V. Simpulan dan Saran
5.1 Simpulan
Demokrasi dan literasi politik memiliki peran penting dalam pemilu di Indonesia untuk mewujudkan kemajuan nasional. Sejarah demokrasi di Indonesia, meskipun penuh tantangan, telah mengalami evolusi signifikan sejak masa Reformasi tahun 1998, yang membawa sistem politik menuju demokrasi yang lebih terbuka dan inklusif. Perjalanan demokrasi ini, bagaimanapun, tidak terlepas dari berbagai masalah seperti logistik pemilu yang buruk, ketidaktransparanan proses, serta praktik nepotisme dan pelanggaran hukum. Pemilu 2024, meskipun menunjukkan partisipasi yang tinggi dari masyarakat, juga diwarnai berbagai masalah yang mengindikasikan bahwa demokrasi di Indonesia masih menghadapi tantangan serius. Literasi politik yang baik memungkinkan masyarakat untuk memahami peran dan fungsi lembaga-lembaga pemerintah, hak mereka dalam proses politik, serta bagaimana cara mempengaruhi kebijakan publik melalui partisipasi yang terinformasi dan bertanggung jawab. Literasi politik juga membantu masyarakat untuk membedakan antara informasi yang akurat dan tidak akurat, serta mengambil keputusan yang berdasarkan fakta dan data yang valid. Dengan demikian, literasi politik menjadi fondasi yang kuat dalam mendukung partisipasi publik yang bermakna dan efektif dalam pengambilan keputusan politik, yang pada gilirannya memperkuat demokrasi dan mendorong kemajuan nasional.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan demokrasi dan literasi politik di Indonesia meliputi beberapa langkah kunci. Pertama, pemerintah perlu memperkuat sistem pendidikan dengan mengintegrasikan pendidikan politik sejak dini dalam kurikulum sekolah, sehingga generasi muda memiliki pemahaman yang mendalam tentang hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara. Kedua, media massa harus berperan lebih aktif dan bertanggung jawab dalam menyajikan informasi politik yang akurat, berimbang, dan mendidik, guna membantu masyarakat menghindari disinformasi dan hoaks. Ketiga, organisasi masyarakat sipil dan lembaga non-pemerintah harus terus mengadakan program-program literasi politik, seperti seminar, lokakarya, dan diskusi publik, yang dapat menjangkau berbagai lapisan masyarakat, termasuk mereka yang berada di daerah pedesaan dan kelompok rentan. Keempat, transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilu harus ditingkatkan dengan memperbaiki sistem logistik, pengawasan yang lebih ketat, dan penerapan sanksi tegas bagi pelanggar aturan pemilu. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan demokrasi di Indonesia akan semakin kuat dan inklusif, serta literasi politik masyarakat akan meningkat, mendorong kemajuan nasional yang berkelanjutan.
Daftar Pustaka
Agustin, N. A., & Firdos, R. M. (2024). Studi Literatur: Ancaman Cybercrime di Indonesia dan Pentingnya Pemahaman akan Fenomena Kejahatan Digital. Jurnal Mahasiswa Teknik Informatika, 3(1), 126-131.
Anggraini, F. A. (2024). Dinamika Politik Pemilu Dalam Bingkai Demokrasi Menurut Perspektif Hukum Islam. Jurnal Studi Hukum Modern, 6(2).
Aliya, D. N., & Yuliana, N. (2024). Persepsi Publik di Indonesia mengenai Berita Hoaks di Media Sosial. Sindoro: Cendikia Pendidikan, 5(1), 61-70.
Claudia, F. R., & Maulia, S. T. (2024). IMPLEMENTASI NILAI-NILAI DEMOKRASI PANCASILA DI ERA PERKEMBANGAN IPTEK. Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan, 4(9), 61-70.
DADANG, D. (2024). D Demokrasi Indonesia: Demokrasi. Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan, 11(1), 1-9.
Dewi, S., Sari, N. P., & Haryati, D. (2024). Analisis Pemilihan Umum Proporsional Terbuka Dan Tertutup di Indonesia. Sosial Simbiosis: Jurnal Integrasi Ilmu Sosial dan Politik, 1(2), 116-129.
Eriyanto, A. F., & Maulia, S. T. (2024). MAKNA DAN PRINSIP--PRINSIP SISTEM DEMOKRASI PANCASILA. Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan, 4(5), 11-20.
Fernandez, A., Safitri, G. A., & Maulia, S. T. (2024). MENUJU ERA REFORMASI: PERKEMBANGAN DEMOKRASI DAN PEMERINTAHAN INDONESIA. Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan, 3(6), 81-90.
Ferlita, S., Saepudin, E. A., Maharani, P. S., Kurniawan, I. P., Susilawati, S., & Al Fauzan, R. Z. (2024). Analisis Pembangunan Nasional Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Pembangunan Infrastruktur di Indonesia. MISTER: Journal of Multidisciplinary Inquiry in Science, Technology and Educational Research, 1(2), 189-195.
Fitria, N. J. L., & Rahmadi, A. N. (2024). Penguatan Literasi Politik Dan Literasi Media Bagi Generasi Cerdas Menuju Pemilu 2024. Abdi Makarti, 3(1), 1-9.
Limbong, A. M., & Asbari, M. (2024). Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi. Journal of Information Systems and Management (JISMA), 3(1), 101-105.
Lutfiah, A. N. M., & Abidin, S. (2024). KONSTRUKSI BERITA RESPON PARTAI DEMOKRAT TENTANG DUET ANIES--MUHAIMIN DALAM PILPRES 2024 PADA TVONENEWS. COM DAN CNNINDONESIA. COM. SCIENTIA JOURNAL: Jurnal Ilmiah Mahasiswa, 6(1).
Hadji, K., Valenko, M. F., Kusuma, N. A., Ramajagandhi, S. A., & Basuki, B. (2024). A Pengaruh Presiden dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden: Hukum Tata Negara. Jurnal Hukum dan Sosial Politik, 2(3), 17-23.
Haryani, T. N., Amin, M. I., Husna, A. M., & Lestari, S. M. (2024). Penguatan Literasi Politik bagi Generasi Z:(Kajian Sebelum Masa Pemilihan Umum 2024). Jurnal Kapita Sosial Politik, 1(1), 20-32.
Nabela, P., Nisya, R., & Maulia, S. T. (2024). DEMOKRASI PANCASILA SEBAGAI LANDASAN KONSTITUSI DAN SISTEM POLITIK INDONESIA ERA ORDE LAMA, ORDE BARU, DAN MASA REFORMASI HINGGA SEKARANG. Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan, 3(6), 36-46.
Pane, I., & Hsb, M. O. (2024). Politik Dinasti Ancaman terhadap Demokrasi Pancasila. Perfecto: Jurnal Ilmu Hukum, 2(1), 13-24.
Philia, I. T., & Ndona, Y. (2024). Dampak Perkembangan Demokrasi Indonesia Terhadap Sila Persatuan Indonesia. Lencana: Jurnal Inovasi Ilmu Pendidikan, 2(3), 166-173.
Pradesa, I. A. (2024). Analisis Penggunaan Sistem Rekapitulasi Suara (Sirekap) Dalam Menghadapi Problematika Pemilu 2024. Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial, 3(4), 47-57.
Putri, L. R. (2024). Sukarno: Respon Terhadap Ketidakstabilan Kondisi Politik Pada Masa Demokrasi Liberal 1956-1959. Pubmedia Social Sciences and Humanities, 1(4), 1-8.
Rahmaniah, S. E., Musa, D. T., Alamri, A. R., Marini, M., & Sari, D. (2024). Penguatan Pendidikan dan Literasi Politik Dikalangan Muda. Lumbung Inovasi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 9(1), 133-143.
Saputra, I., Sayekto, G., Haryanto, S., & Fuadi, D. (2024). PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI SMPIT TQ ULIL ALBAB KARANGANYAR. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran (JPP), 6(2).
St May, N., Mulyadi, D., Maesaroh, S., & Kartiwa, F. M. (2024). Reflections on Human Rights and Democracy in Indonesia: The Struggle of Victims Seeking Justice in the Kamisan Action, Amidst the 2024 Presidential Election Vacuum. Al-Musthalah: Jurnal Riset dan Penelitian Multidisiplin, 1(1), 68-90.
Syam, R. (2024). PEMILU DAN BELA NEGARA. IBLAM LAW REVIEW, 4(1), 698-709.
Taranau, O. K. (2024). Pentingnya Pendidikan Politik Dalam Pemilihan Umum. Innovative: Journal Of Social Science Research, 4(1), 4030-4036.
Ukasah, A. (2024). Tantangan Implementasi Demokrasi Dalam Konteks Negara Konstitusi: Studi Kasus Pada Sistem Hukum Indonesia. Perkara: Jurnal Ilmu Hukum Dan Politik, 2(2), 198-210.
Pratama, S. E., & Siswanto, E. (2024). Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan Pemilihan Umum Tahun 2024 di Kabupaten Bondowoso. Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial, 3(3), 71-80.
Wahuningratna, R. N., Wasisto, M. A., & Zempi, C. N. (2024). SOSIALISASI LITERASI POLITIK BAGI PEMILIH PEMULA TERHADAP INDIKASI BLACK CAMPAIGN BERBASIS POLITIK IDENTITAS MELALUI SOSIAL MEDIA. Jurnal Abdimas Ilmiah Citra Bakti, 5(2), 311-325.
Widyani, R., & Hartati, W. (2024). Sosialisasi Literasi Politik Dalam Menyongsong Pemilu 2024 Terhadap Pemilih Pemula di Universitas Muhammadiyah Cirebon. Jurnal Abdisci, 1(4), 129-136.
Yuliandri, R. S., & Maulia, S. T. (2024). Peran media massa dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan, 3(11), 88-98.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H