Mohon tunggu...
slamet riyadi
slamet riyadi Mohon Tunggu... -

Penulis dan konsultan marketingbeneran.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok, Preketek!

15 Maret 2016   09:48 Diperbarui: 15 Maret 2016   11:31 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun Ahok punya kredibilitas dan sudah diakui oleh sebagian besar masyarakat tetapi harus diakui Parpol punya mesin yang cukup efektif sampai tingkat RT/RW. Jika calon yang diajukan punya kredibilitas, pelumasnya cukup maka mesin ini bisa bekerja optimal apalagi isu-isu yang dimainkan mengena dan diterima masyarakat.
Ketika Ahok secara berani mengumumkan maju lewat jalur independen “Genderang Perang“ mulai ditabuh. Sejak detik itu pertarungan mulai sengit dan akan terus meningkat sampai hari pencoblosan selesai.

Lalu dimana pertarungan itu terjadi “Marketing is battle of perception“, kata Al Ries, saya setuju bahwa peperangan sebenarnya berada di otak masyarakat (persepsi). Persepsi adalah cara manusia memandang dunianya. Menurut Kotler persepsi proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti.

Intinya perang informasi! Sehingga pertarungan sesungguhnya ada di tim-tim dibelakang para calon. Sejauh mana mereka tahu betul apa kelebihan dan kekurangan calonnya, tahu betul kelebihan dan kekurangan musuhnya, (dalam MarkBen – Marketing Beneran disebut Who am I). Dan tahu betul apa keinginan masyarakat atau public aspiration (dalam MarkBen disebut Who are They). Dari sini mereka akan adu pintar, adu strategi, adu isu, adu program untuk meyakinkan masyarakat.

Public aspiration ini yang sulit untuk diketahui secara tepat, selain berbeda satu kelompok dibanding kelompok lainnya, pelajar SMA, mahasiswa, pengangguran, pekerja serabutan berbeda dengan yang bekerja tapi belum memuaskan, berbeda dengan pekerja yang sudah mapan. Beda keinginannya, beda kebutuhan, beda masalahnya, beda mimpinya. Berbeda antara yang pria dan wanita, berbeda antara yang tinggal di pemukiman padat, kompleks perumahan atau di perumahan elit. Berbeda antara pasangan muda dengan pasangan yang sudah tua, berbeda tingkat pendidikan, berbeda asal suku, berbeda jenis agamanya. Itulah tantangannya.

Matthew McGregor tim kampanye Obama setengah protes ketika banyak pihak menilai bahwa kemenangan Obama karena hebatnya memanfaatkan internet “Twitter tidak memenangkan pemilu, orang yang memenangkan pemilu,” katanya sinis.

Tim Obama serius mempelajari, menganalisis dan memonitor trend, isu berdasarkan lokasi dan karakteristik pendukungnya. Temuannya dijadikan bahan kampanye di TV dan media lain. Atau untuk memperbaiki pesan atau jawaban yang ditanya oleh para pendukungnya.

Selain itu Tim punya database pendukung yang didapat dari interaksi kegiatan dengan masyarakat. Data ini dimanfaatkan optimal oleh tim untuk menyampaikan pesan atau kepentingan lainnya. Pesan yang disampaikan tim obama mulai dari pokok masalah, bahasa dan cara penyampaiannya disesuaikan dengan karakteristik penerimanya (segmented). Dibedakan dari usia, jenis kelamin, status sosial dan lain-lainnya (Who Are They) sehingga pesan-pesan yang disampaikan mengena tepat sesuai kebutuhan, masalah dan aspirasi mereka (Public Aspiration).

Jika diibaratkan produk, Ahok oleh sebagian besar masyarakat dipersepsi punya kualitas tak terbantahkan (perceived quality). Selain itu Ahok mendapatkan banyak keuntungan yaitu sebagai gubernur petahana, elektabilitas saat ini tinggi. Tetapi Tim dan Teman Ahok tetap tidak boleh lengah dan hanya mengandalkan semangat dan niat baik saja. Perlu tim yang solid dan cerdas karena peperangan sesungguhnya baru dimulai dan akan terus meningkat.

“Andai Ahok seorang muslim “ kata istri saya berandai-andai mungkin permainan sudah selesai. Atribut yang dibawa Ahok bisa menjadi handicap. Inilah yang harus dicermati Tim.

Tetapi meminjam istilah orang Medan, “Ini Jakarta Bung”. Kota metropolis yang plural dengan tingkat melek politiknya tertinggi di bumi pertiwi. Sehingga dampak perang issu primordialisme tidak akan tinggi. Selain itu ini menjadi ujian bagi kedewasaan berdemokrasi, kematangan nilai Pancasila bagi warga DKI.

Jika Ahok kalah, kita sudah mendapat pelajaran berharga bagaimana mencapai kekuasaan dan menjalankan amanat itu. Tetapi jika Ahok nanti yang menang, kita sebagai bangsa Indonesia boleh berteriak bangga kepada dunia. “Lihat! Kami penduduk mayoritas muslim, mayoritas suku melayu, punya Gubenur Tionghoa yang Kristen”, dahsyat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun