Mohon tunggu...
Adila QonitaDaa
Adila QonitaDaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

suka berenang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Hamil di Luar Nikah

27 Februari 2023   20:28 Diperbarui: 27 Februari 2023   20:40 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan 

Dewasa ini tentunya kita sering mendengar banyak remaja yang meminta dispensasi perkawinan kepada Pengadilan Agama, alasan yang menyebabkan hal tersebut bukan tak lain karena banyaknya remaja perempuan yang sudah hamil terlebih dahulu sebelum adanya ikatan pernikahan. 

Hal tersebut tentunya bukan sebuah fenomena yang baru bagi kita karena pada faktanya permasalahan tersebut sudah merekah ruah di Indonesia. Sebagai seorang muslim tentunya kita tahu bahwasannya hal tersebut bertentangan dengan syariat agama Islam, tidak berhenti pada itu saja sebagai seorang warga Indonesia yang masih menjunjung norma-norma kehidupan hal tersebut adalah bentuk penyimpangan dari norma kesusilaan. 

Umumnya peristiwa hamil di luar nikah ini banyak terjadi di kalangan remaja, dikarenakan masa remaja merupakan fase perubahan dari anak-anak menuju masa dewasa yang ditandai dengan masa pubertas dan telah matangnya alat reproduksi pada remaja sehingga rentan menyebabkan terjadi hamil diluar nikah. 

Tingginya rasa keingintahuan pada usia remaja secara tidak langsung menjerumuskan mereka ke hal yang kurang baik, oleh sebab itu kita perlu membentengi diri sendiri seperti dengan tidak menelan budaya luar secara mentah-mentah, lebih mendekatkan diri lagi kepada Allah Swt. Namun bagaimana dengan para remaja yang sudah terlanjur hamil di luar nikah? 

Dalam hukum positif dan hukum Islam yang berkembang di Indonesia memperbolehkan adanya pernikahan bagi perempuan hamil. Akan tetapi kebolehan tersebut lantas tidak menjadi sebuah dukungan akan fenomena remaja hamil di luar menikah. Kebolehan pernikahan wanita tersebut merupakan wujud kepedulian pemerintah dan para ulama terhadap Nasib perempuan dan anak yang ditinjau dari segi sosiologis dan juga psikologis. 

Namun tak jarang banyak yang salah mengartikan hal tersebut, oleh sebab itu kita perlu menelaah kembali mengenai problematika perkawinan wanita hamil baik dari alasan dilaksanakannya perkawinan, sebab adanya perkawinan wanita hamil, lalu argument para ulama terkait hal permasalahan tersebut, dan peninjauan terkait hal tersebut dari segi sosiologis,religious dan yuridis. Dan apa yang harus kita lakukan sebagai generasi muda dalam upaya membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama Islam. 

- Alasan pernikahan wanita hamil terjadi di masyarakat

Hidup di era Industri 4.0 membuat kita paham bahwasannya perkembangan teknologi berjalan dengan sangat cepatnya, perkembangan teknologi tersebut memudahkan seseorang untuk mengakses segala sesuatu dengan cepat tanpa memperhatikan seberapa jauh jaraknya. Hal tersebut banyak kita temui dalam proses transfer budaya di setiap negara, tak terkecuali di Indonesia. Keluar masuknya budaya barat ke Indonesia menyebabkan perubahan pada gaya hidup dan juga pola pikir masyarakat. 

Subjek yang paling terdampak dalam hal ini yaitu remaja, proses transfer budaya yang dialami oleh para remaja cenderung lebih cepat daripada transfer budaya yang terjadi pada usia produktif. Mengapa demikian? Karena besarnya rasa keingintahuan remaja akan hal yang baru membuat mereka lebih mengeksplor kembali budaya yang masuk, dan cenderung tidak dibersamai dengan pengetahuan dan dampak positif dan negatifnya dari hal tersebut.

Kemudian erbedaan budaya antara negara Indonesia dengan negara luar menjadikan budaya yang masuk tidak sesuai dengan budaya yang hidup lebih dulu di Indonesia yang pada akhirnya menjadi sebuah bentuk penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial yang marak terjadi akhir-akhir ini yaitu perempuan hamil di luar nikah.

Permasalahan perempuan hamil di luar nikah tidak hanya disebabkan karena budaya yang berasal dari luar, melainkan juga karena lingkungan yang menjadi tempat tinggal mereka. Perlu kita sadari bahwasannya lingkungan sangat berpengaruh terhadap bentuk perilaku kita sehari-harinya. Apabila lingkungan baik, maka secara otomatis perilaku kita akan ikut baik pula. Dan sebaliknya apabila lingkungan tersebut buruk, maka akan otomatis membentuk perilaku yang buruk pula. Beranjak dari faktor lingkungan, ada komponen sederhana yang juga ikut menjadi faktor maraknya perempuan hamil di luar nikah, komponen sederhana tersebut adalah keluarga. 

Kondisi keluarga yang kurang baik akan memberikan dampak psikologis terhadap anak, yang pada akhirnya membuat mereka mencari kenyamanan lain di luar keluarga yaitu di pertemanan. Ketidakpedulian orang tua terhadap lingkungan pertemanan anak akan mendorong anak lebih dalam lagi kepada hal-hal yang buruk yang salah satunya yaitu pergaulan bebas yang berakibat pada hamilnya perempuan di luar hubungan perkawinan.

- Penyebab terjadinya pernikahan wanita hamil 

Wanita yang telah terlanjur hamil di luar nikah baiknya dinikahkan dengan seorang pria yang menghamili tersebut. Hal tersebut juga diatur dalam hukum positif maupun hukum islam di Indonesia. Adanya pernikahan wanita hamil merupakan bentuk kepedulian pemerintah dan juga para ulama akan nasib perempuan dan juga anak. Selain itu penyebab terjadinya pernikahan wanita hamil yaitu untuk menutupi aib. Mengapa aib? Umumnya kehamilan seorang perempuan terjadi apabila seorang perempuan tersebut sudah menikah. 

Dan apabila belum menikah tetapi sudah hamil tentu hal tersebut menjadi tanda tanya besar bagi orang disekitarnya. Banyak hujatan yang dilemparkan pada perempuan yang telah hamil diluar nikah, selain itu anak yang dikandung juga akan mendapatkan labelling sebagai anak tanpa ayah. Tentunya hal tersebut akan menyebabkan timbulnya rasa malu baik bagi wanita maupun keluarga dari wanita yang hamil tadi. Oleh sebab itu untuk mengurangi rasa malu yang ditimbulkan maka dinikahkanlah wanita hamil tadi dengan seseorang yang telah menghamilinya. 

 Kemudian selain sebagai penutup aib, pernikahan wanita hamil juga dilakukan untuk membantu meringankan beban seorang wanita dalam mengasuh anak. Hujatan yang dilontarkan kepada wanita yang hamil diluar nikah memberikan dampak pada kondisi psikologis wanita tersebut. 

Belum lagi wanita tersebut harus merawat dan membesarkan anaknya, tentunya hal tersebut menjadi sebuah tekanan yang besar bagi dirinya. Apabila dibiarkan begitu saja tentunya hal tersebut beresiko pada kelangsungan hidup wanita dan juga anak. Oleh sebab itu pernikahan wanita hamil diharapkan dapat sedikit meringankan beban yang ditanggung oleh wanita hamil dengan adanya figur suami serta ayah untuk anaknya. 

- Argumentasi para ulama terkait perkawinanan wanita hamil.

Menurut Imam Syafi'I Pernikahan wanita hamil diluar nikah atau zina di perbolehkan baik pernikahan tersebut dengan seseorang yang menghamili maupun dengan orang lain. Pendapat imam Syafi'i wanita yang hamil diluar luar nikah atau zina bukan termasuk golongan uang yang di haramkan untuk di nikahi oleh orang muslim dengan didasari dari isi surat An-Nisa ayat 24.

وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۚ كِتٰبَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَاُحِلَّ لَكُمْ مَّا وَرَاۤءَ ذٰلِكُمْ اَنْ تَبْتَغُوْا بِاَمْوَالِكُمْ مُّحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسَافِحِيْنَ 

Artinya : 24. Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk berzina.

Maka wanita yang hamil di luar nikah atau ziana bisa menikah dan juga diperbolehkan untuk melakukan hubungan intim diantara keduanya. Hal ini karena tidak adanya ketentuan ataupun masa iddah bagi seorang wanita yang hamil diluar nikah atau karena zina, yang mana pada dasarnya seorang wanita yang hamil dari pernikahan yang sah wanita itu mempunyai masa iddah sampe melahirkan, namun dalam konteks ini menurut imam Syafi'i tidak ada ketentuan masa iddah. 

Alasan lain menurut imam Syafi'i dibolehkannya wanita hamil diluar nikah atau zina menikah untuk memudah kan seorang wanita agar ada yang bertanggung jawab atas anaknya dan hal ini condong kepada orang yang menghamilinya, juga secara mental sosiologi dan psikologi akan sangat berdampak terutama bagi wanita tersebut dan pada kekurangannya umumnya. Jadi menurut imam Syafi'i wanita yang hamil diluar nikah boleh dinikahkan dengan orang yang menghamilinya ataupun orang lain dan bilamana menikah dengan seorang yang bukan menghamilinya tidak boleh melakukan hubungan intim diantara keduanya.

Adapun pendapat dari Imam Ahmad bin Hambal terkait permasalahan ini yaitu berbeda dengan imam Syafi'i, imam Ahmad bin Hambal cenderung membolehkan dan melegalkan pernikahan antara wanita yang hamil diluar nikah atau zina sampai batas wanita tersebut melahirkan kandungannya, sebagaimana halnya hamil atas dasar pernikahan yang sah hamil diluar nikah tetap mempunyai masa untuk menyucikan diri sama halnya dengan masa iddah, Tidak diperbolehkan nya menikahnya karena berlaku hukum iddah. Pendapat imam Ahmad bin Hambal di dasari dari hadis nabi 

قال: «لا يَحِلُّ لامرِئٍ يؤمِنُ باللهِ واليومِ الآخِرِ أن يَسْقِيَ ماءَه زَرْعَ غيْرِه.

Artinya : Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir menyiramkan air sperma kepada tanaman orang lain. Dan juga dalil 

«لا تُوطَأُ حَامِلٌ حتى تَضَعَ، ولا غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حتى تَحِيضَ حَيْضَةً

Artinya : “ Jangan kau menggauli wanita hamil sampai melahirkan wanita dan wanita yang tidak hamil sampai haid satu kali. Hal ini menjadi dasar yang digunakan oleh Imam Ahamd bin Hambal dalam menetapkan hukum dilarangnya menikahi wanita hamil diluar nikah.

- Tinjauan terkait perkawinan wanita hamil secara sosiologis, religious dan yuridis. 

Jika ditinjau dari aspek Sosiologis perkawinan wanita hamil dalam beberapa masyarakat, terutama yang konservatif, dianggap sebagai aib atau dosa yang dapat merusak nama baik keluarga. Dalam beberapa masyarakat, terutama yang konservatif, kehamilan di luar nikah dianggap sebagai aib atau dosa yang dapat merusak nama baik keluarga. 

Sedangan secara religious, atau dalam beragama pernikahan wanita hamil dianggap sebagai hal buruk atau tercela, pernikahan yang dianggap sakral dilakukan karena hal mendesak yang terjadi karena wanita hamil diluar nikah dan harus segera di nikahkan, dalam Islam perkawinan wanita hamil boleh dilakukan asalkan dengan ayah biologis nya. Dan sebagai seorang masyarakat yang tinggal di negara hukum, tentunya hal ini juga ditinjau dari aspek yuridis. 

Yang mana tertuang pasal 42 UU Perkawinan wanita hamil tersebut, maka akan timbul kerancauan. Dalam klausula “Anak yang lahir akibat perkawinan yang sah” mungkin tidak akan menjadi persoalan, namun dalam klausa “Anak yang lahir dalam perkawinan yang sah” ini akan menimbulakn suatu kecurigaan bahwa bisa saja si anak sebenarnya dibenihkan sebelum orang tuanya kawin. 

Namun karena keduanya kemudian melangsungkan perkawinan, maka anak tersebut mendapat status anak sah. Undang-undang tidak mempersoalkan apakah si anak dibenihkan sebelum atau sesudah terjadinya perkawinan, yang penting kelahiran si anak terjadi pada saat orang tuanya sedang dalam ikatan perkawinan dan si ayah tidak mengingkari bahwa itu adalah anaknya.

-Apa yang harus kita lakukan sebagai generasi muda atau pasangan muda dalam upaya membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama Islam. 

Perlu kita ketahui bahwasannya keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama Islam adalah keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. Untuk mencapai hal tersebut yang harus kita lakukan yaitu menikah diusai yang tepat dan dalam kondisi yang siap. 

Mengapa demikian? Sebab pernikahan dalam hidup hanya dilakukan sekali seumur sehingga perlu adanya kematangan dalam berpikir dalam memutuskan suatu permasalahan. Pernikahan yang dilakukan dalam kondisi tidak tepat atau dalam umur yang belum matang akan memberikan dampak yang cukup buruk bagi kondisi psikis pasangan. Umur cenderung yang masih mudah mengakibatkan labilnya dalam pengambilan keputusan, kemudian usia yang relative muda menyebabkan kondisi emosional seseorang masih sangat sulit di kontrol. Yang pada akhirnya menjadi sebuah penghalang dalam upaya penyelesaian masalah dalam hubungan perkawinan.

Kemudian pernikahan yang dilakukan dalam kondisi yang tidak siap akan beimbas pada kondisi ekonomi pasangan. Pasangan suami istri yang menikah di usia muda cenderung belum memiliki penghasilan sendiri. Sedangkan kita tahu bahwa untuk mencukupi kehidupan sehari-hari kita memerlukan penghasilan.

