Tidak bisa dipungkiri bahwa kenyataannya, bahwa apapun agamanya selalu mengajarkan bagaimana sebuah pernikahan tersebut terjadi dan dilangsungkan, serta bagaimana pula masing-masing dari suami isteri senantiasa harus saling melengkapi bahtera rumah tangga yang dibangunnya dengan melakukan berbagai kewajiban yang harus dipenuhi. Sucinya perkawinan juga diakibatkan oleh adanya unsur agama yang melekat. Berlangsungnya suatu perkawinan oleh agama apa saja diberikan prosedur secara tepat dan rinci. Sedangkan, apabila melewatkan atau mengabaikan prosedur dan tata cara tersebut, dapat mengakibatkan perkawinan yang bersangkutan dianggap melanggar tatanan agama dan tidak diakui keberadaannya.
A. Sejarah pencatatan perkawinan di IndonesiaÂ
Dalam sebuah kegiatan dan Tindakan tidak bisa terlepas dari sebuah data dan berkas sepertihalnya dalam Pendaftaran dan pencatatan pernikahan, yang mana dalam hal ini telah banyak transformasi dari waktu ke waktu. pencatatan perkawiana tidak terlepas dari proses sejarah pembuatan perundang-undangan dalam hal ini pencatatan perkawinan merupakan dari bagian undang undang perkawinan yang harus terpenuhi. Sehingga ketentuan pencatatan perkawian sudah menjadi hal yang wajar ketika mengalami perubahan. Bila mana berdasarkan sejarah tata cara pernikahan pada mulanya tercantum dalam Undang-Undang Pendaftaran Perkawinan, Perceraian dan Permukiman No. 22 Tahun 1946. Undang-undang ini pertama kali berlaku di Jawa dan Madura. Yang mana hukum percatatan perkawinan terjadi dalam dua masa, yang pertama sebelum berlakunya undang -- undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dan yang kedua setelah berlakunya undang -- undang No. 1 Tahun 1974. Yang mana pada masa pertama sebelum tahun 1974 masing menggunakan hukum kolonial sebab belum adanya kajian pencatatan perkawinann, barulah pada masa yang kedua setelah tahun 1974 pencatatan pernikahan mengalami perubahan dari hasil peninjauan dan revisi hukum pencatatan perkawinan zaman kolonial, pada masa ini mengalami banyak perbedaan dan ketentuan dari tahun sebelumnya.Â
B. Mengapa Pencatatan Perkawinan di Perlukan?
Pencatatan perkawinan menjadi hal yang penting dan diperlukan bagi masyarakat untuk memperoleh kepastian hukum tentang perkawinan dan kelahiran anak yang sesuai dengan peraturanyang berlaku. Perkawinan yang tidak tercatat tidak mempunyai kekuatan hukum perkawinan menurut atau berdasarkan UU 1 Tahun 1974. Perkembangan asas hukum ini ditonjolkan dalam pasal 1(2) UU 1974. UU 1 Tahun 1974 memiliki kelemahan karena terdiri dari dua alinea, perkawinan menurut hukum masing-masing agama dan unsur-unsur pencatatan perkawinan yang wajib (tidak termasuk keharusan). 28 Kelemahan ketentuan Pasal 2 ini adalah ketentuan Pasal 2 UU No. 1 sejak tahun 1974 telah menimbulkan perbedaan penafsiran tentang pencatatan perkawinan yang sah, tentang keberadaan dan maknanya. Di sisi lain, pasal 1(2) Undang-Undang (1974) secara alternatif ditafsirkan bahwa perkawinan sah berdasarkan hukum agama atau kepercayaan apa pun; sebaliknya, jika Pasal 2 UU 1/1974 ditafsirkan secara kumulatif, maka pencatatan perkawinan juga menentukan sahnya perkawinan itu. Sehingga dapat dikatakan tujuan dari pencatatan perkawinan untuk memenuhi tata tertib administrasi pernikahan, sebab hal itu menjadi poin yang paling utama dalam pencatatan perkawinan yang sesuai dengan peraturan perundang -- undangan yaitu memberikan data berkas perkawinan kepada petugas, sehingga terpenuhilah hak -- hak sebagai suami istri yang sah menurut hukum perundang -- undang-an dalam ikatan perkawinan. Melalui pencatatan perkawinan yang dinyatakan dalam akta perkawinan, bila terjadi perselisihan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, salah seorang dari mereka dapat pergi ke pengadilan untuk melindungi atau memperoleh hak-hak dari yang lain. Jika perkawinan tidak dicatatkan dalam buku nikah, maka perkawinan itu tidak ada. Perkawinan sah jika dilakukan menurut hukum agama dan pencatatan sipil kepercayaan sehingga dapat dilakukannya peninjauan sesuai data yang valid, sehingga bisa menyelesaikan permasalahan yang ada. Selain itu guna pencatatan perkawinan untuk melindungi hak-hak anak dalam keluarga.
C. Berikan makna filosofis,sosiologis, religius, dan yuridis pencatatan perkawinan!
- Pencatatan perkawinan sesuai makna filosofisÂ
Landasan Filosofis Perkawinan menurut hukum Islam yang sesuai landasan filosofis adalah berdasarkan Pancasila, khususnya sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Landasan filosofis ini dipertegas dalam Pasal 2 KHI yang berisi: Pertama ikatan perkawinan bersifat miitsaaqon gholiidhan (akad yang sangat kuat), Kedua semata-mata untuk mentaati perintah Allah, Ketiga melaksanakannya adalah ibadah.126 Berdasarkan landasan filosofis tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa esensi perkawinan Islam adalah meliputi akidah, ibadah dan muamalah. Oleh sebab itu perkawinan merupakan hal yang sangat sakral.Pencatatan perkawinan secara filosofis adalah untuk mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum baik bagi yang bersangkutan maupun orang lain dan masyarakat. Menurut peneliti dalam analisis keberlakuan hukum secara filosofis, pencatatan perkawinan adalah untuk memberikan keamanan dan kenyamanan dalam bentuk kepastian, kekuatan dan perlindungan hukum terhadap suami-istri. Dengan ungkapan lain, tidak terpenuhinya pencatatan perkawinan, maka implikasi secara hukum adalah tidak memiliki kekuatan hukum dan akhirnya hak-hak keperdataan akibat perkawinan menjadi tidak terjamin. Pencatatan perkawinan melambangkan adanya ikatan sosial , keadilan dan kesetaraan, serta tanggung jawab dalam kelangsungan hidup manusia dan spiritualitas oleh sebab itu, pencatatan perkawinan harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan untuk menjalani hidup bersama dengan pasangan hidupnya
- Pencatatan perkawinan sesuai makna religius Â
Pencatatan perkawinan secara religius berkaitan pula dengan makna spiritual dimana didalam suatu pernikahan memerlukan hubungan yang baik antara suami dan istri untuk mencapai keluarga yang rukun serta terhindar dari perpecahan yang menimbulkan perceraian. Pernikahan merupakan suatu upaya dalam mengarungi bahtera rumah tangga, ikatan pernikahan dipandang sebagai suatu ikatan yang suci dan sakral sebagai jalan untuk beribadah kepada Tuhan. Begitulah makna religius tentang pentingnya sebuah ikatan pernikahan.
- Analisis sosiologis