Selain itu, teori ini menjadi dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviorisme, sekaligus memberikan landasan bagi penelitian mengenai proses pembelajaran dan pengembangan teori-teori tentang belajar. Pavlov telah melakukan penelitian intensif terhadap kelenjar ludah sejak tahun 1902, menggunakan anjing sebagai subjek penelitian. Pada tahun yang sama, tepat sebelum ulang tahunnya yang ke-50, Pavlov memulai karya terkenalnya mengenai refleks terkondisikan. Karyanya meliputi "Work of Digestive Glands" (1902) dan "Conditioned Reflexes". Pada tahun 1904, ia meraih Penghargaan Nobel dalam bidang Fisiologi atau Kedokteran atas kontribusinya dalam penelitian tersebut. Pengaruh besar karyanya tentang pengkondisian ini sangat terasa dalam perkembangan psikologi behavioristik di Amerika (The Official Web Site of the Nobel Foundation, 2007).
Untuk memahami eksperimen-eksperimen Pavlov, kita perlu memahami beberapa konsep dasar yang biasa digunakan dalam teori Pavlov sebagai bagian dari eksperimennya.
- Perangsang tak bersyarat (unconditioned stimulus/US) adalah perangsang alami atau wajar yang secara langsung dapat menyebabkan respons pada organisme. Sebagai contoh, makanan yang dapat merangsang keluarnya air liur pada anjing.
- Perangsang bersyarat (conditioned stimulus/CS) adalah perangsang yang secara alami tidak memicu respons, tetapi setelah dikaitkan secara konsisten dengan perangsang tak bersyarat, dapat memicu respons tertentu. Contohnya, suara bel, melihat piring, atau mendengar langkah orang yang biasanya memberi makanan.
- Respon tak bersyarat (unconditioned response/UR) adalah respons alami atau wajar yang ditimbulkan oleh perangsang tak bersyarat (unconditioned stimulus = UR).
- Respon bersyarat (conditioned response/CR) adalah respons yang ditimbulkan oleh perangsang bersyarat (conditioned stimulus = CS) setelah adanya pembelajaran. Respon ini sebelumnya tidak terjadi atau tidak wajar sebelum dikondisikan
Dalam eksperimen Pavlov, perangsang tak bersyarat dan respons tak bersyarat digunakan untuk menginduksi pembelajaran kondisional dengan mengaitkan perangsang bersyarat (CS) dengan perangsang tak bersyarat (US), sehingga menciptakan respons bersyarat (CR).
Apakah eksperimen tersebut dapat diterapkan pada manusia?
Dari contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan Pavlov, seseorang dapat mengendalikan individu dengan menggantikan stimulus alami dengan stimulus yang sesuai, sehingga mendapatkan respons yang diinginkan. Hal ini dilakukan tanpa individu menyadari bahwa mereka sedang dikendalikan oleh stimulus eksternal.
Pavlov mengenalkan tiga konsep penting dalam teori Classical Conditioning, yaitu penguatan (reinforcement), penghilangan (extinction), dan pengembalian spontan (spontaneous recovery). Pavlov berpendapat bahwa respons terkondisi dapat terbentuk melalui penguatan yang terus-menerus. Pembentukan respons terkondisi biasanya terjadi secara bertahap. Jika penguatan dihentikan dan stimulus terkondisi muncul tanpa stimulus tak terkondisi, respons terkondisi kemungkinan akan melemah dan akhirnya hilang, hal ini disebut penghilangan. Namun, ada kemungkinan respons terkondisi akan muncul kembali secara tiba-tiba tanpa adanya penguatan, hal ini disebut pengembalian spontan.
Dalam Classical Conditioning, terdapat fenomena yang disebut generalisasi stimulus, di mana individu cenderung memberikan respons terkondisi terhadap stimulus yang mirip dengan stimulus terkondisi, meskipun stimulus tersebut belum pernah dipresentasikan bersama dengan stimulus tak terkondisi. Semakin mirip stimulus baru dengan stimulus terkondisi awal, semakin besar kemungkinan terjadinya generalisasi. Selain itu, Classical Conditioning juga mengenal konsep diskriminasi stimulus, yaitu belajar untuk memberikan respons terhadap stimulus tertentu dan tidak memberikan respons terhadap stimulus lain dengan menggunakan stimulus tak terkondisi yang berbeda. Hal ini memungkinkan individu untuk melakukan asosiasi selektif terhadap stimulus dan menghasilkan respons yang diinginkan.
korupsi di Indonesia dalam teori Behavioral Conditioning?
Bagaimana fenomena kejahatanDalam teori Behavioral Conditioning, fenomena kejahatan korupsi di Indonesia dapat dipahami sebagai hasil dari pembelajaran perilaku yang melibatkan penguatan atau penghukuman yang terkait dengan tindakan korupsi.
Korupsi berkaitan dengan kekuasaan karena pemegang kekuasaan memiliki kemampuan untuk menyalahgunakan kekuasaannya demi kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompok mereka. Korupsi dianggap sebagai sebuah masalah sosial di Indonesia yang tidak hanya menyebabkan kerugian finansial dan ekonomi negara, tetapi juga merusak nilai-nilai budaya, moral, politik, serta pondasi hukum dan keamanan nasional. Pemberantasan korupsi di Indonesia masih menghadapi tantangan yang besar, mengingat bahwa kasus ini telah merasuki berbagai lapisan masyarakat. Oleh karena itu, penanganan korupsi membutuhkan pendekatan yang sangat berfokus dan komprehensif.
Dalam konteks kejahatan korupsi, perilaku koruptif dipengaruhi oleh penguatan positif yang diperoleh pelaku korupsi. Penguatan positif tersebut bisa berupa keuntungan finansial, kekuasaan, atau perlindungan yang diperoleh melalui tindakan korupsi. Ketika pelaku korupsi mendapatkan penguatan positif dari perilaku koruptif yang mereka lakukan, mereka cenderung menjadi lebih mungkin untuk melanjutkan perilaku tersebut.