Jika hal ini dibiarkan secara terus menerus akan berakibat pada menurunnya tingkat kesejahteraan keluarga. Penurunan kesejahteraan keluarga juga akan berimbas pada masa depan anak baik dari segi psikologis, segi fisiologis. Anak-anak yang terlahir dari keluarga yang tingkat kesejahteraannya rendah cenderung memiliki penyakit karena tidak tercukupinya nutrisi pada anak. 

Atau yang sedang ramai saat ini yaitu anak stunting. Kemudian selain berimbas pada keadaan fisik anak, juga berimbas pada keadaan mental anak, anak-anak yang terlahir dari keluarga pra-sejahtera cenderung akan dikucilkan oleh teman-teman sebayanya atau di ejek oleh teman sekolahnya. Yang pada akhirnya menjadi sebuah tekanan pada ada. Selain dengan menikah pada usia yang tepat, yang dapat kita lakukan yaitu dengan menjauhi segala hal yang berkaitan dengan zina. Kita tahu bahwasannya agama Islam melarang adanya perzinaan. Karena hal tersebut hanya menjerumuskan kita ke hal-hal yang tidak baik seperti hamil diluar nikah. 

Kesimpulan :

Pada era saat ini, perkembangan teknologi berkembang pesat termasuk di Indonesia. Keluar masuk budaya yang budaya barat di Indonesia menyebabkan perubahan pola dan gaya hidup masyarakat yang ada terutama remaja. Dampak salah satunya yaitu terjadi kehamilan pada anak remaja yang disebut hamil diluar nikah. Perempuan hamil di luar nikah tidak hanya disebabkan karena budaya yang berasal dari luar, melainkan juga karena lingkungan tempat tinggal. 

Yang menyebabkan pernikahan wanita hamil adalah untuk menutupi aib. Karena jika wanita yang hamil tanpa suami atau belum menikah pasti akan menerima respon buruk dari masyarakat, bahkan hinaan, hujatan yang diterima. Beberapa pendapat ulama mengenai hal ini, pertama yaitu menurut imam Syafi'i Pernikahan wanita hamil diluar nikah atau zina di perbolehkan baik pernikahan tersebut dengan seseorang yang menghamili maupun dengan orang lain. 

Menurut Imam Ahmad cenderung membolehkan pernikahan antara wanita yang hamil diluar nikah sampai batas wanita tersebut melahirkan kandungannya, sebagaimana halnya hamil atas dasar pernikahan yang sah hamil diluar nikah tetap mempunyai masa untuk menyucikan diri sama halnya dengan masa iddah, Tidak diperbolehkan nya menikahnya karena berlaku hukum iddah. Tinjauan sosiologis dari pernikahan wanita hamil adalah mendapat pandangan buruk dari masyarakat yang menjadi aib bahkan merusak nama baik keluarga. 

Tinjauan secara religious pernikahan wanita hamil dianggap sebagai hal buruk atau tercela. Pernikahan yang sakral berubah menjadi pernikahan terpaksa untuk menutupi aib. Dilihat dari negara hukum yaitu tinjauan yuridis pernikahan wanita hamil akan menyebabkan kekacauan berdampak panjang bahkan terhadap anak yang dilahirkan juga dalam pasal 42 UU Perkawinan wanita hamil. Sebagai generasi muda saat ini alangkah baiknya kita mempersiapkan diri untuk masa mendatang, dan tidak terburu-buru mengambil keputusan hanya untuk kesenangan semata.

Daftar Pustaka 

Aladin, “Pernikahan Hamil Di Luar Nikah Dala Perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Fiqih Islam di Kantor Urusan Agama (Studi Kasus Di Kota Kupang), Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 46, No. 3, Juli, 2017. 

Rahmi Fauziah, Erianjoni, “Respon Masyarakat Pada Perempuan Yang Hamil Sebelum Menikah (married by accident) Di Nagari Sungayang Kecamatan Sungyang Kabupaten Tanah Datar, Jurnal Perspektif : Jurnal Kajian Sosiologis dan Pendidikan Vol. 2, No. 3, 2019. 

Yopani Selia Almahisa, Anggi Agustian, “Pernikahan Dini Dalam Perspektif Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam”, Jurnal Rechten : Rest Hukum dan Hak Asasi Manusia, Vol. 3, No. 1, 2021. 

Rasha Diana, Muhammad Zarkasyi, “Pandangan Imam Syafi’I dan Hambali Dalam Kasus Pernikahan Wanita Hamil Karena Zina (Studi Perbandingan Mazhab dan KHI).” Jurnal Unida Gontor, Vol. 8 No. 2, 2014

Nama Anggota Kelompok 6:

Alliya Helmi Anggraini (212121194)

Syakila Firdausia Mahali (212122198)

Adila Qonita Da'a (212121215)

Salafudin Zain (212121221)

alliyahelmianggraini2801@gmail.com ; syakilamahali@gmail.com ; adilaqonita09@gmail.com ; salafudinzaen99@gmail.com 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun