Penghukuman atau konsekuensi negatif juga berperan dalam Behavioral Conditioning. Jika pelaku korupsi tidak menghadapi penghukuman yang tegas dan adil terhadap tindakan koruptif mereka, hal ini bisa membuat mereka tidak takut atau tidak merasakan resiko yang signifikan. Dalam kasus tersebut, penghukuman yang tidak memadai atau tidak ada penghukuman sama sekali dapat memperkuat perilaku koruptif dan mendorong pelaku untuk melanjutkan tindakan korupsi.
Lingkungan juga memainkan peran penting dalam fenomena kejahatan korupsi. Lingkungan yang korup, di mana praktik korupsi sering terjadi atau diterima secara luas, dapat melibatkan asosiasi stimulus-respons yang memperkuat perilaku koruptif. Misalnya, jika pelaku korupsi secara terus-menerus terpapar dengan stimulus korupsi seperti tawaran suap atau praktik nepotisme, hal tersebut dapat membentuk asosiasi antara stimulus korupsi dengan respons perilaku koruptif.
Dalam teori Behavioral Conditioning, fenomena kejahatan korupsi di Indonesia dapat dijelaskan melalui proses pembentukan perilaku yang dipengaruhi oleh penguatan dan hukuman yang diberikan oleh lingkungan.
Berikut adalah penjelasan fenomena kejahatan korupsi di Indonesia menggunakan perspektif Behavioral Conditioning:
1. Penguatan positif: Dalam situasi korupsi, individu yang terlibat biasanya mendapatkan penguatan positif berupa keuntungan finansial, kekuasaan, atau keuntungan lainnya. Hal ini dapat memperkuat perilaku korupsi dan membentuk pola perilaku yang berulang. Â
Contoh: Seorang pejabat yang menerima suap akan mendapatkan uang atau manfaat lain sebagai hasil dari perilaku korupsi. Penguatan positif ini dapat memperkuat keinginan individu untuk terlibat dalam korupsi di masa mendatang.
2. Penguatan negatif: Di sisi lain, dalam beberapa kasus, individu yang menolak terlibat dalam korupsi dapat mengalami penguatan negatif, seperti intimidasi, ancaman, atau bahkan kehilangan pekerjaan. Penguatan negatif ini dapat mempengaruhi individu untuk terlibat dalam korupsi demi menghindari konsekuensi negatif.
Contoh: Seorang pegawai yang menolak terlibat dalam praktik korupsi dapat menghadapi intimidasi atau ancaman dari rekan kerja atau atasan yang ingin melibatkan mereka dalam praktik tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi perilaku mereka untuk akhirnya terlibat dalam korupsi.
3. Imitasi (modeling) perilaku: Individu sering meniru atau mengadopsi perilaku orang lain dalam mencari penguatan positif atau menghindari penguatan negatif. Jika mereka melihat individu lain terlibat dalam korupsi dan berhasil mendapatkan keuntungan, mereka cenderung untuk meniru perilaku tersebut.
Contoh: Jika seorang pegawai melihat rekan kerja yang terlibat dalam korupsi mendapatkan keuntungan atau melihat pejabat tinggi terlibat dalam korupsi tanpa menghadapi konsekuensi, individu tersebut mungkin tergoda untuk meniru perilaku tersebut.
Fenomena kejahatan korupsi di Indonesia melibatkan penguatan positif, penguatan negatif, dan imitasi perilaku yang terjadi dalam lingkungan sosial. Penting untuk dicatat bahwa fenomena ini kompleks dan melibatkan banyak faktor sosial, politik, dan ekonomi yang saling terkait. Teori Behavioral Conditioning memberikan pemahaman tentang bagaimana perilaku korupsi dapat terbentuk dan dipertahankan melalui proses penguatan dan imitasi perilaku dalam lingkungan.